Minggu, 09 April 2023

Koneksi Antar Materi Modul 1.4. Budaya Positif

 


Setiap sekolah mempunyai peraturan dan tata tertib yang tujuannya adalah menegakkan disiplin supaya anggota sekolah menaati tata tertib yang telah dibuat. Tata tertib dibuat dalam rangka sebagai fungsi control warga sekolah dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga sekolah agar tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya.

Upaya penegakan disiplin di sekolah selalu berujung pada hukuman dan konsekwensi

Dr. William Glasser dalam Control Theory meluruskan pemahaman tentang  konsep Kontrol diantaranya adalah bahwa guru sebenarnya tidak bisa mengontrol perilaku murid, dan jika pada saat tertentu murid berbuat sesuatu atas perintah guru karena pada saat itu murid sedang mengijinkan dirinya untuk dikontrol

 Mengontrol murid dengan penguatan positif berupa bujukan, membuat kritik sehingga murid merasa bersalah, dan guru memiliki hak untuk memaksa adalah keberhasilan jangka pendek dan berakibat buruk pada jangka panjang karena kontrol yang dilakukan guru bertentangan dengan kebutuhan dasar manusia,yang akan membentuk sebuah hubungan permusuhan dan identitas gagal bagi murid.

Nilai kedisiplinan positip yang diterapkan disekolah adalah bentuk kontrol diri agar mencapai tujuan mulia yang memuat nilai-nilai kebajikan universal, yang diyakini bersama dalam rangka mencapai profil pelajar pancasila.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh guru penggerak akan memperkuat peran  guru penggerak (modul1.2) dalam mewujudkan budaya positif disekolah. Filosofi dasar pemikiran KHD (1.1) digunakan sebagai kontrol perilaku murid, karena murid pada dasarnya sudah mempunyai keyakinan sendiri yang memerlukan pendampingan guru agar keyakinan diri tersebut  menjadi keyakinan yang universal sebagai dasar pencapaian visi guru penggerak(1.3)

Penerapan disiplin positif (1.4) dengan segitiga restitusi menguji seorang guru untuk betul-betul mampu menerapkan peran dan fungsi guru penggerak. 

Segitiga restitusi menjadikan siswa sebagai pribadi yang dihargai jati dirinya karena murid berkesempatan untuk memperbaiki kesalahan  yang dilakukannya dengan keyakinan yang dimiliki dan sesuai dengan kebajikan universal.

Untuk mencapai visi mewujudkan profil pelajar Pancasila harus dibarengi dengan lingkungan yang berbudaya positif. Menciptakan budaya positif dengan mendorong motivasi dari dalam diri murid akan lebih baik walaupun memerlukan proses panjang dari pada memberi motivasi dengan hadiah atau hukuman.

Modul 1.4 ini membawa pemahaman yang berlaku selama ini bahwa untuk menciptakan budaya positif diperlukan dorongan berupa pujian, hadiah, bahkan kritik agar murid lebih termotivasi lebih baik, dan pemberian hukuman sebagai konsekuensi dari  sebuah pelangaran. Ternyata hal tersebut dalam jangka panjang akan menjadikan murid ketergantungan dan membentuk pribadi yang gagal.

 Segitiga restitusi membuat saya menyadari bahwa sesuai dengan filosofi KHD setiap murid mempunyai keyakinan dan disinilah peran guru untuk menuntun murid menuju keyakinan universal agar murid benar-benar menemukan jatidirinya menjadi pribadi yang benar-benar utuh.

Sebuah contoh kasus ketika seorang murid laki-laki dengan sengaja memegang pipi guru perempuan didepan teman-temannya. Tentu hal yang seharusnya tidak dilakukan. Murid melakukan ini mungkin tidak menyadari bahwa hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan.

Mengetahui hal yang demikian tentu saya harus mengambil tindakan agar murid menyadari hal tersebut. Saya mencoba menerapkan tahapan-tahapan yang ada dalam segitiga restitusi. Memang membutuhkan waktu yang lama untuk menggali keyakinan murid tersebut. Menuntun dalam sistem among sangat tepat, dorongan dan alasan apa yang membuat murid melakukan perbuatannya, selanjutnya diarahkan kepada tindakan yang mengacu pada kebenaran umum, dan akhirnya murid menyadari bahwa tindakannya tidak seharusnya dilakukan dan ada keinginan untuk memperbaiki kesalahan.

Dari pengalaman ini ternyata kesalahan tidak harus diakhiri dengan hukuman seperti yang selama ini saya lakukan. Pada kasus-kasus tertentu tanpa sadar dalam penanganan kasus sampai pada validasi tindakan yang salah namun ketika murid menyadari kesalahannya masih berakhir pada hukuman atau konsekuensi dengan tujuan murid tidak lagi mengulangi kesalahannya.

Penerapan budaya positif pada modul 1.4 ini memberi perubahan cara berfikir yang segnifikan, disiplin tidak harus dengan pujian atau hukuman karena akan menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Lima posisi kontrol dari Diane Gossen menjadi referensi penting dalam penerapan disiplin positif dan diakhiri dengan segitiga restitusi.

Pertanyaannya adalah apa yang harus saya lakukan kedepan?

Budaya positif wajib tercipta dalam sekolah maupun masyarakat. Pemahaman tentang disiplin, hukuman, konsekwensi untuk guru dan orang tua perlu ditinjau kembali. Sebagai guru penggerak saya harus mempu mengajak rekan guru untuk menerapkan budaya positif dengan menerapkan segitiga restitusi, serta sosialisasi kepada orang tua murid pada saat rapat wali murid di sekolah.

Semoga kedepan semua warga sekolah nyaman dalam iklim pembelajaran dengan nilai kebajikan yang diyakini Bersama menuju terwujudnya merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila.