Senin, 19 September 2022

Nilai-Nilai Guru Penggerak

 


Kehadiran  nilai -nilai  positif  dalam  diri  seseorang  akan  membantu  mereka mengambil  posisi  ketika  berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak

Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan mengelola perubahan. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan  dalam  konteks  lain  atau  sistem  lain  yang  lebih  besar.

Setiap perubahan  berarti  datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang  harus  dipahami,  didamaikan.  Guru  Penggerak  perlu  “membangun  keselarasan  atau  koherensi”  secara  efektif  untuk  menuntun  yang  lain  melampaui  perbedaan  dan  menerima perbedaan yang muncul ke permukaan



1. Berpihak pada Murid

 Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan  kepentingan murid. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan  yang ada untuk  menyediakan  suasana  belajar dan  proses  pembelajaran  yang  positif  serta berkualitas bagi muridnya.

Segala hal yang Guru Penggerak lakukan, harus mengesampingkan  kepentingan  diri  sendiri,  maupun  pihak  lain,    Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  ini,  akan  selalu  berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan muridnya, seperti:

  •  “apa yang murid butuhkan?”,
  •  “apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?”, 
  • “bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?”, 



2. Mandiri

Guru Penggerak harus terus belajar dan belajar untuk meningkatkan kompetensi dirinya..  Ini  juga  berarti  seorang  Guru  Penggerak  harus senantiasa  memampukan  dirinya  sendiri  dalam  melakukan  aksi  serta  berkenan mengambil  tanggung  jawab  dan  turun  tangan  untuk  memulai  perubahan.  Guru Penggerak  yang  mandiri  termotivasi  untuk  mengembangkan  dirinya  tanpa  harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. 

Seyogyanya,  dalam  membawakan  perubahan  yang  positif,  pendidik  perlu memahami  psikis-fisik-etis-estetis  manusia  dan  pedagogis  (pendidikan  anak).  Hal  itu selaras  dengan  Ki  Hadjar  Dewantara  yang  menyatakan  bahwa  seorang  guru  harus menguasai lima ilmu yaitu:

  •  ilmu hidup batin (psikologis), 
  • ilmu hidup jasmani (fisiologis),
  •  ilmu  kesopanan  (etika), 
  •  ilmu  keindahan  (estetika),  dan 
  •  ilmu  pendidikan  (pedagogis) . 

Dengan demikian, Guru Penggerak harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga  makin menguasai dan makin ahli  dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki  daya lenting  dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil  kerja  mereka.  Mereka  beranjak  dari  “kekaburan  dan  ketidaktepatan”  menuju  “keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka

3. Reflektif

Selalu memaknai  pengalaman  yang  terjadi  di sekelilingnya,  baik  yang  terjadi  pada  diri  sendiri  maupun  pihak  lain  secara  positifapresiatif-produktif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman sebagai  pembelajaran  untuk  menuntun  dirinya,  murid,  dan  sesama  dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu  ke waktu.

Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  reflektif,  memiliki  daya  saing  yang  tinggi karena mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan potensi dan  upaya  diri  mereka  sendiri.  Dengan  begitu,  mereka  terus  mengupayakan peningkatan  efikasi  dirinya,  bagaimana  mendorong  dirinya  untuk  membuat  pilihan-pilihan masuk akal dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta  bergeser dari  dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri yang bersifat internal.

Refleksi  yang  baik  dapat  membantu  mengubah  pengalaman  menjadi  proses  pembelajaran  yang  memberdayakan  baik  individu  maupun  kelompok  dalam meningkatkan  dan  mengungkap  potensi  mereka. model refleksi yang dapat diadopsi dan mulai dibiasakan untuk dilakukan.

Model Refleksi

Model refleksi 5M
Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan (2013)). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut:
  1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
  2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
  3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
  4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
  5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang
4. Kolaboratif

 Guru  Penggerak  mampu  senantiasa membangun  daya sanding, memperhatikan pentingnya  salingtergantung yang positif terhadap seluruh pihak  yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai  tujuan  pembelajaran.  Guru  Penggerak  diharapkan  mampu mengomunikasikan  kepada  semua  pihak  mengenai  pentingnya  keberpihakan  pada murid.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya  dan  saling  menghargai,  serta  mengakui  dan  mengelola  kekuatan  serta perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat  pembelajaran tim. 

 5. Inovatif

Guru  Penggerak  mampu  senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga mengisyaratkan  penguatan  semangat  ko-kreasi  (gotong-royong)  dan  pemberdayaan aset/kekuatan  yang  ada  di  sekolah  untuk  mewujudkan  visi  bersama.  

Agar nilai inovatif muncul, maka diperlukan fleksibilitas  (daya lentur) dari seorang Guru Penggerak. Mereka berkenan mengadopsi multiperspektif,  mencari  dan  membuat  alternatif,  mengubahsuaikan  gaya  dan kecenderungan lama, untuk mewujudkan perubahan dan bergeser dari  pandangan yang ego-sentris serta sempit menuju pandangan-pandangan alternatif dan luas. Guru  Penggerak  yang  mempunyai  nilai  inovatif  juga  pantang  menyerah  (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Tehnologi
Program pendidikan Guru Penggerak
Aditya Dharma, S.Si, M.B.A.

Sabtu, 17 September 2022

Membentuk Kepemimpinan Murid (Student Agency) dalam Pembelajaran





Salah satu peran Guru Penggerak adalah membentuk kepemimpinan murid ( student Agency). Diperlukan strategi khusus dalam hal ini, guru harus menguasai karakter murid-muridnya, membentuk lingkungan belajar yang berpihak pada murid.

UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum  Pasal  1,  No.1,  menyatakan:  “Pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”  

Pernyataan  tersebut merupakan  penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam.

Murid hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam merancang sebuah program atau kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, sebagai guru kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran sehingga potensi murid dapat dikembangkan secara maksimal. Konsep kepemimpinan murid berakar pada bahwa setiap murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid, guru berupaya mendorong murid-murid untuk mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka sendiri.

 Dalam pembentukan kepemimpinan murid peran guru  lebih sebagai pendamping siswa dalam mengembangkan potensi kepemimpinan murid. Guru harus mampu untuk mengurangi dominasi terhadap murid, dan mendorong murid untuk memiliki kebebasan yang terkontrol atas diri mereka sendiri.

Saat murid sudah dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran, hubungan guru dengan murid tentu saja akan mengalami perubahan. Hubungan yang terjalin akan lebih bersifat kemitraan. Guru dapat membangun suasana yang menghargai murid, mendengarkan murid dengan tulus dan perhatian, membangun pemahaman lewat dialog atau komunikasi dengan murid dan menempatkan murid pada posisi kemudi dalam proses pembuatan keputusan.

 Tiga aspek pada murid yang harus digali dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid meliputi :

  1.  suara (voice),
  2.  pilihan (choice) dan
  3.  kepemilikan (ownership). Suara (choice)

Dapat digambarkan sebuah kondisi dimana guru tidak hanya memberikan kesempatan kepada murid untuk mengomunikasikan ide atau pendapat tetapi bagaimana seorang guru dapat memberdayakan murid-muridnya agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sebuah perubahan. Pilihan murid (choice) merupakan sebuah upaya mendorong murid-murid untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.

Menurut Bandura (1997) memberikan murid pilihan dapat meningkatkan motivasi dan otonomi murid yang memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid. Kepemilikan dalam belajar (ownership) mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, minat pribadi seseorang dalam sebuah proses pembelajaran. Saat murid terhubung secara fisik, kognitif, sosial emosional dengan apa yang dipelajari terlibat aktif dan menunjukkan minat yang tinggi dalam proses pembelajaran kita dapat menyimpulkan bahwa kepemilikan dalam belajarnya (ownership) tinggi. 

Selain suara pilihan dan kepemilikan murid ada hal yang tidak kalah penting untuk kita perhatikan yaitu tentang karakteristik lingkungan yang mendukung terciptanya kepemimpinan murid. Ada beberapa karakterisktik lingkungan yang dapat kita siapkan dalam upaya pengembangan kepemimpinan murid. Seperti lingkungan yang dapat menyediakan kesempatan untuk murid mengembangkan pola pikir positif dan merasakan emosi positif. Lingkungan yang mengembangkan ketrampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik dan non-akademiknya.

Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri sesama serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu kelompok maupun golongan. Lingkungan yang berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. Dan lingkungan yang dapat menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit ditengah kesempatan dan kesulitan.

Salam Perubahan.

Tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Perbaikan dan masukan silakan tulis dikolom komentar.

Salam Guru Penggerak


Referansi Materi : 

Jumat, 09 September 2022

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 - Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 


Prinsip dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi dasar pelaksanaan pendidikan di  Indonesia, dimana pendidikan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang merdeka, leluasa dalam mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya.

Pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan budi pekerti, menempatkan guru menjadi pribadi yang Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Pendidik berperan sebagai sosok dewasa yang menuntun dan mengarahkan agar peserta didik dapat menemukan jati diri peserta didiknya.

Ing Ngarsa Sung Tuladha , artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam kutipan dan perbuatannya.

 Ing Madya Mangun Karsa , artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

Tut Wuri Handayani , artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus membimbing, menopang dan menunjuk arah yang benar-benar bagi hidup dan karya anak didiknya.

Pendidikan adalah dasar fundamental yang menjadi arah kemana pribadi siswa kedepan akan terbentuk. Dan guru memegang peran penting dalam hal ini.
Guru adalah sosok inspirator bagi siswa dan siswinya di mata murid guru adalah pribadi yang sempurna karena apa yang dilakukan guru akan dicontoh oleh muridnya. Menjadi inspirator, Fasilitator dan motivator untuk murid-muridnya.

Ki  Hadjar  Dewantara  (KHD)  membedakan  kata  Pendidikan  dan  Pengajaran  dalam memahami arti dan  tujuan Pendidikan.

a.  a.  Pengajaran  (onderwijs) adalah  bagian dari Pendidikan.

Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu  atau  berfaedah  untuk  kecakapan  hidup  anak  secara  lahir  dan  batin. 

b.  Pendidikan  (opvoeding)  memberi  tuntunan  terhadap  segala  kekuatan  kodrat  yang  dimiliki  anak  agar  ia  mampu  mencapai  keselamatan  dan  kebahagiaan  yang  setinggi-tingginya  baik  sebagai  seorang  manusia  maupun  sebagai  anggota  masyarakat.

Jadi menurut  KHD  (2009),  “pendidikan  dan  pengajaran  merupakan  usaha  persiapan  dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat  maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD  memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka  pendidikan  menjadi  salah  satu  kunci  utama  untuk  mencapainya.  Pendidikan  dapat  menjadi  ruang  berlatih  dan  bertumbuhnya  nilai-nilai  kemanusiaan  yang  dapat diteruskan atau diwariskan.

Pembelajaran tidak lepas juga dari asas Tri-Kon Ki Hajar Dewantara, yang terdiri dari tiga asas yang berawalan  – kon. Yaitu yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris Kontinyu berarti belajar dilakukan secara terus menerus, konvergen berarti materi pembelajaran dari berbagai sumber dan konsentris berarti  pengembangan pendidikan yang dilakukan harus berdasarkan kepribadian kita sendiri

 Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk  bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin)  dan  menjadi  mandiri  (merdeka  lahir).  Kekuatan  diri  (kodrat)  yang  dimiliki,  menuntun  murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.




1.   Pendidikan Yang Menuntun

Pendidikan yang menuntun dapat dianalogikan sebagai seorng petani yang menanam bibit jagung. Jagung akan tumbuh subur apabila disemai pada lahan yang subur, dengan pengairan yang cukup, serta perawatan yang  baik dari pak tani, walaupun jagung tersebut berasal dari bibit yang kurang baik.

Sebaliknya sebaik apapun bibit jagung jika ditanan dilahan yang gersang, tanpa sinar matahari, tidak ada perawatan dari pak tani, maka jagung tersebut tidak akan tumbuh dengan baik.

Petani adalah guru, dan bibit jagung adalah murid. Petani tidak bisa merubah jagung menjadi padi. Petani hanya bisa merawat agar jagung tumbuh dengan baik.

2.     Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan  kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana  anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

Pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Pendidikan sat ini menuntut anak untuk tanggap dengan perkembangan tehnologi yang begitu cepat, tetapi dengan kodrat alam anak harus mampu menyesuaikan diri dan berpegang teguh terhadap kultur budaya lingkungan yang mereka miliki.

 

3.     Budi Pekerti

Budi  pekerti,  atau  watak  atau  karakter  merupakan  perpaduan  antara  gerak  pikiran,  perasaan  dan  kehendak  atau  kemauan  sehingga  menimbulkan  tenaga. Budi  pekerti  juga  dapat  diartikan  sebagai  perpaduan  antara  Cipta  (kognitif),  Karsa  (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).

Lebih  lanjut  KHD  menjelaskan,  keluarga  menjadi  tempat  yang  utama  dan  paling  baik  untuk  melatih  pendidikan  sosial  dan  karakter  baik  bagi  seorang  anak.  Keluarga  merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih  kecerdasan  budi-pekerti  (pembentukan  watak  individual).  Keluarga  juga  merupakan  sebuah  ekosistem  kecil  untuk  mempersiapkan  hidup  anak  dalam  bermasyarakat  dibanding dengan institusi pendidikan lainnya

Penerapan filosofi Pemikiran KHD di sekolah

Merdeka Belajar adalah cara belajar yang memberi kebebasan terhadap siswa untuk mengembangkan potensinya dengan tuntunan guru. Momong, Among, Ngemong, berdasarkan fase-fase tertentu yang menuntut peran pendidik denga nisi dan peran yang berbeda.

Beberapa penerapan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara diantaranya adalah :

a.     1. Kesepakatan Kelas

Peraturan kelas harus bersifat luas dan luwes. Peraturan harus dibuat dengan kesepakatan. Anak diberi keleluasaan dengan membuat peraturan kelas yang disepakti bersama. Apa yang mereka sampaikan adalah cerminan pemikiran yang pada akhirnya nanti bisa mereka lakukan tanpa ada paksaan.

b.    2.  Bermain peran

Sifat anak-anak adalah bermain. Permainan yang ada dilingkungan mereka salah satunya adalah gobag sodor. Ada nilai-nilai karakter di dalamnya, diantaranya adalah tanggungjawab, disiplin, Kerjasama. Pada pelajaran PJOK permainan ini bisa kita berikan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bermain sesuai dengan model yang berlaku dilingkungganya.

Kesimpulan dan Refleksi

1. Murid dan pembelajaran di kelas sebelum   mempelajari modul 1.1

Sebelum mempelajari modul 1.1. saya beranggapan bahwa murid seperti botol kosong yang bisa kita isi dengan apapun tanpa memperhatikan bentuk dan ukuran botol tersebut. Sesudah mempelajarimodul 1.1. saya sadar bahwa isi botol tidak akan bisa merubah bentuk dan ukuran botol. Botol sudah mempunya bentuk dan ukuran (kodrat alam) saya hanya bisa membuat tampilan botol tersebut lebih baik dan menarik. Sedangkan barang yang kitaisikan ke botol adalah materi yang sesuai dengan bentuk dan ukuran botol (kodrat jaman). Demikian juga dengan memperlakukan murid. Mereka sudah mempunyai potensi yang bisa kita bina sehingga potensi bisa tumbuh dengan maksimal.

2. Perubahan perilaku setelah mempelajari modul 1.1. Saya harus meninggalkan kegiatan menghukum siswa dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik, dan saya harus melakukan pendekatan yang lebih humanis dan holistik, untuk membangun kesadaran dan karakter mereka.

 3. Penerapan tindakan dalam kelas yang  mencerminkan pemikiran KHD.

Saya akan mulai menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan melakukan refleksi pada setiap selesai kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Demikian semoga bermanfaat, saran dan masukan silakan tulis di kolom komentar,


Sumber Materi :
 Simon Petrus Rafael, M.Pd
Bahan Ajar 
Pendidikan Program Guru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak

I Made Sukarda
CGP Denpasar
Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara