Sabtu, 07 Agustus 2010

Nasionalisme di Era Globalisasi


Bulan Agustus telah kita jalani. Agustus bagi Bangsa kita adalah bulan " keramat "
Bangsa kita melepaskan diri dari belenggu tirani penjajah dibulan ini. Selama berabad-abad kita diperbudak bangsa lain. Kekayaan kita di jarah, harga diri diinjak-injak, keringatpun berbau darah.


Beruntunglah kita dilahirkan di era yang sudah merdeka. Nenek moyang kitalah yang merasakan pahit getir penjajahan kolonial.


Tapi benarkah kita sekarang sudah merdeka?

Apa arti kemerdekaan bagi kita sekarang ini?

Apa yang dapat kita perbuat dibumi yang merdeka ini? Lalu apa arti " bulan keramat " Agustus ini?

Apa yang telah kita perbuat untuk negara yang kita cinta ini, yang dengan susah dan payah diperjuangkan oleh pendahulu kita dengan tetesan darah, dan pengorbanan harta benda.....


Marilah dibulan ini kita kembali tumbuhkan semangat nasionalis, marilah kita berbuat untuk negara dengan kemampuan kita masing-masing.


Pada Ulang Tahun yang ke-65 ini kita bersama-sama merayakan arti dari negara yang bebas merdeka menuju pembangunan demi kemajuan bangsa. Dimana-mana gebyar peringatan di gelar. Ada lomba, ada pameran/ekspo hasil-hasil pembangunan, karnaval, dan jika kita keluar malam hari ada berbagai lampu hias warna-warni di sepanjang jalan, pertokoan, perkantoran, bahkan tempat-tempat hiburan malam. Semuanya indah, gegap gempita seolah menyambut datangnya hari yang penuh dengan kegembiraan dan kemenangan.


Melihat pawai karnaval membuat hati kita bangga, begitu semangat semua persertanya, berikut penonton yang memenuhi jalan. Semua instansi pemerintah berperanserta dengan menampilkan visi dan misi yang diemban, tak ketinggalan pula berbagai ormas, juga sekolah-sekolah, semua penuh semangat.


Selain bangga, ada kekawatiran saya ketika melihat peserta dari ' beberapa' sekolah. Sempat saya berfikir kog yang di usung hanya tumpukan sound sistem diatas tronton, dengan anak-anak yang menyanyi lagu-lagu komersil yang lagi 'in' sekarang ini.


Lalu lagu-lagu kebangsaan kita pada kemana yah? Kenapa sekolah yang merupakan ' kawah candradimuka'nya generasi -- berpenampilan seperti itu? Ada juga peserta dari remaja. Saya juga sempat bingung dengan kostum yang mereka pakai, seolah tak mau kalah mereka pun membawa tumpukan Sound system yang lumayan besar; dengan percaya diri mereka berjoget ala ' preman mabuk'. Inikah wujud dari penafsiran makna bangsa yang merdeka?

Apapun yang mereka lakukan adalah wujud dari apresiasi mereka terhadap makna kemerdekaan, tentu kita hargai. Akan tetapi kenapa ' si kawah candradimuka" seolah ikut larut dalam hal-hal seperti ini?


Tentu ini adalah sebahagian kecil sekolah, dan hanya di tempat kami mudah-mudahan di tempat lain tidak.


Mungkin semangat patriotik nasionalis sudah mengalami pergeseran, atau barangkali sudah luntur??? Kalau kita mau jujur -- anak-anak kita yak lagi suka lagu-lagu kebangsaan, marilah kita lihat ketika ujian nakhir sekolah yang mewajibkan setiap anak untuk menyanyikan lagu wajib. Apa yang terjadi?? Kebanyakan anak-anak kita begitu susah untuk menyanyikannya.


Gambaran diatas adalah realita yang ada disekeliling kita, marilah dengan senmangat 17 Agustus ini kita mulai membangun kembali 'rel-rel yang sudah mleot' marilah bersama kita luruskan kembali agar Negarayang kita cintai ini tidak kehilangan jati diri. Marilah kita jaga budaya kita yang adi luhung. Jangan hanya gusar ketika ada negara lain dengan enaknya 'me ngambil' milik kita!!!

Sabtu, 24 Juli 2010

Guru : R A M A H A N A K



  • Riang : Dalam menerima anak, menciptakan proses pembelajaran, inklusif dan suasana sekolah yang ramah anak terhadap SEMUA anak dalam berbagai perbedaan fisik, mental kebutuhan dan kemampuan


  • Aktif : Ciptakan suasana sekolah/kelas sedemikian rupa dan metode pembelajaran sehingga murid menjadi aktif ( bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan )


  • Menyenangkan: murid senang berada di sekolah/kelas, mudah menyerap pelajaran. proses pembelajaran menyenangkan bagi mereka tetapi efektif menghasilkan apa yang harus dikuasai


  • Asah : Ciptakan metode pembelajaran untuk menstimulir dan mengasah otak murid dan bukan proses pasif menerima ceramah dari guru tentang pengetahuan


  • Hormati : hak-hak anak dalam segala hal


  • Adil: perlakukan adil bagi murid laki-perempuan, cerdas-lemah, kaya - miskin, normal-berkebutuhan khusus, anak pejabat-anak buruh


  • Norma : Terapkan norma agama, sosial, dan budaya setempat


  • Asih-Asuh ; Berikan kasih sayang kepada murid, bantulah mereka yang lemah dalam proses belajar. Hukuman fisik maupun psikis akan membuat anak trauma.


  • Kreatifitas: Berikan bimbingan agar murud selalu kreatif dalam menemukan pola pembelajaran mereka.

Sabtu, 17 Juli 2010

Mengejar si Oemar Bakri



'Tas hitam dari kulit buaya

Selamat pagi berkata Bapak Oemar Bakrie

Ini hari kopi aku rasa nikmat sekali


Tas hitam dari kulit buaya

mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti

itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu

laju sepeda kumbang di jalan berlubang

selalu begitu sejak jaman jepang

............................................................"


Sepenggal bait lagu yang kita semua tak asing lagi. Yang tak tahu lagu ini pokoke kebangetan. Alias gak gaul babar blas... he..he,.. sorry..bagi yang ngrasa... Hal yang kita tangkap jika kita mendengar perihal Guru Oemar Bakrie adalah seorang sosok paruh baya yang dengan telaten menekuni profesinya walau dengan segala fasilitas yang serba minim, dengan tanggung jawab yang besar, gajipun tak cukup untuk menopang kebutuhan dalam sebulan. Jika ada tetangga yang beli kulkas, cukup dengan menelan ludah, jika ada tetangga yang membeli TV, cukup dengan numpang nonton....Tak ada yang tertarik untuk menjadi Oemar Bakrie, sama sekali, " lha piye gajine bae mung thithik, pilih nyambut gawe liyane bae."


Oemar Bakrie... oh Oemar Bakrie... tapi itu tempoe doeloe !!

Jaman telah berubah!!

Umar Bakrie kini menjadi idola, wong tuo sing nduwe anak gadispun sama sekali tak keberatan jika akan diperistri Umar Bakrie. Umar Bakri kini berbenah, berubah wajah, menjadi sosok perjaka ganteng, dengan gaji yang besar, dengan Mega Pro-nya yang anyar... wah...wah sapa sing ora pengen...


Sekolah guru pun laris manis, layaknya gula yang dirubung semut. Tak cukup sekolah reguler kelas jauh pun kian populer... wah....wah....beaya mahal tak jadi soal.


Si Udin anak si tukang penthol kelilingpun tak mau ketinggalan, demi selembar ijazah ia rela banting tulang, walau makan sering kurang, hanya satu tujuan... Jadi Umar Bakri !!!


Waktupun berlalu, ijazah sudah di tangan. Harapan kian dekat. Udin pun mencari tempat wiyata bakti. Wah.....wah.... ternyata sulit, minta ampuuun nnn tak ada tempat yang kosong, maklum Udin hanyalah anak seorang tukang penthol, tak ada yang mau membantu..


Si Udin pun dirumah sambil menanti kalau ada seleksi penerimaan CPNS. Hari demi hari terlewat, waktuyang ditunggupun tiba, ada kabar gembira.

Seleksi CPNS!

Udin pun bersiap segala persyaratan dipenuhi, Belajarpun siang malam.

Soal-soal dikerjakan dengan mudah, paling tidak menurut pangakuannya..


Namun ..... saat pengumuman, kekecewaan belum mau beranjak darinya. Diulang-ulang nama demi nama dari atas kebawah berharap ada keajaiban, diulang dan ulang..... tak terasa mata pedas.. ternyata namanya tidak ada...... wah...wah.....


Dengan langkah gontai Udin pulang...kecewa.... harapan kian sirna ketika di jalan ia mendengar kabar bahwa yang diterima adalah peserta yang dengan sukses bisa mengerjakan pasal nomor 80 kosong enam sampai dengan 100 kosong enam.. wah....wah.....


Serasa berjalan di padang pasir yang luas, dia merasa dirinya kecil....keciiiiiiiiiiiiiiiil sekali.... apalagi untuk pasal-pasal yang barusan ia dengar... jauh sekali untuk seorang anak tukang penthol....


"Ah.... ternyata bukan mudah untuk menjadi seorang 'Umar Bakrie' mungkinkah aku mimpi untuk selamanya? Kapan? " Bersandar ia didinding gedhekya yang mau ambrol sambil sesekali menepuk kening.


Angin semilir belakang rumahnya membawanya terlelap.

Pagi itu dengan pakaian rapi dengan tas di tangan iapun mau berangkat bekerja... ah akhirnya bisa juga aku jadi Umar Bakrie. Dengan langkah pasti, kaki diayun.

Sreeetrttt blugggg.. jatuh...iapun terjaga......

Ternyata hanya mimpi...

Seolah tak terjadi apa-apa iapun ke ladang mencari pakan sapinya yang sudah mbengak-mbengok kelaparan. wah.....wah......


Diantara langkah kaki yang gontai ia berharap ada perubahan jaman yang berfihak pada 'orang kecil ' sepertinya, sehingga dengan kepintaran otaknya ia bisa menjadi seorang Umar Bakrie sejati!
*) Gambar Ilustrasi : Derap Guru Edisi November 2009 hal.12

Kamis, 15 Juli 2010

Mengelola Sekolah Inklusi Yang terintegrasi Dengan MBS






  • Pendidikan Inklusi mengakomodasikan proses pembelajaran yang mengutamakan pelayanan dan penanganan terhadap anak yang berkemampuan tidak sama.

    Everyone is Different! Satu hal yang tidak dapat dielakkan, meski pada anak kembar sekalipun. Perbedaan jangan dijadikan sebagai penanda (labeling )Pemberian label tertentu hanya akan membuat anak tenggelam dalam kekurangannya. Dengan perbedaan itu manusia membutuhkan satu dengan yang lain. Adanya kehangatan didalam lingkungan sekolah ditunjukkan dalam bentuk verbal dan nonverbal. Penyemaian kehangatan berlaku antara Kepala sekolah dan guru, siswa dengan staff di sekolah, orang tua dan setiap individu yang berada di sekolah.
    Pendidikan Inklusi memungkinkan dalam satu kelas/kelompok diisi dengan anak yang berbeda usia, kelas, yang pada akhirnya memungkinkan interaksi. Yang lebih mampu akan membantu anak yang kurang mampu dalam pelajaran.

    Pelayanan ABK bisa dilaksanakan pada jam effektif maupun jam khusus sesudah jam pelajaran, hal yang perlu diingat adalah anak ABK tidak merasa mendapat perlakuan yang "istimewa" bersama dengan anak normal lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian tugas pada anak yang normal sementara guru memberi layanan pada ABK dan bila dirasa perlu ada Guru Pembimbing Khusus..

    Dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusi langkah-langkah yang kita lakukan adalah :
    1. Penyusunan Program, meliputi :
    - latar Belakang
    - Tujuan
    - Profil Sekolah
    - Visi dan Misi
    - Struktur Organisasi
    - Program Pendidikan yang akan dilaksanakan
    2. Sosialisasi :
    - Seluruh warga sekolah
    - Komite, Tomas, Toga, Instansi terkait.
    3. Identifikasi dan Assesment
    Kegiatan ini bertujuan mengetahui kemampuan dan kekurangan anak pada bidang- bidang tertentu.Kasus-kasus yang pada umumnya ditemukan adalah :
    a. Disleksia-- cacat tubuh
    b. Disgrafia -- kekurangmampuan membaca
    c. Discalculia -- kekurangmampuan berhitung
    d. Gangguan Komunikasi
    e. Slow learner -- lambat belajar
    f Low Vision -- gangguan Pernglihatan
    g. autis dan ADHD ( aktifitas berlebihan )
    Dengan teridentifikasinya anak dengan kekurangan dan kelebihannya guru dapat memberikan layanan sesua dengan kebutuhan anak.
    4. Modifikasi Bahan Ajar

    5. Menyiapkan program Pembelajaran Individual ( P.P.I.)


  • PPI adalah RPP bagi anak ABK yang berisi perkembangan anak dari hari kehari yang didalamnya berisi program jengka pendek, menengah, dan panjang.
    6. Mengelola sekolah Inklufif dengan pembelajaran yang ramah dan PAIKEM.
    Pembelajaran Inklusi sebenarnya sudah kerap kali kita lakukan, cuma kita ytidak menyadarinya. Pemberian penghargaan/reward, pujian, adalah contohnya. Tindakan ini akan memotivasi anak untuk lebih meningkatkan prestasinya.


Gambaran diatas adalah sekelumit tentang bagaimana inklusi disekolah dilaksanakan. Tentu diantara kita ada yang bertanya," mampukah ABK sejajar prestasi dengan anak normal lainnya? Tentu jawabnya 'tidak'.


Lalu bagaimana solusinya?


KKM dan Standart kelulusan kita buat Khusus. Dinas Pendidikan sudah mengupayakan ini. Semoga kedepan bisa ada aturan pelaksanaan yang jelas. Sehingga semboyan 'Educational For All' bisa terwujud.........


Semoga......................

Sabtu, 10 Juli 2010

Sekolah Inklusi - Sebuah Konsep


Pendidikan.

Sebuah kata yang tak asing bagi kita. Sebuah kata yang singkat tetapi mengandung makna yang sangat luas. Yah.. luas tergantung kita memaknai. Bagi kita yang bergelut di dunia yang satu ini mungkin sudah 'nglothok, oposih pendidikan kuwi..' Akan tetapi sudahkan kita sadari ,' sudahkan semua anak disekitar kita memperoleh pendidikan?

Pernahkan kita mengajak anak yang ' berkekurangan' untuk bersekolah?

Atau kita berfikiran," Anak-anak itu hanya akan memberi beban kita saja, sudahlah tak usah diterima biar di SLB saja."


Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan pendidikan berlaku untuk semua yang berarti bahwa anak cacat (baca : ABK -- Anak Berkebutuhan Khusus ) dan anak normal mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan


Selain daripada itu dijelaskan lagi dengan Program Wajib Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang disemangati oleh seruan International Education for All dari UNESCO dan kesepakatan Global hasil World Education Forum di Dakkar Sinegal tahun 2000 serta deklarasi nasional Indonesia menuju Pendidikan Inklusif, 8 - 14 Agustus 2004 di Bandung Indonesia.


Sekolah Inklusi


Sekolah Inklusi adalah sekolah yang mendukung pengembangan sekolah ramah anak, demokrasi, transparansi, dan bertoleransi terhadap masyarakat, yang merangkul perbedaan, kualitas dan kebebasan dalam berekspresi untuk setiap anak, remaja dan dewasa tanpa melihat gender, kelebihan, kekurangan, etnis budaya, agama, serta latar belakang sosial budaya.


Pemerintah melalui SK Mendiknas No. 002/U/1986, telah merintis pengembangan sekolah reguler yang melayani penuntasan wajib belajar bagi anak yang berkebutuhan Khusus.

Pendidikan Inklusif sebagai sebagai wadah yang ideal diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus yang selama ini masih terpinggirkan.


Pendidikan Inklusif mempunyai karakteristik makna yaitu :



  1. Pendidikan Inklusif adalan proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak.


  2. Pendidikan Inklusif berati mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar


  3. Pendidikan Inklusif membawa makna bahwa anak kecil disekolah berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya,


  4. Pendidikan inklusi diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, eksklusif, dan membutuhkan layanan pendidikan klhusus dalam belajar.

Dari diskripsi diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap sekolah berkewajiban menampung anak dari berbagai macam kemampuan dan latar belakang.


Siapkah kita?


Jika kita melihat realita yang ada dilapangan sebagaimana kita ketahui sebagai berikut :




  1. Tenaga Pendidik

Guru Sekolah Dasar selama ini disiapkan untuk mengajar anak-anak yang normal, yang tidak mempunyai kelainan/penyimpangan yang signifikan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris yang relatif homogen. Mampukan kita menangani Anak Berkebutuhan Khusus sementara disiplin ilmu yang kita punya tidak dipersiapkan untuk itu?


2. Sarana dan Prasarana


ABK mempunya alat bantu yang khusus pula, prinsip aksesibilitas wajib kita laksanakan. Semakin banyak ABK semakin banyak pula sarana dan prasarana yang kita perlukan. Siapkah kita?


3. Kurikulum - Perangkat Pembelajaran.


Sekolah yang Inklusif adalah sekol;ah yang berprinsif setiap anak mempunyai kemampuan yang tidak sama. ABK tidak bisa disamakan dengan anak lainnya. Slow learner bagaimanapun strategi yang kita terapkan tak akan bisa membawa anak sama dengan anak normal dalam kemampuan akademik. Perlu KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang khusus pula. Adakah kesiapan ini pada kita? Bila kita mampu membuat, bagaimana dengan UAN? Adakan UAN khusus untuk ABK?


Adalah hal yang wajar jika sesuatu yang baru akan membuat kita ragu, namun jangan takut Pemerintah kita sudah merintis sekolah ini, juga di Rembang. Dibeberapa kecamatan sudah ada Rintisan sekolah ini, barangkali sekolah anda termasuk didalamnya. Berbagai pelatihan sudah dilaksanakan. Semoga berhasil demi pendidikan untuk semua.


Sekilas mengenai Sekolah Inklusi - sekedar gambaran tidak bermaksud menggurui atau 'membodohi' sebatas yang saya ketahui, semoga dalam tulisan mendatang dapat kita ulas lagi yang lebih jauh, semoga bermanfaat bagi saya dan anda - utamanya yang berkecimpung di dunia pendidikan.


Sebagai penutup mohon kritik dan saran, atau masukan untuk perbaikan..

Matur suwun................

Guru ; Kunci Perubahan


Dari seorang Guru :


Saya sampai pada kesimpulan yang menakutkan bahwa :

Saya menjadi unsur penentu di kelas. Suasana hati sehari-hari saya yang menjadi pembentuk cuaca itu, sebagai sorang guru saya mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk membuat hidup seorang anak begitu mengerikan atau menyenangkan. Saya dapat menjadi alat pembunuh kreasi atau pembangkit inspirasi. Saya dapat mempermalukan, membanggakan, menyakiti atau menyembuhkan. Dalam segala situasi pendapat sayalah yang menentukan apakah sebuah krisis atau kemelut akan meningkat atau menurun dan karena tanggapan saya seorang anak dapat diperlakukan secara manusiawi atau tidak.
Ginot............

Kamis, 08 Juli 2010

Antara Nasionalisme Dan Materialis



Berbagai kasus kejahatan dan tindak asusila seringkali terjadi di sekeliling kita. Pencurian, kejahatan dengan kekerasan, bentrok antar warga yang hanya dipicu oleh masalah yang kecil, sampai pada kasus korupsi pejabat pemerintah, tindakan 'asu'-sila oleh beberapa public figur kita, tak mau ketinggalan dikalangan akademis pun sering bentrok antar fakultas atau kampus hanya gara-gara masalah sepele, yang kesemuanya menjadi santapan harian kita bahkan anak-anak.

Media elektronik seolah tak ingin ketinggalan 'rejeki,' demi menggaruk iklan mereka berlomba-lomba menayangkan, lewat program infotainmentnya. Siapa yang tak kepincut bila tokoh idolanya diberitakan, apalagi berita yang syur! Tayangan yang samasekali tidak mendidik menjadi santapan harian anak-anak, tak hanya itu entah dari mana asalnya mereka(anak-anak ) rata-rata pernah menonton adegan syur idola lewat telepon seluler yang mereka punya. Waduh... masya Allah... mau jadi generasi kita dimasa mendatang............

Kalau boleh saya berpendapat perbuatan baik dan jahat individu berasal dari mental ( baca: moral ) masing-masing. Moral kita semakin habis terkikis, perbuatan dosa menjadi perilaku biasa, nasionalis dan patriotik menjadi kata yang tak ada makna sama sekali.

Para 'bapak-bapak' kita pun seolah enggan untuk peduli.... Bagaimana tidak ; pelajaran moral disekolah tak begitu 'dipentingkan'. Mungkin pelajaran yang ada hubungannya dengan moral lambat laun akan hilang.

Marilah sejenak kita melihat kebelakang. Pendidikan Moral Pancasila dulu ada, pernah digabung dengan mata pelajaran lain; PKPs ( Pancasila tak begitu penting barangkali ya....), Pendidikan Agama pun mengalami nasib serupa. Kenapa dua mata pelajaran yang akan membentuk pribadi yang baik tidak di UAN-kan?
Sudah menjadi hal yang umum ketika siswa di kelas akhir hanya 'digodog' dengan mata pelajaran UAN! Kalau sudah begini apakah mata pelajaran yang lain tak penting bagi anak-anak?
Ada hal yang barangkali perlu perhatin kita semua, ketika saya menjadi penilai dalam Ujian Praktik menyanyi, anak-anak seolah 'lupa' dengan lagu daerah dan lagu-lagu Nasional. Justru yang mereka bisa adalah lagu komersil yang sekarang lagi 'in'.

Jika dahulu setiap tahun ajaran baru ada Penataran P4, sekarang tak diperlukan lagi, diadakanlah MOS ( maaf kalau tak salah mengartikan ; Masa Orientasi Sekolah )', efektifkah MOS?

Jika kita mau jujur MOS hanyalah ajang balas dendam senior terhadap yuniornya!
Manakah yang lebih banyak nilai positif dan akibat negatif yang anak-anak didik kita rasakan?
Ditingkat yang lebih tinggi mahasiswa kita sering menjadi korban kekerasan seniornya. Siapa yang mesti disalahkan?
Pendidikan moral tak lagi penting, anak cucu kita akan menjadi generasi yang cakap, dengan intelegensi yang tinggi, berhasil dalam hidup, tapi tak bermoral, karena yang akan mereka kejar adalah materi...........
Apa jadinya pembangunan kita jika dikendalikan oleh pribadi yang pintar tanpa moral?

Satu lagi yang sayang untuk ditinggalkan. Marilah bersama kita lihat kegiatan Peringatan hari Kemerdekaan setiap bulan Agustus. Lihatlah pawai karnaval. Pawai yang seharusnya menjadi ajang pameran hasil pembangunan di bumi merdeka... malah menjadi ajang joget dengan iringan musik yang sama sekali nenek moyang kita tak pernah melakukan.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mengunjungi blog ini, hanya sedikit keresahan yang saya sampaikan, tak ada maksud menggurui ataupun menyalahkan, mohon saran dan tanggapan anda.

Terima kasih...........

Pendidikan, Sejauh Yang Ku Lihat


Kita dilahirkan untuk belajar. Bagai kertas kosong yang musti di beri warna, layaknya botol kosong yang perlu diisi dengan air. Kertas begitu indah dan berguna ketika ada warnanya, begitu juga botol, bisa menghilangkan rasa haus ketiga ada airnya untuk diminum.

Pendidikan memang mutlak di dapat oleh setiap insan. Ada kalimat-kalimat yang sering kita dengar " Long Life Educations", Carilah Ilmu sampai Ke Negeri Cina" dan masih banyak lagi.

Begitu pentingnya pendidikan Ki Hajar Dewantara pun mempelopori pendidikan untuk bangsa pribumi yang kala itu tak pernah baik nasibnya karena tertindas kolonial.

Dijaman merdeka seperti sekarang dengan kemajuan ilmu Pengetahuan dan Tehnologi yang begitu pesat, pendidikan adalah wajib, seperti tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tentang Sisdiknas, Pemerintah mengamanatkan bahwa setiap warga negara usia 7 - 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.


Indikator program wajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasa (APK) Tahun 2005, APK tingkat SMP sebesar 85,22 %, dan akhir 2006 telah mencapai 88,68%. Target penuntasan wajar 9 tahun harus tercapai pada 2008/2009 dengan APK minimum 95%. Dengan demikian, pada saat ini masih ada sekitar 1,5 juta anak usia 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan dasar.

Dengan dasar inilah Pemerintah mengelontorkan dana Bos untuk meringankan beban rakyat yang rata-rata masih dalam tarap hidup yang miskin.


Bermacam-macam bentuk sekolahpun ditawarkan, Sekolah Standar Nasional, Standar Internasional, sekolah Mercy, Akselerasi, Sekolah Insklusi dan banyak ragam yang lain.

Inikah sebagai bentuk 'Pemisahan' atau ' pengkotak-kotakan' sekolah? Tergantung dari sudut mana kita melihat.


Pendidikan 'murah' belum dirasakan masyarakat. Berbagai beban masih dipikul siswa ketika akan memasuki sekolah, yang notabene digratiskan Pemerintah. Bagi yang mampu kiranya ini tak berarti, namun bagi si miskin setengah mati. Akankah anak-anak mereka bisa menveyam pendidikan SMA, atau Perguruan Tinggi yang sekarang tidak bersubsidi Pemerintah?


Rasanya semboyan 'Educational for all' masih jauh di angan-angan.

Kapan pendidikan yang 'Murah Untuk Semua' dapat kita rasakan?