Kamis, 15 Desember 2022

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik Model 4C

 


Connection : Keterkaitan materi dengan peran saya sebagai Calon Guru Penggerak

Modul 2.3  Coaching Untuk Supervisi Akademik adalah materi baru dan sangat menari bagi saya. Mempelajari materi ini mengubah paradigma berfikir saya mengenai supervise akademik. Supervisi akademik yang saya anggap sebagai wahana ‘menghakimi’ seolah-olah supervise akademik  adalah kagiatan mencari kelemahan dan kekurangan yang harus dihindari. Pengalaman masa lalu mengatakan tidak ada guru yang dengan senang hati menyambut kegiatan ini.

Melalui modul ini saya ketahui bahwa supervisi akademik bertujuan untuk mengembangkan kualitas prosesbelajar dikelas. Prinsio dan paradigma berfikir coaching sangat relevan digunakan dalam supervise akdemik karena didalamnya ada semangat memberdayakan dan bukan mengevaluasi. Sebelumnya  guru yang akan diberdayakan mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan melalui kolaborasi, konsultasi dan evaluasi. Dan akhirnya saya tiba pada pemahaman bahwa supervise adalah hal yang menarik, menyenangkan yang bisa dijadikan tolok ukur untuk menignkatkan kompetensi sebagai guru, baik kompetensi kepribadian, paedagogik, social maupun kompetensi professional.

Pertanyaanya adalah adakah kaitannya dengan peran saya sebahag Calon Guru Penggerak?

Sebagai seorang guru saya berperan menuntun murid-murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya sebagaimana filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Sementara prinsip coaching adalah adanya jalinan hubungan kemitraan yang setara melalui proses kreatif untuk memaksimalkan potensi. Dan praktik coaching ini bisa saya terapkan untuk murid maupun rekan sejawat dalam suasana yang kolaboratif, flrksibel dan bermakna.

Challenge – Ide, Materi atau pendapat dari nara sumber yang berbeda dengan yang saya jalani selama ini

Coaching adalah proses memaksimalkan potensi pribadi dan professional seseorang dengan proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi dengan asas pengembangan kemitraan, terjalinnya komunikasi dua arah, memicu proses berfikir coahee, sehingga mendorong coachee menghasilkan ide-ide baru dan menghasilkan rencana tindak lanjut .

Seperti dikutip dari Modul 2.3 Couching Untuk Supervise Akademik,”Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi  dari coachee (Grant, 1999).

Coaching memiliki prinsip dan tujuan untuk memberdayakan, membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya. Disinilah yang membedakan bentuk-bentuk pengembangan diri lainya seperti mentoring, konselling, fasilitasi, atau training.

Sebuah contoh dalam mentoring, seorang mentor membagikan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya, dari tidak tahu menjadi tahu, sedangkan coaching, seorang coach menuntun  cochee menemukan ide-ide baru untuk mengatasi tantangan atau tujuan yang dihadapi.

Dengan kata lain dalam mentoring seorang coach membagikan pengetahuan, keterampilan sedangkan pada coaching, coach menuntun coachee untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya menuju pada perubahan yang diinginkannya..

Paradigma berfikir coaching sangat diperlukan seorang coach dalam mengembangkan rekan guru dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai pribadi yang otonom. Paradigma berfikir coaching tersebut adalah :Fokus pada coachee,bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan

Fokus pada coachee artinya bahwa coach fokus pada topik yang dibawakan, apa yang perlu dikuasai untuk mencapai tujuan, sehingga melalui percakapan yang kreatif dan bermakna dapat membawa kemajuan. Bersikap terbuka, tidak menghakimi, melabel (judgment), berasumsi, atau mengaitkan dengan pengalaman pribadi, tetap menunjukkan rasa keingintahuan yang besar terhadap keinginan dan ide-ide coachee. Coach juga harus memiliki kesadaran diri yang kuat, dan bagaimana melihat peluang baru untuk mendorong coachee fokus pada solusi.

Perilaku saya selama ini ternyata belum mencerminkan paradigma pemikiran coaching. Dalam pembelajaran saya lebih banyak memberikan materi pembelajaran tanpa memperhatikan kebutuhan belajar murid, kurang fokus dalam pembelajaran dikelas karena masih terbawa persoalan pribadi sebelumnya sehingga kurang tebuka, sering melabel, dan kurang sabar dalam menghadapi murid yang melakukan pelanggaran.

Concept – konsep utama yang penting untuk terus dibawa selama menjadi calon guru Penggerak atau guru

Sebagaimana peran guru penggerak coacing menempatkan posisi coach yang setara dengan coachee, menuntun, tidak memaksakan, atau mengajari, tetapi lebih kepada membawa coachee menemukan sendiri solusi  menuju peningkatan kompetensi sesuai dengan keinginan melalui penggalian ide-ide kreatif .

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan professional coachee.

Dalam berinteraksi dengan murid atau rekan sejawat dalam memberdayakan, ada 3 prinsip : Kemitraan, Proses kreatif, Memaksimalkan potensi. Tiga kata kunci ini adalah prinsip yang harus kita terapkan selama menjadi calon guru penggerak bahkan menjadi guru , sebagai agen atau pemimpin perubahan, sehingga dapat berkolaborasi, interaksi, komunikasi baik dengan guru maupun murid dalam rangka memberdayakan orang lain menuju perubahan yang lebih baik.

Selain prinsip coaching hal penting yang dipelajari dalam modul ini adalah Kompetensi inti Coaching yaitu :  kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot

Seorang coach harus mampu hadir secara penuh sehingga badan, fikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching, sehingga focus pada percakapan coachee dengan tidak berasumsi, melabel, bahkan mengaitkan dengan pengalaman pribadi. Dengan kehadiran sepenuhnya dengan hasil mendengarkan aktif menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan, bersifat trbuka seorang coache dapat mengajukan pertanyan berbobot yang disampaikan pada momen yang tepat.

Dalam coaching proses menuntun salah satunya melalui sebuah percakapan bermakna, untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk menavigasi tujuan dan arah percakapan yang dibutuhkan coachee dan kemampuan untuk menciptakan alur percakapan, sehingga proses percakapan menjadi efektif dan bermakna.

Dalam kemampuan menentukan tujuan dan arah percakapan, seorang coach harus bisa menentukan apakah percakapan untuk perencanaan, pemecahan masalah, percakapan refleksi, atau percakapan kalibrasi, atau bahkan  dalam sebuah percakapan mencakup keempat tujuan percakapan tersebut. Dan terkait dengan kemampuan menciptakan alur percakapan yang efektif dan bermakna saya mengenal alur TIRTA.

. TIRTA kepanjangan dari : T yaitu tujuan. Artinya antara coach dan coachee perlu menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung yang idealnya tujuan ini berasal dari coachee. Huruf yang kedua dari kata TIRTA yaitu I. I ( identifikasi). Artinya coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta yang ada pada saat sesi percakapan. Misalnya coach bertanya kepada coachee "krsempatan apa yang bapak/ibu miliki sekarang?". Huruf ketiga dari kata TIRTA adalah R( rencana aksi), artinya alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Misalnya "Bagaimaa cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?". Dan huruf terakhir dari kata TIRTA adalah TA ( tanggung jawab)  yang artinya bagaimana seorang coach mampu menuntun coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya

Dari beberapa konsep mengenai coaching dapat disimpulkan bahwa dengan proses caoching terutama dalam supervisi akademik, akan membantu murid-murid atau rekan guru menemukan potensi dirinya, menuntun mereka menjadi lebih mampu mengembangkan dan meningkatkan komptensinya secara sadar, secara mandiri, dan penuh motivasi bukan karena paksaan dari kita sebagai mitra yang membantunya mengembangkan diri.

Change – Perubahan Pada Diri Saya

Mrempelajari materi coaching pada modul 2.3 ini saya mampu merubah paradigma saya tentang bagaimana kita harusnya memandang dan memperlakukan murid dan orang lain saat kita memposisikan diri sebagai coach, bagaimana seharusnya menempatkan diri dalam proses menuntun murid atau membantu rekan-rekan kita atau orang lain. Dan lebih khusus lagi, supervisi  adalahupaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat berubah dari suasana menakutkan menjadi menyenangkan, dari sebuah penilaian kinerja menjadi sebuah sharing dan diskusi pengalaman dalam melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan pada akhirnya menjadi sebuah refleksi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi guru dalam meningkatkan kinerja dalam pembelajaran .


Sumber materi :
Pendidikan Guru Penggerak
Paket modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik
Penulis : Monika Irayati, CEC dkk.
Kemendikbud Ristek
Dirjen GTK 2022

Senin, 12 Desember 2022

Penerapan Coaching Dalam Supervisi Akademik

 



A. Pengertian Coaching

Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi  dari coachee (Grant, 1999). 

Coaching lebih kepada membantu seseorang utuk belajar dari pada mengajarinya dalam bentuk kemitraan Bersama coachee untuk memaksimalkan potensi pribadi dan professional yang dimilikinya melalui proses menstimulasi dan eksplorsi pemikiran dan proses kreatif.

B. Relevansinya dengan filosofi Kihajar Dewantara

Coaching sangat efektif diterapkan dalam Pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Dengan coaching pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat hidup sesuai dengan kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. 

Seperti seorang petani dalam menanam jagung. Petani hanya bisa memfaslitasi dengan membuat lahan yang subur,  merawat dengan baik, agar jagung tumbuh dengan baik sebagaimana kodratnya sebagai jagung

C. Coaching dalam pembelajaran

Dalam pembelajaran guru membantu murid untuk belajar dan bertumbuh. Dengan prinsip kemitraan, proses kreatif dan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh murid .

Kemitraan berarti adanya kesetaraan yang mengedepankan tujuan murid yang akan dikembangkan dengan komunikasi dua arah yang memicu proses berfikir murid untuk menggali ide-ide yang berasal dari murid itu sendiri.

Dengan kehadiran penuh (presence) guru menempatkan diri dalam situasi pemikiran murid dengan fokus dengan hal-hal yang disampaikan murid tanpa memberikan asumsi, melabel (judgment) dan mengaitkan dengan pengalaman pribadi. Selanjutnya untuk memaksimalkan potensi, mengingai, merenung dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi ada dirinya, guru dapat mengajukan pertanyan berbobot dari hasil mendengarkan aktif

D. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional

Ki Hajar Dewantara dengan sistem Among menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra setara peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa harus yang dilakukan?, Salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid.

Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.

Pembelajaran berdiferensiasi yang diintegrasikan dengan pembelajaran social dan emosional memberikan pengalaman menarik karena memberikan dampak positif dalam peningkatan minat belajar murid, guru berkemampuan untukmemahami perasaan, emosi dan nilai-nilai diri sendiri, dengan kesadaran penuh (mindfulness) sehingga lebih focus menjadi pemimpin pembelajaran di kelas, bagaimana mengelola kelas dengan memahami sudut pandang dan berempati dengan murid yang mempunyai kebutuhan belajar dengan latar belakang social yag berbeda. Penulis menyadari masih banyak  kompetensi dan kemetangan pribadi yang perlu diperbaiki dengan lebih banyak belajar dan memehami lebih dalam penerapan pembelajaran social dan emosional dengan menggunakan alur S-T-O-P.

Pembelajaran social dan emosional memudahkan guru membangun kedekatan emosiaonal dengan murid sehingga memudahkan penulis menerapkan coaching dalam pembelajaran. Adanya prinsip kesetaraan dan kemitraan akan menumbuhkan kesadaran murid untuk berbagi permasalahan yang dihadapinya.

Tantangan nyata yang penulis hadapi saat ini adalah belum membudayanya coaching disekolah. Pemahaman tentang budaya coaching masih perlu ditingkatkan. Akan halnya dengan budaya supervisi akademik. Masih merupakan hal yang dianggap wahana ‘menghakimi’ seolah-olah supervise akademik  adalah kagiatan mencari kelemahan dan kekurangan yang harus dihindari.

Pengalaman masa lalu mengatakan tidak ada guru yang dengan senang hati menyambut kegiatan ini.Sebuah tantangan bagi penulis untuk merubah paradigma ini, usaha membudayakan pemikiran positif tentang supervise akademik perlu ditingkatkan dengan memberikan pemahaman sedikit demi sedikit yang sejatinya supervisi akan memberikan efek baik untuk peningkatan kualitas pembelajaran disekolah. Couching akademik adalah pendekatan terbaik yang penulis akan terapkan. Semoga mendapatkan hasil terbaik.