SD Negeri 1 Bangunrejo adalah satu dari dua Sekolah Dasar yang ada di Desa Bangunrejo. Berada ditepi jalan raya provinsi yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadikan sekolah ini mudah dalam aksesibilitas. Dengan berbagai jenis mata pencaharian orang tua/wali murid, mengharuskan menejemen sekolah selalu senantiasa tanggap dengan perkembangan pengetahuan yang ada dimasyarakat agar tidak ketinggalan informasi.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan kesatuan visi antara Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan. Persamaan visi peningkatan pembelajaran ini bisa dicapai dengan dibentuknya Komunitas Belajar Sekolah (KBS). Komunitas belajar Sekolah adalah tempat terjalinnya kerjasama antar guru dan tenaga kependidikan. Guru dapat belajar, guru pun menyepakati standar bersama seperti pembelajaran efektif, kriteria/indikator penilaian. Guru sepakat bahwa mendidik semua murid merupakan tanggung jawab Bersama. Komunitas Belajar sekolah membrikan ruang untuk saling berbagi sesame pendidik, sehingga tidak ada legi kesenjangan keterampilan sesame pendidik. Karena didalamnya terjadi interaksi saling isi dan melengkapi terhadap kekurangan yang ada.
Pada kesempatan tertentu pembincangan mengenai pembelajaran dikelas sudah disampaikan oleh guru, misalnya pada saat-saat istirahat atau pada rapat sekolah, namun kegiatan ini sifatnya temporer dan tidak terjadwal dengan jelas, sehingga perlu dibentuk sebuah Komunitas Belajar Sekolah.
b.Tujuan
Keberadaan Komunitas Belajar Sekolah bertujuan untuk : a) memberi motivasi belajar bagi guru untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar murid, b) memberikan kesempatan bagi semua guru untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Guru dapat belajar dari hasil belajar dalam komunitas dan segera menerapkannya di kelas masing-masing untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas, c) melatih keterampilan sosial, seperti berkomunikasi dan bersosialisasi dengan rekan sejawat d) meningkatkan kemampuan dan profesionalisme mengajar, e) meminimalisir ketimpangan kompetensi antar guru.
c.Rencana Kegiatan
Melihat betapa pentingnya keberadaan Komunitas Belajar di Sekolah maka saya segera membentuk KBS ini, karena komunikasi tentang pembelajaran ini sebenarnya sudah ada dan tinggal mengoptimalkan fungsinya. Pada Hari Sabtu setiap minggunya saya akan mengadakan pertemuan dengan guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Kenapa Sabtu? Alasannya adalah selama lima hari sebelumnya guru akan menginventarisir kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran yang dilakukan untuk disampaikan pada pertemuan komunitas pada Sabtunya. Selanjutnya pada akhir bulan ini saya akan mengundang Komite Sekolah untuk memberi masukan dan saran terhadap hasil pembelajaran yang sudah berjalan selama ini, dan secara periodik triwulan kami akan mengundang Komite Sekolah.
d.Aset Yang dimiliki Sekolah
SD Negeri 1 Bangunrejo memiliki 11 guru dan 1 tenaga kependidikan, dan 1 Kepala Sekolah, dengan 2 orang Guru Penggerak, dan komite Sekolah yang peduli terhadap kemajuan pembelajaran akan memudahkan ketercapaian tujuan pembelajaran melalui Komunitas Belajar Sekolah. Peran guru penggerak selama ini sangat membantu pergerakan perubahan dengan memaksimalkan potensi asset yang ada di sekolah, termasuk aset yang berhubungan dengan mata Pelajaran PJOK.
e.Indikatior Keberhasilan KBS
Komunitas Belajar Sekolah berjalan dengan baik jika antara guru saling memberikan gambaran pembelajaran dari kelas masing-masing dan siap untuk menerima masukan perbaikan dari guru lainnya dan selanjutnya menerapkan dikelasnya, dan menyampaikan kembali hasil pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
f.Komunitas Belajar dan Mapel PJOK
Mata pelajaran PJOK adalah mapel lintas kelas sehingga sangat adanya kerjasama yang baik dengan masing-masing guru kelas. Sehingga sebagai guru PJOK saya mengetahui karakter siswa di masing-masing kelas untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar. Dan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan untpan balik dari masing-masing guru kelas. Dari sinilah saya selalu memotivasi betapa pentingnya keberadaan komunitas belajar, tidak hanya untuk mapel PJOK secara khusu tetapi untuk peningkatan kualitas pembelajaran secara umum untuk mewujudkan pembelajaran yang benar-benar berpihak kepada siswa.
Mempelajari modul 3. Komunitas Belajar Sekolah memberikan banyak gambaran tentang bagaimana pentingnya komunitas belajar yang ada disekolah. Beberapa catatan saya mengenai komunitas belajar dari modul ini adalah sebuah wahana yang digunakan untuk saling berbagi mengenai pembelajaran, membahas mengenai kekurangan dan kelebihan sehingga didapatkan solusi terbaik untuk pembelajaran yang lebih baik.
Kegiatan saling berbagi ini pada faktanya sudah berjalan, namun belum tercatat sebagai sebuah komunitas untuk memeahkan masalah pembelajaran, sehingga pelaksanaanya bersifat momental tidak terencana secara periodik. Komunitas belajar sebenarnya bukanlah hal baru, karena sudah ada KKG atau MGMP hanya ada perbedaan pada istilahnya saja.
Komunitas belajar di sekolah menjadi bagian penting dalam sekolah, karena komunitas belajar sebuah tempat terjalinnya kerjasama antar guru dan tenaga kependidikan. Guru dapat belajar bersama (tidak terisolasi), guru pun menyepakati standar bersama seperti pembelajaran efektif, kriteria/indikator penilaian. Guru Sepakat bahwa mendidik semua murid merupakan tanggung jawab bersama. Dengan adanya komunitas belajar di sekolah, kesenjangan keterampilan antar pendidik dapat diminimalisasi, sehingga murid memiliki kualitas pengalaman belajar yang sama terlepas dari siapapun pendidiknya .
Hal sulit yang saya hadapi adalah disekolah saya mempunyai enam kelas dengan jenjang yang berbeda, sudah barang tentu masing-masing kelas mempunyai cara mengajar yang berbeda karena harusmenyesuaikan tingkat usia dan cara berfikir peserta didik yang berbeda pula yang sudah barang tentu cara mengajar guru satu dengan yang lain mempunyai perbedaan. Berada pada kondisi seperti ini peran saya sebagai motivator agar masing-masing guru untuk saling berbagi agar saling asah,isi dan asuhsehingga tidak ada guru yang merasa terbebani masalah pembelajaran dikelasnya. Mengajak rekan sejawat untuk senantiasa menyatukan visi menciptakan pembelajran yang berpihak kepada murid, sehingga cita-cita dan harapan sesuai dengan visi dan misi sekolahbisa tercapai.
b.Tahap Makna
Dalam kondisi seperti ini saya mencoba menjelaskan mengenai pentingnya komunitas belajar di sekolah, dibentuk sebuah wadah untuk saling memberi motivasi untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga semakin menumbuhkan minat belajar murid. Juga sebagai wadah untuk saling mendukung, berbagi pengetahuan, dan meningkatkan kualitas pembelajaran, dapat melatih keterampilan sosial, seperti berkomunikasi dan bersosialisasi dengan rekan sejawat. Hal ini dapat membantu guru dalam membina hubungan yang baik dengan murid dan orang tua murid
Dari pengamatan saya selama ini guru cenderung untuk menyimpan sendiri permasalahan yang ada dikelasnya, karena bercerita tentang kelemahan merupakan hal yang harus tabu untuk dilakukan. Disini saya harus memahami karakter masing-masing guru sehingga dapat mengambil benang merah yang bisa menarik kesamaan yang ada sehingga bisa terikat menjadi satu kesatuan untuk mencapai visi pembelajaran yang berpihak kepada murid. Pada situasi ini akhirnya saya memahami bahwa kelemahan diri tidak dapat diketahui sepenuhnya oleh diri sendiri tetapi melalui refleksi dan umpan balik yang diberikan oleh orang lain. Demikian juga solusi untuk mengatasi kekurangan yang ada. Semakin banyak masukan maka akan semakin baik pula hasilnya.
c.Tahapan Aksi
Dari beberapa kesimpulan yang saya dapatkan, akhirnya saya menyadari bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah akan lebih optimal jika guru dapat berkolaborasi dengan guru lainnya. Kemitraan ini diciptakan untuk memberikan suasana belajar bersama di mana ada rasa saling ketergantungan, serta pengakuan bahwa belajar dan keberhasilan murid adalah tanggung jawab semua guru dan tenaga kependidikan. Mengingat hal yang demikian maka saya memulai untuk memberikan makna yang sebenarnya tentang Komunitas Belajar di Sekolah.
Tindakan yang saya lakukan selanjutnya adalah mengajak rekan guru secara periodik dan terjadwal untuk mengadakan pertemuan untuk mebahas permasalahan pembelajaran yang ada di kelas masing-masing. Saya mulai dengan menceritakan pembelajaran yang saya lakukan, tentang kesulitan, tantangan, dan solusi yang saya lakukan, dan selanjutnya meminta masukan dari rekan sejawat. Dari saran dan masukan yang mereka berikan, saya berharap mereka akan terbuka juga untuk menceritakan proses pembelajaran yang dilakukannya sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang serasi.
Sebuah perubahan pasti ada tantangan, dan sebagai agen transformasi perubahan saya harus membekali diri dengan inovasi-inovasi baru yang menarik. Melalui komunitas guru penggerak saya selalu berkomunikasi dan berbagi praktik baik, juga belajar mandiri melalui platform Merdeka Mengajar. Selalu ada hal-hal baru disana yang bisa saya aplikasikan pada pembelajaran disekolah. Disini saya harus menjadi contoh untuk perubahan baik, karena jika tidak maka komunitas belajar di sekolah tidak menjadi hal yang menarik.
Akhirnya saya berkesimpulan bahwa kolaborasi tidak hanya terbatas pada kegiatan tukar menukar dan sharing praktik baik mengajar tetapi juga dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas masing-masing. Saling membantu, terbuka dalam memecahkan masalah bersama harus menjadi kebiasaan sehari-hari. Perkembangan akademik murid bukan lagi menjadi tanggung jawab individu masing-masing pendidik, tetapi menjadi tanggung jawab bersama yang harus diupayakan secara berkesinambungan sehingga tercipta budaya positif di sekolah untuk pembelajran yang sebenarnya, dan benar-benar berpihak kepada kebutuhan belajar murid.
Setiap sekolah mempunyai peraturan dan tata tertib yang tujuannya adalah menegakkan disiplin supaya anggota sekolah menaati tata tertib yang telah dibuat. Tata tertib dibuat dalam rangka sebagai fungsi control warga sekolah dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga sekolah agar tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya.
Upaya penegakan disiplin di sekolah selalu berujung pada hukuman dan konsekwensi
Dr. William Glasser dalam Control Theory meluruskan pemahaman tentang konsep Kontrol diantaranya adalah bahwa guru sebenarnya tidak bisa mengontrol perilaku murid, dan jika pada saat tertentu murid berbuat sesuatu atas perintah guru karena pada saat itu murid sedang mengijinkan dirinya untuk dikontrol
Mengontrol murid dengan penguatan positif berupa bujukan, membuat kritik sehingga murid merasa bersalah, dan guru memiliki hak untuk memaksa adalah keberhasilan jangka pendek dan berakibat buruk pada jangka panjang karena kontrol yang dilakukan guru bertentangan dengan kebutuhan dasar manusia,yang akan membentuk sebuah hubungan permusuhan dan identitas gagal bagi murid.
Nilai kedisiplinan positip yang diterapkan disekolah adalah bentuk kontrol diri agar mencapai tujuan mulia yang memuat nilai-nilai kebajikan universal, yang diyakini bersama dalam rangka mencapai profil pelajar pancasila.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh guru penggerak akan memperkuat peran guru penggerak (modul1.2) dalam mewujudkan budaya positif disekolah. Filosofi dasar pemikiran KHD (1.1) digunakan sebagai kontrol perilaku murid, karena murid pada dasarnya sudah mempunyai keyakinan sendiri yang memerlukan pendampingan guru agar keyakinan diri tersebut menjadi keyakinan yang universal sebagai dasar pencapaian visi guru penggerak(1.3)
Penerapan disiplin positif (1.4) dengan segitiga restitusi menguji seorang guru untuk betul-betul mampu menerapkan peran dan fungsi guru penggerak.
Segitiga restitusi menjadikan siswa sebagai pribadi yang dihargai jati dirinya karena murid berkesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukannya dengan keyakinan yang dimiliki dan sesuai dengan kebajikan universal.
Untuk mencapai visi mewujudkan profil pelajar Pancasila harus dibarengi dengan lingkungan yang berbudaya positif. Menciptakan budaya positif dengan mendorong motivasi dari dalam diri murid akan lebih baik walaupun memerlukan proses panjang dari pada memberi motivasi dengan hadiah atau hukuman.
Modul 1.4 ini membawa pemahaman yang berlaku selama ini bahwa untuk menciptakan budaya positif diperlukan dorongan berupa pujian, hadiah, bahkan kritik agar murid lebih termotivasi lebih baik, dan pemberian hukuman sebagai konsekuensi dari sebuah pelangaran. Ternyata hal tersebut dalam jangka panjang akan menjadikan murid ketergantungan dan membentuk pribadi yang gagal.
Segitiga restitusi membuat saya menyadari bahwa sesuai dengan filosofi KHD setiap murid mempunyai keyakinan dan disinilah peran guru untuk menuntun murid menuju keyakinan universal agar murid benar-benar menemukan jatidirinya menjadi pribadi yang benar-benar utuh.
Sebuah contoh kasus ketika seorang murid laki-laki dengan sengaja memegang pipi guru perempuan didepan teman-temannya. Tentu hal yang seharusnya tidak dilakukan. Murid melakukan ini mungkin tidak menyadari bahwa hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan.
Mengetahui hal yang demikian tentu saya harus mengambil tindakan agar murid menyadari hal tersebut. Saya mencoba menerapkan tahapan-tahapan yang ada dalam segitiga restitusi. Memang membutuhkan waktu yang lama untuk menggali keyakinan murid tersebut. Menuntun dalam sistem among sangat tepat, dorongan dan alasan apa yang membuat murid melakukan perbuatannya, selanjutnya diarahkan kepada tindakan yang mengacu pada kebenaran umum, dan akhirnya murid menyadari bahwa tindakannya tidak seharusnya dilakukan dan ada keinginan untuk memperbaiki kesalahan.
Dari pengalaman ini ternyata kesalahan tidak harus diakhiri dengan hukuman seperti yang selama ini saya lakukan. Pada kasus-kasus tertentu tanpa sadar dalam penanganan kasus sampai pada validasi tindakan yang salah namun ketika murid menyadari kesalahannya masih berakhir pada hukuman atau konsekuensi dengan tujuan murid tidak lagi mengulangi kesalahannya.
Penerapan budaya positif pada modul 1.4 ini memberi perubahan cara berfikir yang segnifikan, disiplin tidak harus dengan pujian atau hukuman karena akan menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Lima posisi kontrol dari Diane Gossen menjadi referensi penting dalam penerapan disiplin positif dan diakhiri dengan segitiga restitusi.
Pertanyaannya adalah apa yang harus saya lakukan kedepan?
Budaya positif wajib tercipta dalam sekolah maupun masyarakat. Pemahaman tentang disiplin, hukuman, konsekwensi untuk guru dan orang tua perlu ditinjau kembali. Sebagai guru penggerak saya harus mempu mengajak rekan guru untuk menerapkan budaya positif dengan menerapkan segitiga restitusi, serta sosialisasi kepada orang tua murid pada saat rapat wali murid di sekolah.
Semoga kedepan semua warga sekolah nyaman dalam iklim pembelajaran dengan nilai kebajikan yang diyakini Bersama menuju terwujudnya merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila.
Mempelajari modul ini memberi banyak memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana, menyusun sebuah kegiatan yang berdampak pada murid. Selama ini, sering sekali kita melihat bahwa program-program sekolah, hanya menempatkan murid-murid sebagai objek dari program-program tersebut. Keterlibatan murid hanya karena sebuah keharusan untuk terlibat, rutinitas, kewajiban yang harus dijalankan, atau hanya sekedar sebuah kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan. Padahal, kita semua tahu bahwa pengambilan makna adalah esensi dari proses belajar itu sendiri. Pada modul ini saya mengenal student agency yang diartikan sebagai kepemimpinan murid dalam pengelolaan program sekolah. Mendorong kepemimpinan murid dalam program sekolah menjadikan murid menjadi individu yang lebih bertanggungjawab, berdaya, dan kontributif, akan memberikan bekal untuk mereka menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat,
Hal penting yang saya dapatkan dari mempelajari modul ini adalah adanya pemahaman baru tentang :
Kepemimpinan murid (students agency) dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila
Suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dalam konsep kepemimpinan murid.
Lingkungan yang mendukung tumbuhkembangnya kepemimpinan murid pentingnya melibatkan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid.
a) Kepemimpinan murid
Secara alami murid adalah pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu untuk membangun sendiri pemahaman tentang diri, orang lain, lingkungan sekitar, dan dunia yang lebih luas, karena sebenarnya berkemampuan untuk mengambil bagian dari proises belajarnya sendiri sehingga potensi kepemimpinannya berkembang dengan baik.
b) Menumbuhkan kepemimpinan Murid
Melalui Suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid akan mengembangkan kapasitasnya menjadi pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Melalui suara (voice) murid akan mengeksporesikan gagasan melalui partisipasi aktifnya dikelas, sekolah, komunitas, dan lingkungan dimana mereka berada. Sedangkan pilihan (choice) adalah memberi kesempatan kepada murid untuk memiliki pilahan sesuai dengan minat, memilih lingkungan belajar, pilihan untuk berlatih dalam penguasaan pengetahuan dalam pembelajaran. Sedangkan kepemilikan (ownership) adalah bagaimana murid memiliki rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi dalam proses belajar.
c) Lingkungan untuk tumbuhkembang murid
Karakteristik lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (Noble et al (2008) adalah :
Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif.
Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksan
Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya
Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya
Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan
Lingkungan yang menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri.
Lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan
Aksi Nyata Modul 3.3 Pengelolaa Program Yang berdampak Pada Murid
Selain lingkungan yang dapat membantu tumbuhkembang murid, peran komunitas juga mengambil peran penting. Beberapa komunitas yang membawa keberadaan murid diantaranya adalah; komunitas keluarga, komunitas kelas dan antar kelas, komunitas sekolah, dan komunitas antar sekolah.
Program sekolah akan bermakna dan memberi warna proses pembelajaran murid apabila ada peran serta murid didalamnya. Memberi kesempatan murid untuk memunculkan gagasan sebelum program, memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga memiliki rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi dalam proses belajar di kegiatan tersebut.
Mengelola program yang berdampak pada murid sangat berhubungan dengan materi pada modul sebelumnya, keterkaitan dengan modul sebelumnya dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara
Pembelajaran yang berkualitas bisa dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekolah dan masyarakat sehingga dapat terpenuhi kebutuhan belajar murid sesuai dengan minat dan bakatnya. Filosofi Ki Hajar Dewantara menampatkan murid adalah pribadi utuh yang mempunyai kodrat alam yang memposisikan guru sebagai penuntun untuk memaksimalkan bakat dan minat yang ada pada murid disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, maka sebagai pemimpin pembelajaran, pengelolaan program yang berdampak pada murid hendaknya bertujuan untuk merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat murid dengan merdeka belajar. Potensi dan suara murid dapat tergali dengan baik sehingga menumbuhkan rasa memiliki/kepemilikan yang tinggi dalam diri murid.
2. Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
Salah satu peran guru penggerak adalah peminpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran guru dapat memaksimalkan potensi murid melalui Suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid akan mengembangkan kapasitasnya menjadi pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Sehingga program yang dijalankan berdampak positif kepada murid.
3. Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
Visi perubahan dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Visi perubahan dapat dimulai dari mendorong kepemimpinan murid sehingga murid mampu membuat pilihan-ilihan, menyuarakan opini, berpartisipasi dalam komunitas belajarnya.
4. Modul 1.4 Budaya Positif
Pengelolaan program yang yang berasal dari pendapat dan pilihan yang berasal dari murid akan mendorong tanggungjawab terhadap program kegiatan yang diikuti adalah budaya positif yang akan mengembangkan potensi kepemimpinan murid sesuai dengan kodrat, konteks , dan kebutuhannya.
5. Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid :
Kebutuhan belajar murid adalah readiness (kesiapan belajar murid), minat dan profil atau gaya belajar murid. Kebutuhan belajar murid dapat dipenuhi dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid melalui pengelolaan program yang berdampak pada murid..
6. Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional:
Penerapan pembelajaran sosial emosional akan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman karena adanya program yang mengakomodasi kepentingan murid .Pengembangan pembelajaran sosial emosional akan meningkatkan kompetensi : yaitu: 1) Kesadaran diri, 2) Manajemen Diri, 3) Kesadaran Sosial, 4) Keterampilan Berelasi, dan 5) Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab.
7. Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin :
Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin pembelajaran sangat dibutuhkan kemampuan yang memadai. Karena keputusan akan berpengaruh pada tujuan pembelajaran disekolah. Pengambilan keputusan berbasis pada nilai-nilai kebajikan akan terjadi apabila guru sebagai pemimpin pembelajaran akan menghasilkan program-program sekolah yang berdampak positif kepada murid.
8. Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
Sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya guru harus bisa memaksimalkan asset yang ada. Pengelolaan asset secara maksimal akan berkontribusi besar terhadap program-program yang dilksanakan disekolah. Murid adalah asset biotik yang ada didalamnya. Keikutsertaan murid dalam merancang program sekolah wajib dilakukan karena sejatinya program dibuat untuk murid. Melalui suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dapat mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Setelah mempelajari modul calon Guru Penggerak ini saya berkesimpulan bahwa tujuan akhirnya adalah menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid melalui program yang berdampak positif kepada murid. Program yang berdampak positif menempatkan murid sebagai pribadi utuh yang perlu tuntunan guru yang berkemampuan sosial emosianal sehingga menghasilkan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin dengan memaksimalkan potensi asset yang ada, sehingga terjadi sinergi yang saling terkait dan saling membantu.
Dalam perencanaan program murid harus selalu diikutsertakan. Karena murid mempunyai pandangan, gagasan, perhatian, untuk berpartisipasi aktif. Melalui pilihan, murid berkesempatan untuk memilih lingkungan belajar yang mendukung belajar mereka, sehingga keterlibatan mereka terhadap apa yang dipelajarinya dengan terlibat aktif menunjukkan rasa kepemilikan mereka.
Dengah demikian program sekolah yang dijalankan benar-benar berpihak pada murid, karena mereka berkontribusi dalam perencanaan, melaksanakan, dan mereka akan beradadalam kursi kemudi roses belajar mereka sendiri.
Sumber Belajar :
Pendidikan Guru Penggerak
Modul 3.3 Pengelolaan Program yang berdampak Positif pada Murid
Oleh : Oscrina Dewi Kusuma, S.Pd. ,M.Pd., Indra Sari, SH., M.Pd., Dr. Siti Suharsih, Ss.s., M.Pd.
Sekolah adalah institusi moral, merupakan miniature dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai, dan moralitas diri murid. Kepemimpinan Kepala sekolah berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral yang menegakkann penerapan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi teladan bagi murid.
Peran pemimpin tidak akan terpisahkan dengan pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan tidak jarang dihadapkan pada pilihan dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan (dilema etika) sedangkan pada waktu yang lain dihadapkan pada pilihan kebenaran dan kebiasaan salah (bujukan moral). Hal utama yang tidak boleh ditinggalkan adalah keputusan harus berpihak kepada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan keputusan itu dapat dipertanggungjawabkan.
Paradigma skituasi dilemma etika, ada 4 kategori :
1.Individu lawan kelompok (individual vs community)
Dalam pardigma ini ada pertentangan antara individu lawan sebuah kelompok yang lebih besar dimana individu ini menjadi bagiannya.
2.Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigm aini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengkikuti aturan sepenuhnya, berlaku adil untuk semua atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang.
3.Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Paradigma dimana pilihan antara kejujuran dan kesetiaan kepada orang lain, mengatakan sejujurnya atau melindungi teman yang sedang bermasalah.
4.Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Pilihan pada terbaik untuk sekarang atau terbaik untuk masa yang akan datang.
Etika sendiri bersifat relative, tergantung pada situasi dan kondisi saat dilema terjadi, namun ada 3 prinsip yang sering membantu.
Ketiga prinsip tersebut adalah:
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Dalam mengambil keputusan dapa situasi dilema etika dan bujukan moral, ada 9 konsep pengambilan dan pengujian keputusan.
1. Mengenali nilai-nilai yang bertentangan
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi
Pada refleksi dwi mingguan modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan, saya akan menggunakan model 4F(Facts, Feelings, Findings, Future). Refleksi model 4F dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P
1.Facts (Peristiwa):
Materi pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan memberi pengalaman baru. Sebagai pemimpin pembelajaran sering diharuskan mengambil keputusan yang nantinya berkontribusi pada terbangunnya budaya, nilai-nilai, menjadi teladan dan morlitas dalam diri semua murid.
Ada beberapa kesulitan dalam identifikasi dan penerapan jenis permasalahan (kasus) salam 3 prinsip membuat keputusan. dan ternyata melalui forum diskusi dapat disimpulkan bahwa tidak ada prinsip yang salah atau paling benar karena identifikasi prinsip tergantung jenis kasus, kapan terjadi, dimana dan siapa saja pihak yang terlibat didalamnya.
Nilai-nulai pembelajaran yang bisa diambil dari modul ini adalah bahwa sebelum mengambil sebuah keputuasan memerlukan beberapa kriteria dan tahapan yang harus dilalui sehingga keputusan yang diambil ada keberpihakan kepada murid, mengandung nilai-nilai kebajikan universal sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2.Feelings (Perasaan):
Saya sangat bersemangat, Ternyata ada acara baik untuk membuat sebuah keputusan. Karena selama ini dalam membuat keputusan hanya berdasar pada beberapa pertimbangan seperlunya, tetapi dalam modul ini ada beberapa tahapan dan Langkah yang harus dilalui. Dengan tahapan dan Langkah yang ada saya merasa yakin dengan pengambilan keputusan.
Berdasar pengalaman penerapan dalam aksi nyata di kelas membuktikan bahwa keputusan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua pihak, terlihat dengan kondidi kelas yang kondusif tanpa ada persoalan baru yang menyertai.
3.Findings (Pembelajaran):
Banyak hal yang saya peroleh dari proses pembelajaran ini, ternyata sebuah keputusan harus melalui beberapa proses dan tahapan. Dengan memahami 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengabilan dan pengujian keputusan, akan menghasilkan keputusan terbaik yang bisa diterima semua pihak.
4.Future (Penerapan):
Setelah mempelajari modul ini saya akan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan pada setiap pengambilan keputusan. Mengajak rekan sejawat untuk memahami dan menerapkan pengambilan keputusan yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan agar tercipta pembelajarn yang kondusif, aman, dan nyaman. Karena sekolah adalah institusi moral yang menjadi teladan dan morlitas dalam diri semua murid.
Daftar Pustaka :
Program Pendidikan Guru Penggerak
Modul 3.1 Penga,mbilan Keputusan Berdasar Nilai-nila Kebajikan Sebagai pemimpin
Oleh : Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S, Diah Samsiati Rajasa, M.Sc
Jurnal refleksi modul 3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya saya akan mencoba menggunakan Model 3: Six Thinking Hats (Teknik 6 Topi).
Diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985, Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam.
Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah:
1)Topi putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini.
Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya mulai kami pelajari pada 16 Februari 2023. Modul ini mempelajri bahwa sekolah merupakan sebuah ekosistem yang mencirikan pola hubungan yang saling keterkaitan dan ketergantungan. saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu
Sebuah ekosistem sekolah terbentuk sebuah interaksi antara factor biotik (unsur yang hidup) dan abiotic (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Faktor biotik akan saling mempengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu dengan lainnya.
Faktor biotik itu diantaranya adalah Murid, Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua murid, masyarakat sekitar, dan Dinas terkait.
Sedangkan factor abiotic juga berperan penting dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Diantaranya adalah : keuangan, sarana dan prasarana, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Di sekolah seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada pada masing-masing komponen, sehingga tercipta hubungan yang saling terkait dan menunjang satu dengan lainnya.
Cara pandang pemimpin pembelajaran terhadap sumber daya sekolah ini ada dua macam :
Pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach)
Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Approach)
Pendekatan berbasis kekurangan akan memusatkan pada hal-hal yang mengganggu, apa yang kurang dan sesuatu yang tidak berfungsi dengan baik. Kekurangan yang dimiliki akan mendorong bagaimana kita mengatasi kekurangan tersebut dan hal ini akan berakibat pada perasaan tidak nyaman dan tidak menyadari bahwa masih ada potensi dan peluang yang bisa dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendekatan berbasis asset menekuni kekuatan berfikir positif, menemukenali potensi yang ada untuk untuk pengembangan diri. Pendekatan ni menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berfikir, dan memusatkan pada hal-hal yang sudah berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi untuk lebih dikembangkan.
Pendekatan berbasis asset ini selaras dengan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Konsep IA menekankan bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat berkontribusi pada keberhasilan. Dalam inplementasinya. IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki oleh organisasi.
Sekolah adalahj sebuah komunitas, dan menurut Bank of I.D.E.A.S. (2014), bahwa karakteristik komunitas yang sehat dan relisient adalah sebagai berikut :
Mempraktikkan dialog yang berkelanjutan dan partisipasi masyarakat
Menumbuhkan komitmen terhadap tempat
Membangun koneksi dan kolaborasi
Mengenal dirinya sendiri danmmembangun asset yang ada,
Membentuk masa depannya
Bertindak dengan ide dan peluang
Merangkul perubahan dan bertanggungjawab
Menghasilkan kepemimpinan.
Sebagai sebuah komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk dapat dimanfaatkan dengan pendekatan berbasis asset. Modal utama berupa 7 aset adalah sebagai berikut :
Modal Manusia,
Modal Sosial,
modal politik,
modal agama dan budaya,
modal fisik,
modal lingkungan/alam,
modal finansial.
2)Topi merah: Gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok.
Sangat senang. Adalah perasaan yang ada pada saat mempelajari modul ini. Beberapa hal baru yang membuka cara pendekatan berfikir yang semula pasrah dengan keadaan (deficit-based approach), menjadi paradigma berfikir dengan memanfaatkan kekuatan dan potensi yang ada (Asset-Based Approach).
Semakin bersemangat lagi pada sesi Forum Diskusi Kelompok yang secara Bersama-sama menggali potensi asset yang ada di luar sekolah. Ternyata ada banyak sekali sumber kekuatan diluar sekolah yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran yang berkualitas dan berpihak pada murid.
Ruang kolaborasi memberikan banyak sekali pengalaman baru mengambil dari paparan yang disampaikan oleh kelompok yang berasal dari daerah lain,. Baik berupa ide-ide baru maupun kegiatan yang saat ini sedang dilakukan. Melalui penguatan dari fasilitator semakin yakin bahwa sangat penting menemukenali asset yang ada dengan dengan memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk semakin meningkatkan kualitas pembelajaran yang bermakna dan berpihak kepada murid.
3) Topi kuning: Tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut.
Hal-hal positif dari topik ini adalah dengan pendekatan berfikir berbasis asset/kekuatan (Asset-Based Approach) kita akan menjadi pemimpin pembelajaran yang senantiasa mempunyai visi kedepan untuk selalu berkembang dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki sekolah. Pendekatan berfikir berbasis asset/kekuatan (Asset-Based Approach) akan menjalin hubungan positif dan saling ketergantungan dalam komunitas untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4)Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas.
Pemimpin Pengelolaan Berbasis Sumber Daya adalah hal baru, perlu pendalaman dan perubahan paradigma berfikir bahwa asset yang ada mempunyai potensi yang bisa dimaksimalkan untuk menunjang pembelajaran, tidak semua komponen yang ada peduili dengan pendidikan disekolah, utamanya asset yang ada diluar lingkungan sekolah, perlu pendekatan intensif untuk merubahnya untuk menjadi kesepahaman meningkatkan mutu pembelajaran adalah tanggungjawab semua pihak.
5)Topi hijau: Jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut.
Ide-ide yang muncul setelah mempelajari modul ini adalah dimulai darilangkah awal untuk Bersama-sama dalam komunitas sekolah untuk menemukenali asset yang ada disekolah untuk dimaksimalkan potensinya dalam penerapan pembelajaran. Langkah selanjutnya sekolah bersama-sama unsur yang ada diluar sekolah menginventarisasi asset yang ada diluar sekolah bersert potensi yang dimilikiya untuk bejkerjasama dama peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
6)Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kesimpulannya adalah sebagai sebuah ekosistem sekolah mempunya berbagai komponen yang merupakan asset yang masing-masing mempunyai kekuatan untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Pemanfaatan sumber daya didahului dengan berfikir berbasis kekuatan sehingga guru sebagai pemimpin pembelajaran senantiasa berfikir positif untuk mengembangkan diri, menemukenali hal-halpositif dalam kehidupan dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berfikir, memusatkan perhatian pada hal-hal yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi positif.
Dan sebagai guru penggerak adalah sebuah kewajiban bagaimana kita memulai untuk bergerak menjadi pemimpin dalam pengelolaan sumberdaya sehingga tergerak untuk Bersama-sama dalam pengembangan sekolah untuk meningkatkan kualitas belajar murid.
Sekolah adalah sebuah ekosistem yang berisi beberapa komponen yang saling berhubungan, keterkaitan dan ketergantungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu
Sebuah ekosistem sekolah terbentuk sebuah interaksi antara factor biotik (unsur yang hidup) dan abiotic (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Faktor biotik akan saling mempengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu dengan lainnya.
Faktor biotik itu diantaranya adalah Murid, Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua murid, masyarakat sekitar, dan Dinas terkait.
Sedangkan factor abiotik juga berperan penting dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Diantaranya adalah : keuangan, sarana dan prasarana, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Di sekolah seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada pada masing-masing komponen, sehingga tercipta hubungan yang saling terkait dan menunjang satu dengan lainnya.
Cara pandang pemimpin pembelajaran terhadap sumber daya sekolah ini ada dua macam :
Pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach)
Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Approach)
Pendekatan berbasis kekurangan akan memusatkan pada hal-hal yang mengganggu, apa yang kurang dan sesuatu yang tidak berfungsi dengan baik. Kekurangan yang dimiliki akan mendorong bagaimana kita mengatasi kekurangan tersebut dan hal ini akan berakibat pada perasaan tidak nyaman dan tidak menyadari bahwa masih ada potensi dan peluang yang bisa dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendekatan berbasis asset menekuni kekuatan berfikir positif, menemukenali potensi yang ada untuk untuk pengembangan diri. Pendekatan ni menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berfikir, dan memusatkan pada hal-hal yang sudah berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi untuk lebih dikembangkan.
Pendekatan berbais asset ini selaras dengan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Konsep IA menekankan bahwa setiaporang memiliki inti positif yang dapatberkontribusi pada keberhasilan. Dalam inplementasinya. IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki oleh organisasi.
Koneksi Antar Materi
1.Kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan ‘Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya’ dan bagaimana mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.
Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah pemimpin yang dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam komunitasnya untuk lebih berdayaguna sehingga dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan dengan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pengelolaan sumber daya pemimpin pembelajaran dapat menemukenali potensi-potensi kekuatan yang ada dikelas baik komponen biotik dan abiotic. Adanya saling keterkaitn dan saling menunjang satu sama lain kekuatan yang ada disekolah dan dimasyarakat dimanfaatkan sebagai pendukung. Jalinan Kerjasama dengan masyarakat akan memudahkan pencapain tujuan pembelajaran karena ada kontribusi positif.
2. Contoh bagaimana hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas.
Pengelolaan sumber daya yang tepat dimulai dari identifikasi potensi yang ada pada masing-masing asset, dari masing-masing potensi yang ada selanjutnya dikelola sesuai dengan fungsi sehingga tercipta hubungan yang saling mendukung.
Contohnya adalah kebutuhan belajar murid dapat dipenuhi dengan potensi sumber daya yang ada. Salah satu kebutuhan belajar murid adalah Minat Murid. Salah satu area minat/kegemaran adalah minat kerajinan atau kriya. Selain sumber daya yang ada disekolah, kita dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dimasyarakat dengan mengundang ke sekolah untuk menjadi pembimbing dalam kegiatan ekstrakurikuler.
3.Berikan beberapa contoh bagaimana materi ini juga berhubungan dengan modul lainnya yang Anda dapatkan sebelumnya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.
a.Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara :
Pembelajaran yang berkualitas bisa dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekolah dan masyarakat sehingga dapat terpenuhi kebutuhan belajar murid sesuai dengan minat dan bakatnya. Filosofi Ki Hajar Dewantara menampatkan murid adalah pribadi utuh yang mempunyai kodrat alam yang memposisikan guru sebagai penuntun untuk memaksimalkan bakat dan minat yang ada pada murid disesuaikan dengan sumberdaya/asset yang ada disekitarnya(kodrat zaman)
b.Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
Salah satu peran guru penggerak adalah peminpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran guru dapat memaksimalkan potensi sumber daya yang ada untuk memenuh kebutuhan belajar murid untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid. Dengan memaksimalkan 7 aset yang ada di sekitar sekolah, maka guru dapat menjalankan perannya sebagai guru penggerak.
c.Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
Visi perubahan seperti dikutif dari : ~ Roland Barth, “Improving schools from within ” (1990) “Perubahan di sekolah dapat diinisiasi oleh pihak luar, tetapi perubahan yang paling penting dan berkesinambungan akan datang dari dalam.” Visi perubahan dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik.Pemikiran pendekatan berbasis asset akan menyelaraskan kekuatan kekuatan yang dengan visi sekolah impian dan visi setiap warga sekolah
d.Modul 1.4 Budaya Positif
Salah satu asset yang dimiliki sekolah adalah guru dan murid. Budaya positif akan menciptakana suasana pembelajaran yang kondusif dan berpihak pada murid. Budaya positif dimulai dari cara berfikir positif dengan pendekatan berbasis asset untuk memaksimalkan potensi asset yang ada disekolah dan sekitarnya.
e.Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid
Kebutuhan belajar murid adalah readiness (kesiapan belajar murid), minat dan profil atau gaya belajar murid. Kebutuhan belajar murid dapat dipenuhi dengan memetakan potensi asset yang ada disekolah dan masyarakat. Potensi asset yang beragm ini dapat diaplikasikan dengan pembelajaran berdiferensiasi.
f.Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Penerapan pembelajaran sosial emosional akan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman karena adanya hubungan yang selaras, saling membutuhkan dan saling mendukung asetmanusia yang ada di sekolah untuk mencapai ketercapaian kompetensi akademik di sekolah.Pengembangan pembelajaran sosial emosional akan meningkatkan kompetensi : yaitu: 1) Kesadaran diri, 2) Manajemen Diri, 3) Kesadaran Sosial, 4) Keterampilan Berelasi, dan 5) Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab.
g.Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin
Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin pembelajaran sangat dibutuhkan kemampuan yang memadai. Karena keputusan akan berpengaruh pada tujuan pembelajaran disekolah. Pengambilan keputusan berbasis pada nilai-nilai kebajikan akan terjadi apabila guru sebagai pemimpin pembelajaran paham betul dengan potensi dan karakter aset yang ada disekolah.
4.Hubungan antara sebelum dan sesudah saya mengikuti modul ini, serta pemikiran apa yang sudah berubah di diri saya setelah mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini.
Sebelum mempelajari modul ini saya belum mengetahui identifikasi asset yang bisa mendukung tercapainya visi dan misi sekolah. Modul ini memberikan wawasan cara berfikir dengan dua pendekatan yaitu pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-Based Approch) dan pendekatan berbasis asset/kekuatan ( Asset-Based Approach).
Pendekatan berbasis kekurangan akan membawa kita pada pemiiran bagaimana kita menutupi kekurangan yang ada atau menyelesaikan masalah yang ada, perhatian hanya pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik, sehingga melupakan potensi asset yang sebenarnya bisa dimanfaatkan.
Pendekatan berbasis kekuatan berpusat pada bagaimana cara menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berfikir, memusatkan apa yang sudah berjalan dengan baik, yang menjadi potensi positif untuk lebih dikembangkan.
Setelah mengikuti proses pembelajaran modul terjadi perubahan dengan cara berfikir saya bahwa jangan menyerah dengan keadaan yang ada. Saya mulai menerapkan bahwa setiap asset mempunyai potensi yang bisa dikembangkan untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Sumber Belajar : Program Pendidikan Guru Penggerak Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya
Penulis modul:Dr. Siti Suharsih, S.S., M.Pd,Yuni Widiastuti, S.Si, M.Psi.T
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Tiloka memberikan ruang bagi perserta didik untuk bertumbuh secara utuh agar mampu menempatkan dirinya dan orang lain ( merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir), kekuatan diri ( kodrat) yang dimiliki, cakap mengatur hidupnya tanpa diperintah orang lain.
Pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan budi pekerti, menempatkan guru menjadi pribadi yang Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Guru harus mampu menjadi orang tua, dan sahabat. Guru harus menjadi contoh yang digugu dan ditiru, selalu berada ditengah peserta didiknya untuk memberikan semangat dan ide untuk berkarya serta selalu mendorong menuju tujuan yang benar.
“ Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Bob Talbert)
Pendidikan adalah sebuah proses sintematis dan terencana. Sebagai pendidik dan sebagai orang tua kita tidak hanya fokus memberi materi pembelajaran dan mengasah kecerdasan intelegensi anak, tetapi juga mengajarkan bagaimana mereka mengasah dan menerapkan kecerdasan spritual, agar mampu membedakan baik dan buruk, penuh kasih sayang, berkarakter. agar memiliki kecerdasan emosional, intelegensi, dan sosial.
Guru adalah penuntun muridnya untuk memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya, dan sebagai pemimpin pembelajaran segala keputusan yang diambil harus selalu ada keberpihakan kepada murid, mengandung kebenaran yang universal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel
“ Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.”
Dapat diartikan bahwa Pendidikan merupakan suatu proses menuntun siswa dengan penguatan karakter, norma -norma sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya. Generasi yang akan datang adalah cerminan pendidikan saat ini yang kita ukir seperti membuat maha karya terbaik yang akan mewarnai negeri ini di masa depan.
Guru adalah pendidik yang mempunyai kompetensi diri yang ideal, mengerti dan mampu melaksanakan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Selanjutnya dengan kompetensi yang dimiliki tersebut, guru bisa menjadi pemimpin pembelajaran di kelasnya, membentuk kepemimpinan murid, menjalin kerjasama dengan lingkungan dan menjadi penggerak pada komunitas dimana dia berada
Ki Hajar Dewantara dengan sistem Among menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra setara peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa harus yang dilakukan?, Salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid.
Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.
Pembelajaran berdiferensiasi yang diintegrasikan dengan pembelajaran social dan emosional memberikan pengalaman menarik karena memberikan dampak positif dalam peningkatan minat belajar murid, guru berkemampuan untuk memahami perasaan, emosi dan nilai-nilai diri sendiri, dengan kesadaran penuh (mindfulness) sehingga lebih focus menjadi pemimpin pembelajaran di kelas, bagaimana mengelola kelas dengan memahami sudut pandang dan berempati dengan murid yang mempunyai kebutuhan belajar dengan latar belakang social yag berbeda, sehingga guru sebagai pemimpin pembelajaran maupun sebagai Kepala Sekolah dalam dalam setiap pengambilan keputusan selalu ada keberpihakan kepada murid, mengandung kebenaran universal dan nilai-nilai keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Baik secara moral maupun secara hukum.
Kesimpulan dan Rangkuman dari pembelajaran proses perjalanan pembelajaran saya sampai dengan modul 3.1. Pengambilan Keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Tiloka memberikan ruang bagi perserta didik untuk bertumbuh secara utuh agar mampu menempatkan dirinya dan orang lain ( merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir), kekuatan diri ( kodrat) yang dimiliki, cakap mengatur hidupnya tanpa diperintah orang lain. Sebagai pemimpin pembelajaran guru harus mampu memenuhi kebutuhan belajar murid sehingga pada setiap pengambilan keputusan selalu berpihak pada murid mengandung kebenaran unversal dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Proses pengambilan keputusan harus berdasar pada keterampilan sosial emosional sehingga dapat menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab, dengan kompetensi kesadaran diri (self awareness), manajemen diri (self management), menumbuhkan empati (social awareness) dan bagaimana menghargai orang lain (relationship skills) akan menjadikan pribadi yang dapat memberikan dorongan secara moril maupun materil bagi semua warga sekolah dan murid-murid. Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri pendidik akan mewarnai setiap pengambilan keputusaan Nilai kejujuran, integritas sebagi pendidik akan tercermin dalam keteladanan dan kebijakan yang diambil dalam setiap pengambilan keputusan.
3.Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan atas pengambilan keputusan tersebut Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Keterampilan coaching wajib dimilikioleh guru sebagai pendidik. Hal ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan. Pendampingan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) oleh fasilitator sangat efektif membantu pemahaman saya dalam pengujian pengambilan keputusan. Beberapa contoh praktik coaching yang baik memberi gambaran untuk dapat diterapkan di sekolah. Teknik coaching dengan kemitraan membuat adanya kesetaraan menimbulkan rasa nyaman pada diri coachee
sehingga coachee lebih leluasa untuk menyampaikan semua pendapat dan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya, dapat menemukan solusi yang sesuai karena coach mampu menjadi pendengar yang baik. Hal ini penting karena pada akhirnya menciptakan situasi kondusif dan dapat meningkatkan kompetensi peserta didik dan tenaga pendidik.
4.Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari sosial emosional sangat mempengaruhi pengambilan keputusan.. Sosial emosional akan menumbuhkan empati dan simpati bagi kita sebagai pendidik. Dengan kesadaran sosial emosional guru merasakan apa yang dibutuhkan murid, dan kita dapat mengidentifikasi permasalahan dengan bijaksana, sehingga dalam pengambilan keputusan selalu berpihak pada murid. Sebagai pemimpin pembelajaran setiap keputusan harus berpihak pada murid, berbasis etika dan nilai kebajikan dengan berpedoman pada 4 paradigma dilema etika, berpegang pada 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan keputusan.
5.Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika akan semakin mampu mengidentifikasi dan memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dengan keterampilan sosial emosional akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut. Selain itu pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika juga dapat melatih ketajaman dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat dengan jelas membedakan antara dilemma etika atau bujukan moral. Keputusan yang diambil akan semakin akurat dan menjadi keputusan yang berpihak kepada murid, mengandung kebenaran yang universal dan dapat dipertanggungjawabkan.
6.Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Keputusan yang tepat akan diterima oleh semua pihak akan menciptakan kondisi lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Keputusan yang kita ambil akan dijunjung tinggi dan dilaksanakan sehingga berdampak pada situasi sekolahyang kondusif sehinggatercipta pembelajaran yang aman dan nyaman bagi siswa. Sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik dan dapat mengembangkan potensinya.
7.Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Prinsip penyelesaian dilema etika: 1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), 2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), 3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), adalah prisip yang bisa digunakan sebagai perinsip penyelasaian kasus dilema etika, tidakada prinsip yang paling baik tergantung jenis kasus, tempat, siapa yang terlibat didalamnya dan waktu kasus itu terjadi.Yang pasti adalah setiap keputusan selalui ada pihak yang belum tarakomodir kepentingannya. Dan inilah yang menjadi tantangan. Namun dengan 4 paradigma dilema etika, dengan 3 prinsip pengambilan keputusan, serta 9 konsep pengambilandan pengujian keputusan akan merubah paradigma pengambilan keputusan dilingkungan saya.
8.Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran memerdekakan murid -murid adalah mengacu kepada kebutuhan belajar murid. Dengan keputusan yang berpihak pada pemenuhan kebutuhan belajar murid, diharapkan murid akan bertumbuh sesuai dengan minat dan bakatnya, akan sukses dengan bidangnya masing-masing, bahagia karena sesuai dengan apa yang diinginkannya dan bertanggungjawab akan apa yang menjadi pilihannya. Dengan kata lain semua pengambilan keputusan harus berpihak pada murid, dan guru berfungsi untuk memfasilitasi, memoles bakat dan minat yang sudah ada.
9.Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Setiap pengambilan keputusan akan membawa dampak kepada murid, baik jangka pendek maupun jangka Panjang. Guru adalah pribadi utuh yang menjadi contoh bagi murid-muridnya, bagaimana kelak murid -murid berpikir dan berpijak. Bagaimana dia mengambil keputusan di masyarakat dikemudian hari. Pengambilan keputusan bagi seorang pendidik harus keputusan yang tepat, walaupun adakalanya berbenturan dengan peraturan yang telah disepakati, namun yang utamanya adalah keputusan itu berpihak kepada murid sebagaimana tujuan peraturan itu dibuat.
10.Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan akhir yang saya peroleh dari pembelajaran materi ini dan keterkaitannya dengan modul sebelumnya adalah pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh guru dengan berpedoman pada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran. Guru sebagai pemimpin pembelajaran secara sadar mengambil keputusan bijak, mengacu pada kesepakatan kelas, keyakinan kelas untuk mewujudkan karakter dan budaya positif sekolah. Kemampuan sosial emosional juga sangat penting dalam pengambilan keputusan Pembelajaran diferensiasi merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan belajar siswa karena dengan pembelajaran berdiferensiasi, kebutuhan murid terpenuhi sesuai bakat, minat dan kecenderungan gaya belajarnya.
11.Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Dalam modul ini saya mempelajari konsep paradigma pengambilan keputusan ada 4, yaitu: Individu lawan masyarakat, kebenaran lawan kesetiaan, keadilan lawan belas kasihan jangka pendek lawan jangka panjang, 3 prinsip pengambilan keputusan (berfikir berbasis akhir, berfikir berbasi aturan, berfikir berbasis rasa peduli), dan 9 tahapan pengambilan dan pengujian keputusan (mengenali bahwa ada nilai-nilai yang salingbertentangan, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini, pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola), pengujian paradigma benar atau salah, prinsip pengambilan keputusan, investigasi tri lema, buat keputusan, meninjau kembali keputusan dan refleksikan
Hal yang menurut saya diluar dugaan adalah bahwa ternyata ada proses yang sangat Panjang sebelum sebuah keputusan itu ada. Ada keterkaitan unsur lain yang harus dipertimbangkan, sehingga keputusan yang dihasilkan benar-benar mengandung kebenaran universal dan dapat dipertanggungjawabkan.
12.Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Sebelum mempelajari modul ini saya pernahmengambil keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilemma, namun keputusan itu tidak melaluikajian-kajian khusus, berbeda dengan sekarang setelah mempelajari modul ini, harus mengacu pada 4 paradigma dilemma etika, dan 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan.
13.Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Mempelajari konsep ini membawa dampak yang luar biasa pada diri saya, sebelum belajar modul ini keputusan saya ambil berdasarkan pertimbangan seperlunya saja, bagaimana enaknya saja, sehingga adakalanya keputusan tersebut menimbulkan suasana tidak baik. Tetapi dengan mempelajari modul ini saya lebihyakin dalam membuat keputusan, karena ada tahapan-tahapan pengujian yang bisa digunakan sebelum keputusan dibuat.
14.Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Bagi saya materi pada modul 3.1 sangat penting. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dan sebagai warga sekolah banyak keputusan yang akan dikeluarkan akan mewarnai perjalanan sekolah untuk mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila. Sebagai Kepala Sekolah akan sangat membantu dalam pembuatan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada keberpihakan kepada murid, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tercipta lingkungan poembelajaran yang kondusif, aman nyaman, untuk siswa.
Perencanaan Berbasis Data (PBD) adalah bentuk pemanfaatan data pada platform Rapor Pendidikan sebagai bentuk intervensi satuan maupun dinas pendidikan maupun pemerintah daerah terhadap mutu dan capaian pendidikannya dan bertujuan untuk mencapai peningkatan serta perbaikan mutu pendidikan yang berkesinambungan.
Tujuan
Perencanaan Berbasis Data (PBD) bertujuan untuk memberikan perbaikan pembelanjaan anggaran serta pembenahan sistem pengelolaan satuan pendidikan yang efektif, akuntabel dan konkret. Selain itu, Perencanaan Berbasis Data (PBD) juga disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan atau dinas berdasarkan identifikasi masalah yang berasal dari data pada platform Rapor Pendidikan, yang kemudian mendorong satuan pendidikan dan dinas pendidikan untuk melakukan pembenahan melalui penyusunan kegiatan peningkatan capaian berdasarkan hasil identifikasi dan refleksi terhadap capaian di Rapor Pendidikan dan kondisi lapangan. Terdapat 3 langkah sederhana dalam proses Perencanaan Berbasis Data (PBD), yaitu Identifikasi, Refleksi, dan Benahi (IRB)
Mangapa Perencanaan Berbasis Data?
Salah satu tantangan dalam peningkatan kualitas satuan pendidikan adalah mengubah pola pikir dalam menyusun perencanaan program pembelajaran bahwa perencanaan tanpa berdasarkan data yang akurat bisa jadi tidak benar-benar membenahi akar masalah yang sebenarnya.
Misalnya kemampuan literasi yang rendah tak selalu disebabkan kurangnya jumlah koleksi buku di sekolah bisa jadi meskipun pengadaan buku terus dilakukan setiap tahun ternyata kemampuan literasi siswa belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Kemudian bagaimana sekolah dapat mencari akar masalah dan merencanakan kegiatan yang tepat sasaran berbasis data atau PBD?
PBD adalah proses perencanaan yang menyeluruh dan berkesinambungan dimulai dari mengidentifikas permasalahan yang ada di satuan pendidikan untuk peningkatan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan .
Melalui PBD satuan pendidikan didorong untuk mengubah kebiasaan dari mengambil keputusan berdasarkan asumsi menjadi berdasarkan data dan fakta.
Melakukan PBD ibarat memotret berbagai titik yang perlu dibenahi dan dikembangkan sepanjang proses perencanaan. Potret tersebut membantu satuan pendidikan untuk melihat secara holistik sehingga terhindar dari keputusan yang kurang tepat
Bahwa kemampuan literasi tidak semata-mata disebabkan oleh jumlah koleksi buku di perpustakaan melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi. Hal tersebut tidak akan terpotret tanpa adanya perencanaan berbasis data.
Kegiatan yang bida dilakukan adalah peningkatan kapasitas guru, implementasi asesmen dalam pembelajaran literasi, atau penguatan peran perpustakaan melalui berbagai kegiatan literasi. PBD mendorong satuan pendidikan untuk membuat keputusan berdasarkan data-data yang ada dan membicarakannya dengan berbagai pemangku kepentingan.
Dengan demikian perencanaan tak sekedar memasukkan daftar kegiatan atau penambahan sarana dan prasarana.
Tujuan Perencanaan
Tujuan pendidikan Indonesia adalah mewujudkan profil pelajar Pancasila. Untuk mencapai profil pelajar Pancasila satuan pendidikan perlu melalui peta jalan berupa kurikulum. Sebagai peta jalan kurikulum adalah alat untuk menentukan bagaimana satuan pendidikan mencapai tujuan pendidikan, yaitu profil pelajar Pancasila.
Kurikulum bukan hanya tentang pembelajaran di kelas saja tapi juga soal pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan secara utuh untuk memastikan kualitas pengelolaan dan perencanaan pendidikan,. kita perlu membuat perencanaan
Untuk membuat perencanaan satuan pendidikan kita perlu data, yang berasal dari raport pendidikan. Data pada rapor berasal dari asesmen nasional, inilah potret satuan pendidikan dengan data tersebut kita sudah memiliki data awal untuk mendeteksi berbagai keperluan sebagai bekal membuat perencanaan. Dengan membuat perencanaan berbasis data kita telah ikut berperan untuk mewujudkan tujuan endidikan
Siklus Perencanaan
Dalam perencanaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan : data, identifikasi, refleksi, dan benahi.
Data, kita perlu data penting tentang hal-hal penting,
Identifikasi : Membaca dan mengamati data-data yang ada dan mengidentifikasi masalah yang muncul.
Refleksi : dari data yang telah diidentifikasi kita dapat menemukan akar masalahnya
Benahi : berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan akar masalahnya, maka perencanaan untuk tindakan perbaikan dapat dilakukan.
Mengapa encana itu harus dilakukan. Bagaimana cara melakukannya, kemudian apa dampak baik dari rencana itu dalam profesi kita sebagai kepala satuan pendidikan?
Perencanaan diperlukan untuk terus membenahi dan meningkatkan layanan pendidikan agar semakin berpihak kepada peserta didik. Perencanaan yang efektif adalah perencanaan yang mampu meningkatkan kekuatan dan membenahi kekurangan.
Dari mana kita tahu kekuatan dan kelemahan satuan pendidikan kita? Tentu saja dari rapor pendidikan. Ketika lapor pendidikan digunakan dalam perencanaan maka kita sedang melakukan Perencanaan Berbasis Data.
Bagaimana perencanaan berbasis data atau PBB dilakukan?
Perencanaan dilakukan dengan mengacu kepada rapor pendidikan. Dapat terlihat indikator layanan pendidikan apa saja yang telah tercapai dan indikator apa saja yang masih perlu dibenahi. Ketika kita menghargai data-data yang telah kita miliki dan menggunakannya dalam perencanaan, dampaknya akan sangat besar.
Kita sudah menjadi bagian dalam memastikan terwujudnya pendidikan berkualitas untuk seluruh rakyat Indonesia. Perencanaan berbasis data adalah sebuah perubahan kebiasaan. Perencanaan berbasis data mendorong satuan pendidikan menyusun kegiatan peningkatan capaian pembelajaran berdasarkan bukti.
Langkah yang perlu dilakukan di dalam perencanaan berbasis data ada tiga yaitu melakukan identifikasi, refleksi, dan benahi.
Identifikasi berdasarkan capaian setiap indikator yang ditampilkan di dalam laporan pendidikan diperhatikan indikator mana yang capaiannya perlu ditingkatkan
Langkah kedua refleksi dilakukan dengan mencari tahu akar permasalahan dari indikator yang capaiannya masih rendah dalam tahapan identifikasi
Langkah ketiga Benahi ini dilakukan melalui perumusan program dan kegiatan sebagai solusi untuk mengatasi akar masalah. Hasil dari identifikasi refleksi inilah yang nantinya akan dirumuskan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) sekolah.
Sumber Data
Semua data tersebut telah terolah dengan valid dan reliable. Hasil pengolahan data tersebut telah berada di dalam rapor pendidikan maka dapat disimpulkan bahwa sumber data utama PBD adalah rapor Pendidikan.
Di dalam proses perencanaan satuan pendidikan tidak hanya memanfaatkan sumber data yang telah tersedia di rapor pendidikan melainkan satuan pendidikan juga dapat menggunakan sumber data tambahan. Sumber data tambahan, Kepala Sekolah dapat menggali data tambahan berdasarkan observasi wawancara survei ataupun diskusi bersama murid guru dan warga sekolah lainnya untuk memperkuat data yang telah kita miliki dari Rapor Pendidikan. hasil dari data tambahan tersebut sangatlah membantu satuan pendidikan dalam membuat perencanaan program.
Di rapor pendidikan dapat digunakan oleh satuan pendidikan untuk melakukan refleksi diri dalam menyusun perencanaan selanjutnya perencanaan yang sudah disusun dapat dilaksanakan oleh setiap satuan Pendidikan.
Harapannya setelah dilakukannya evaluasi internal dan merencanakan pembenahan kualitas capaian pembelajaran di setiap satuan pendidikan menunjukkan peningkatan. Pada akhirnya rapor pendidikan pun dapat menunjukkan perubahan yang lebih baik di setiap tahun ajaran.
Ternyata untuk melakukan perencanaan berbagai data di satuan pendidikan Sumber data utamanya adalah rapor pendidikan jika satuan pendidikan membutuhkan data tambahannya maka dapat dengan mudah dikumpulkan dari warga sekolah
Kurukulum adalah kumpulan atau suatu sistem rencana dan pengaturan mengenai bahan pembelajaran yang dapat dipedomani dalam kegiatan belajar mengajar
Dikutip dari Wikipedia :
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja
Kurikulum dimaknai sebagai keseluruhan pengalaman belajar murid, titik awal sampai titik akhir pengalaman belajar.
Peran dan fungsi kurikulum:
mewariskan nilai dan budaya masyarakat yang relevan
mengembangkan sesuatu yang dibutuhkan saat ini dan masa depan
menilai dan memilih sesuatu yang relevan atau kontekstual sebagai kontrol sosial
Mengapa Kurikulum Harus Berubah?
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan zamannya, kurikulum bersifat dinamis dan terus dikembangkan atau di adaptasi sesuai konsep dan karakteristik murid demi membangun kompetensi sesuai kebutuhan mereka ini dan masa depan.
Cara Belajar siswa kita pun sekarang mengalami perubahan jika dahulu referensu sumber belajaradalah perpustakaan dan buku paket, sekarang mereka dengan mudah mencari materi pembelajaran dengan akses internet. Pandangan mereka tentang masa depanpun mengalami perubahan. Jika ditanya soal cita-cita mereka berkeinginan menjadi tentara, dokter, guru, sekarang bergeser menjad- programer komputer, menciptakan aplikasi game, atau youtuber.
Ki Hajar Dewantara : Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Demi menuntun kodrat murid-murid guru harus terus menyesuaikan dengan kebutuhan, belajar terus untuk mengikuti dan memahami trend kehidupan murid .
Kehidupan selalu dinamis, untuk menjawab tantangan zaman kurikulum tidak dapat dipergunakan dalam satu waktu terus-menerus karena dunia terus berubah, maka dunia pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun dan mendidik generasi harus pula turut berubah.
Mengapa Kurikulum Perlu beradaptasi?
Kurikulum yang ditetapkan secara Nasional tidak bisa diterapkan disemua daerah yang mempunyau kultur budaya, kondisi alam yang berbeda. Kurikulum perlu diadaptasi sesuai dengan kondisi geografis dan latar belakang budaya, dan sosiologi dimana sekolah berada. Kurikulum pada sekolah didaerah perkebunan tentu tidak sama dengan kurikulum didaerah pedesaan yang mayoritas penduduknya sebagai nelayan. Demikian juga dengan sekolah yang berada diperkotaan dengan lingkungan industry disekitarnya.
KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN
Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan disusun berdasarkan kurtur budaya, letak geografis, dan kebutuhan masyarakat.
Siswa perlu dilibatkan dalam pembuatan kurikulum. Perlu survey sebekum menentukan kigiatan ekstrakurikuler misalnya, agar relevan dengan kondisi masyarakat setempat. Peran serta masyarakat juga perlu dilibatkan, misalnya narasumber keahlian yang dimilikinya untuk memperkuat projek Profil Pelajar Pancasila
Program peningkatan kompetensi guru juga harus ada dalam penyusunan kurikulum agar selalu mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan zaman.
Prinsip penyusunan kurikulum harus berpusat pada murid, kontekstual, essensial, dan juga akuntabel, melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Kesimpulannya adalah walaupun Kemendikbud ristek sudah menyiapkan contoh kurikulum operasional sebagai inspirasi dan pembelajaran tapi bukan berarti kita tidak bisa mengembangkannya mari kita kembangkan sesuai dengan konteks satuan pendidikan masing-masing dokumen kurikulum operasional satuan pendidikan sangat dinamis mengikuti perubahan dan kebutuhan.
Dokumen ini dapat diperbaharui secara berkesinambungan menjadi referensi dalam keseharian, direfleksikan dan terus dikembangkan
Bagaimana, apakah kita sudah siap menyusun dan mengembangkan kurikulum dalam pembelajaran Selamat guru hebat salam dan bahagia