Kamis, 15 Desember 2022

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik Model 4C

 


Connection : Keterkaitan materi dengan peran saya sebagai Calon Guru Penggerak

Modul 2.3  Coaching Untuk Supervisi Akademik adalah materi baru dan sangat menari bagi saya. Mempelajari materi ini mengubah paradigma berfikir saya mengenai supervise akademik. Supervisi akademik yang saya anggap sebagai wahana ‘menghakimi’ seolah-olah supervise akademik  adalah kagiatan mencari kelemahan dan kekurangan yang harus dihindari. Pengalaman masa lalu mengatakan tidak ada guru yang dengan senang hati menyambut kegiatan ini.

Melalui modul ini saya ketahui bahwa supervisi akademik bertujuan untuk mengembangkan kualitas prosesbelajar dikelas. Prinsio dan paradigma berfikir coaching sangat relevan digunakan dalam supervise akdemik karena didalamnya ada semangat memberdayakan dan bukan mengevaluasi. Sebelumnya  guru yang akan diberdayakan mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan melalui kolaborasi, konsultasi dan evaluasi. Dan akhirnya saya tiba pada pemahaman bahwa supervise adalah hal yang menarik, menyenangkan yang bisa dijadikan tolok ukur untuk menignkatkan kompetensi sebagai guru, baik kompetensi kepribadian, paedagogik, social maupun kompetensi professional.

Pertanyaanya adalah adakah kaitannya dengan peran saya sebahag Calon Guru Penggerak?

Sebagai seorang guru saya berperan menuntun murid-murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya sebagaimana filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Sementara prinsip coaching adalah adanya jalinan hubungan kemitraan yang setara melalui proses kreatif untuk memaksimalkan potensi. Dan praktik coaching ini bisa saya terapkan untuk murid maupun rekan sejawat dalam suasana yang kolaboratif, flrksibel dan bermakna.

Challenge – Ide, Materi atau pendapat dari nara sumber yang berbeda dengan yang saya jalani selama ini

Coaching adalah proses memaksimalkan potensi pribadi dan professional seseorang dengan proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi dengan asas pengembangan kemitraan, terjalinnya komunikasi dua arah, memicu proses berfikir coahee, sehingga mendorong coachee menghasilkan ide-ide baru dan menghasilkan rencana tindak lanjut .

Seperti dikutip dari Modul 2.3 Couching Untuk Supervise Akademik,”Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi  dari coachee (Grant, 1999).

Coaching memiliki prinsip dan tujuan untuk memberdayakan, membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya. Disinilah yang membedakan bentuk-bentuk pengembangan diri lainya seperti mentoring, konselling, fasilitasi, atau training.

Sebuah contoh dalam mentoring, seorang mentor membagikan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya, dari tidak tahu menjadi tahu, sedangkan coaching, seorang coach menuntun  cochee menemukan ide-ide baru untuk mengatasi tantangan atau tujuan yang dihadapi.

Dengan kata lain dalam mentoring seorang coach membagikan pengetahuan, keterampilan sedangkan pada coaching, coach menuntun coachee untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya menuju pada perubahan yang diinginkannya..

Paradigma berfikir coaching sangat diperlukan seorang coach dalam mengembangkan rekan guru dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai pribadi yang otonom. Paradigma berfikir coaching tersebut adalah :Fokus pada coachee,bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan

Fokus pada coachee artinya bahwa coach fokus pada topik yang dibawakan, apa yang perlu dikuasai untuk mencapai tujuan, sehingga melalui percakapan yang kreatif dan bermakna dapat membawa kemajuan. Bersikap terbuka, tidak menghakimi, melabel (judgment), berasumsi, atau mengaitkan dengan pengalaman pribadi, tetap menunjukkan rasa keingintahuan yang besar terhadap keinginan dan ide-ide coachee. Coach juga harus memiliki kesadaran diri yang kuat, dan bagaimana melihat peluang baru untuk mendorong coachee fokus pada solusi.

Perilaku saya selama ini ternyata belum mencerminkan paradigma pemikiran coaching. Dalam pembelajaran saya lebih banyak memberikan materi pembelajaran tanpa memperhatikan kebutuhan belajar murid, kurang fokus dalam pembelajaran dikelas karena masih terbawa persoalan pribadi sebelumnya sehingga kurang tebuka, sering melabel, dan kurang sabar dalam menghadapi murid yang melakukan pelanggaran.

Concept – konsep utama yang penting untuk terus dibawa selama menjadi calon guru Penggerak atau guru

Sebagaimana peran guru penggerak coacing menempatkan posisi coach yang setara dengan coachee, menuntun, tidak memaksakan, atau mengajari, tetapi lebih kepada membawa coachee menemukan sendiri solusi  menuju peningkatan kompetensi sesuai dengan keinginan melalui penggalian ide-ide kreatif .

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan professional coachee.

Dalam berinteraksi dengan murid atau rekan sejawat dalam memberdayakan, ada 3 prinsip : Kemitraan, Proses kreatif, Memaksimalkan potensi. Tiga kata kunci ini adalah prinsip yang harus kita terapkan selama menjadi calon guru penggerak bahkan menjadi guru , sebagai agen atau pemimpin perubahan, sehingga dapat berkolaborasi, interaksi, komunikasi baik dengan guru maupun murid dalam rangka memberdayakan orang lain menuju perubahan yang lebih baik.

Selain prinsip coaching hal penting yang dipelajari dalam modul ini adalah Kompetensi inti Coaching yaitu :  kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot

Seorang coach harus mampu hadir secara penuh sehingga badan, fikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching, sehingga focus pada percakapan coachee dengan tidak berasumsi, melabel, bahkan mengaitkan dengan pengalaman pribadi. Dengan kehadiran sepenuhnya dengan hasil mendengarkan aktif menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan, bersifat trbuka seorang coache dapat mengajukan pertanyan berbobot yang disampaikan pada momen yang tepat.

Dalam coaching proses menuntun salah satunya melalui sebuah percakapan bermakna, untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk menavigasi tujuan dan arah percakapan yang dibutuhkan coachee dan kemampuan untuk menciptakan alur percakapan, sehingga proses percakapan menjadi efektif dan bermakna.

Dalam kemampuan menentukan tujuan dan arah percakapan, seorang coach harus bisa menentukan apakah percakapan untuk perencanaan, pemecahan masalah, percakapan refleksi, atau percakapan kalibrasi, atau bahkan  dalam sebuah percakapan mencakup keempat tujuan percakapan tersebut. Dan terkait dengan kemampuan menciptakan alur percakapan yang efektif dan bermakna saya mengenal alur TIRTA.

. TIRTA kepanjangan dari : T yaitu tujuan. Artinya antara coach dan coachee perlu menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung yang idealnya tujuan ini berasal dari coachee. Huruf yang kedua dari kata TIRTA yaitu I. I ( identifikasi). Artinya coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta yang ada pada saat sesi percakapan. Misalnya coach bertanya kepada coachee "krsempatan apa yang bapak/ibu miliki sekarang?". Huruf ketiga dari kata TIRTA adalah R( rencana aksi), artinya alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Misalnya "Bagaimaa cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?". Dan huruf terakhir dari kata TIRTA adalah TA ( tanggung jawab)  yang artinya bagaimana seorang coach mampu menuntun coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya

Dari beberapa konsep mengenai coaching dapat disimpulkan bahwa dengan proses caoching terutama dalam supervisi akademik, akan membantu murid-murid atau rekan guru menemukan potensi dirinya, menuntun mereka menjadi lebih mampu mengembangkan dan meningkatkan komptensinya secara sadar, secara mandiri, dan penuh motivasi bukan karena paksaan dari kita sebagai mitra yang membantunya mengembangkan diri.

Change – Perubahan Pada Diri Saya

Mrempelajari materi coaching pada modul 2.3 ini saya mampu merubah paradigma saya tentang bagaimana kita harusnya memandang dan memperlakukan murid dan orang lain saat kita memposisikan diri sebagai coach, bagaimana seharusnya menempatkan diri dalam proses menuntun murid atau membantu rekan-rekan kita atau orang lain. Dan lebih khusus lagi, supervisi  adalahupaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat berubah dari suasana menakutkan menjadi menyenangkan, dari sebuah penilaian kinerja menjadi sebuah sharing dan diskusi pengalaman dalam melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan pada akhirnya menjadi sebuah refleksi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi guru dalam meningkatkan kinerja dalam pembelajaran .


Sumber materi :
Pendidikan Guru Penggerak
Paket modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik
Penulis : Monika Irayati, CEC dkk.
Kemendikbud Ristek
Dirjen GTK 2022

Senin, 12 Desember 2022

Penerapan Coaching Dalam Supervisi Akademik

 



A. Pengertian Coaching

Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi  dari coachee (Grant, 1999). 

Coaching lebih kepada membantu seseorang utuk belajar dari pada mengajarinya dalam bentuk kemitraan Bersama coachee untuk memaksimalkan potensi pribadi dan professional yang dimilikinya melalui proses menstimulasi dan eksplorsi pemikiran dan proses kreatif.

B. Relevansinya dengan filosofi Kihajar Dewantara

Coaching sangat efektif diterapkan dalam Pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Dengan coaching pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat hidup sesuai dengan kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. 

Seperti seorang petani dalam menanam jagung. Petani hanya bisa memfaslitasi dengan membuat lahan yang subur,  merawat dengan baik, agar jagung tumbuh dengan baik sebagaimana kodratnya sebagai jagung

C. Coaching dalam pembelajaran

Dalam pembelajaran guru membantu murid untuk belajar dan bertumbuh. Dengan prinsip kemitraan, proses kreatif dan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh murid .

Kemitraan berarti adanya kesetaraan yang mengedepankan tujuan murid yang akan dikembangkan dengan komunikasi dua arah yang memicu proses berfikir murid untuk menggali ide-ide yang berasal dari murid itu sendiri.

Dengan kehadiran penuh (presence) guru menempatkan diri dalam situasi pemikiran murid dengan fokus dengan hal-hal yang disampaikan murid tanpa memberikan asumsi, melabel (judgment) dan mengaitkan dengan pengalaman pribadi. Selanjutnya untuk memaksimalkan potensi, mengingai, merenung dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi ada dirinya, guru dapat mengajukan pertanyan berbobot dari hasil mendengarkan aktif

D. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional

Ki Hajar Dewantara dengan sistem Among menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra setara peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa harus yang dilakukan?, Salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid.

Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.

Pembelajaran berdiferensiasi yang diintegrasikan dengan pembelajaran social dan emosional memberikan pengalaman menarik karena memberikan dampak positif dalam peningkatan minat belajar murid, guru berkemampuan untukmemahami perasaan, emosi dan nilai-nilai diri sendiri, dengan kesadaran penuh (mindfulness) sehingga lebih focus menjadi pemimpin pembelajaran di kelas, bagaimana mengelola kelas dengan memahami sudut pandang dan berempati dengan murid yang mempunyai kebutuhan belajar dengan latar belakang social yag berbeda. Penulis menyadari masih banyak  kompetensi dan kemetangan pribadi yang perlu diperbaiki dengan lebih banyak belajar dan memehami lebih dalam penerapan pembelajaran social dan emosional dengan menggunakan alur S-T-O-P.

Pembelajaran social dan emosional memudahkan guru membangun kedekatan emosiaonal dengan murid sehingga memudahkan penulis menerapkan coaching dalam pembelajaran. Adanya prinsip kesetaraan dan kemitraan akan menumbuhkan kesadaran murid untuk berbagi permasalahan yang dihadapinya.

Tantangan nyata yang penulis hadapi saat ini adalah belum membudayanya coaching disekolah. Pemahaman tentang budaya coaching masih perlu ditingkatkan. Akan halnya dengan budaya supervisi akademik. Masih merupakan hal yang dianggap wahana ‘menghakimi’ seolah-olah supervise akademik  adalah kagiatan mencari kelemahan dan kekurangan yang harus dihindari.

Pengalaman masa lalu mengatakan tidak ada guru yang dengan senang hati menyambut kegiatan ini.Sebuah tantangan bagi penulis untuk merubah paradigma ini, usaha membudayakan pemikiran positif tentang supervise akademik perlu ditingkatkan dengan memberikan pemahaman sedikit demi sedikit yang sejatinya supervisi akan memberikan efek baik untuk peningkatan kualitas pembelajaran disekolah. Couching akademik adalah pendekatan terbaik yang penulis akan terapkan. Semoga mendapatkan hasil terbaik.


Sabtu, 19 November 2022

HUT PGRI 2022, Pengajian Warnai Kegiatan PGRI Cabang Pamotan

 


Tanggal 25 November 2022 adalah puncak peringatan HUT PGRI KE-77 dan Hari Guru Nasional.Tahun ini PGRI Cabang Pamotan melaksanakan beberapa kegiatan. 

Mengusung tema “Guru Bangkit, Pulihkan Pendidikan: Indonesia Kuat, Indonesia Maju”. perayaan  Hari Guru Nasional sekaligus HUT PGRI inibertujuan  sebagai bentuk penghargaan untuk para guru yang tak pernah lelah berjuang dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Bertempat di gedung Futsal Balai Desa Pamotan Sabtu, 19 November 2022 PGRI Cabang Pamotan mengadakan kegiatan religi berupa pengajian dengan menghadirkah KH Jalalludin Fauzi dari Bancar Tuban.

Kegiatan yang dibuka oleh Ketua PGRI Cabang Pamotan, Juwarno, S.Pd., MSi ini dihadiri oleh Ketua PGRI Rembang, Drs. H. Jumanto, M.Pd., Jajaran Forkompincam Pamotan, Kepala Desa Pamotan, dan seluruh anggota PGRI Cabang Pamotan. 

Turut meramaikan adalah grup rebana IGTKI Pamotan.

Dalam sambutannya Ketua PGRI Rembang mengajak anggota PGRI Cabang Pamotan untuk menumbuhkan rasa mau memaafkan, dan mendidik siswa-siswi dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan.   

Selain kegiatan religi beberapa agenda kegiatan PGRI Cabang Pamotan diantaranya adalah :

  1. Pemasangan spanduk dan bendera PGRI di satuan pendidikan masing-masing mulai tanggal 1 - 30 Nopember 2022.
  2. Upacara Peringatan HUT PGRI dan HGN  yang akan dilaksanakan pad tanggal 25 Nopember 2022 bertempat di halaman SMA Negeri 1 Pamotan dengan dihadiri oleh seluruh anggota PGRI Cabang Pamotan.
  3. Upacara Peringatan HUT ke-77 Tingkat Kabupaten pada 26 Nopember 2022 yang diwakili pengurus Cabang bertempat di alun-alun Rembang.
  4. Pertandingan Bola Voli persahabatan denga PGRI Cabang Pancur yang direncanakan bertempat di Lapangan Voli SMP Negeri 1 Pamotan.



"Selamat Hari Guru Nasional dan HUT PGRI untuk para Guru seluruh Indonesia! Kesabaran, dedikasi, serta kebaikanmu telah membawa kami ke titik yang lebih baik. Terima kasih atas semua jasamu."



Sabtu, 05 November 2022

Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi di Kelas

 


Pembelajaran berdiferensiasi adalah Serangkaian keputusan masuk akal yang  dilakukan oleh guru dalam pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid  Dalam membantu kesuksesan belajar siswa guru menyesuaikan konten, proses, produk, yang sejalan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran sesuai dengan pemenuhan kebutuhan murid. 

Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, dengan melakukan identifikasi dan asesmen yang didapat melalui berbagai macam sumber diantaranya adalah hasil penilaian murid pada kelas sebelumnya, hasil wawancara dengan rekan sejawat, komunikasi dengan orang tua. Sehingga dari riset kecil ini guru mengetahui kebutuhan belajar masing-masing murid.

Menurut Tomlinson (2001)  dalam How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa asfek kbutuhan belajar murid ada 3 :

1. Kesiapan Belajar (readiness)
2. Minat
3. Profil Belajar Murid

Karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,  guru tidak bisa memperlakukan muridnya dengan cara yang sama sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi guru tidak perlu mendatangi murid satu-persatu untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Dan tidak berarti juga pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.

Ciri-ciri dan Karakteristik Pembelajaran berdiferensiasi diantaranya adalah : 

1.Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.

Tujuan  pembelajaran dapat dapat dipahami murid-muridnya, guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya, penyesuaian rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid misalnya menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda. 

2.Guru  menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi . 

3.Manajemen kelas yang efektif.
 Guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun murid melakukan kegiatan yang mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif. 

4.Penilaian berkelanjutan. 
Guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, 

Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi :  

a. Tahap Persiapan

  • Menyiapkan sumber belajar yang terdiri dari poster yang berhubungan dengan materi/konten, berbagai macam bacaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda, artikel dari majalah, komik yang brhubungan dengan materi, video dari youtube, kartu-kartu yang berisi petanyaan.
  • Menyiapkan daftar kegiatan dengan intruksinya. Diantaranya adalah membaca buku/komik/artikel, 
  • Mengamati poster/diagram, mendiskusikannya, dan membuat ringkasan
  • Mewanwancai dengan sumber yang relevan dengan materi
  • Menjawab kartu-kartu yang berisi pertanyaan.
b. Tahap Peklaksanaan

  • Memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan konnsep kunci yang harus dikuasai , melalui tanya jawab, dan contoh-contoh.
  • Membagi kelompok sesuai dengan tingkat kemampuan membaca.
  • Mejelaskan kepada muridnya bahwa dalam waktu satu minggu setiap kelompok harus menyelesaikan tugas yang telah dibuat dalam perencanaan.
  • Mengobservasi pemahaman murid, memberikan pertanyyan dan memberi bantuan kepada murid yang memerlukan tantangan lebih, memperlihatkan video kepada murid yang memerlukan pemahaman tambahan

c. Tahap Penilaian

  • Guru memberikan penilaian secara berjenjang sesuai dengan tingkatkemampuan pemahaman.
  • Pemahaman kurang dengan tugas membuat diagram dengan penjelasan sederhana
  • Pemahaman sedang dengan tugas membuat narasi dengan kosa kata yang lebih bervariasi
  • Pemahaman tinggi dengan membuat sebuah cerita kreatif dengan kalimat dan kosa kata yang lebih sulit
Pemetaan kebutuhan belajar merupakan kunci pokok kita untuk dapat menentukan langkah selanjutnya. Jika hasil pemetaan kita tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang kita buat dan lakukan akan menjadi kurang tepat. 

Terdapat tiga strategi diferensiasi diantaranya;

1.Direfensiasi konten
Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadapa kesiapan, minat, dan profil belajar murid maupun kombinasi dari ketiganya.
Guru perlu menyediakan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

2.Diferensiasi proses
Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai apa yang dipelajari.

3.Diferensiasi produk
Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan murid kepada kita (karangan, pidato, rekaman, doagram) atau sesuatu yang ada wujudnya.




Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama kepada murid. Setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid bisa kita beri perlakuan yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan murid maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang belajarnya.

 Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi antara lain; setiap orang merasa disambut dengan baik, murid dengan berbagai karakteristik merasa dihargai, merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk nyata, guru dan murid berkolaborasi, kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani dengan baik. Dari beberapa dampak tersebut diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal.

Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tentunya kita akan mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Guru harus tetap dapat bersikap positif,

 Untuk tetap dapat bersikap positif meskipun banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi adalah

  1. Terus belajar dan berbagi pengalaman dengan teman sejawat lainnya yang mempunyai masalah yang sama dengan kita (membentuk Learning Community)   
  2. Saling mendukung dan memberi semangat dengan sesama teman sejawat.
  3. Menerapkan apa yang sudah kita peroleh dan bisa kita terapkan meskipun belum maksimal.
  4. Terus berusaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang sudah diterapkan  
Pembelajaran berdiferensiasi sangat berkaitan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak, serta budaya positif. Salah satu filosofi pendidkan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sistem “among”, guru harus dapat menuntun murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, hal ini sangat sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu nilai dan peran guru penggerak adalah menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid, yaitu pembelajaran yang memerdekakan pemikiran dan potensi murid. 

Hal tersebut sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu visi guru penggerak adalah mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila, untuk mewujudkan visi tersebut salah satu caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Budaya positif juga harus kita bangun agar dapat mendukung pembelajaran berdiferensiasi.  

Sumber Materi : Program Pendidikan Guru Penggerak
Bahan Ajar Modul 2
Oscarina Dewi Kusuma, S.Pd., M.Pd
Siti Luthfah, M. Pd








Sabtu, 29 Oktober 2022

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA Modul 1.4

                              Membangun Budaya Positif Kelas dengan Segitiga Restitusi


a. Latar Belakang

Budaya positif adalah kebiasaan-kebiasan yang dilakukan bersama-sama yang mempunyai nilai positif. Budaya positif dibangun untuk meberukan arah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam hal ini murid, sehingga dalampemenuhan kebutuhan dasar tersebut tidak berbenturan dengan murid lainnya.



Membangun budaya positif diawali dengan kesepakatan kelas yang dibuat secara Bersama-sama dan untuk dipatuhi secara bersama pula. Kesepakatan yang dibuat bersama akan menimbulkan rasa saling memiliki dan tanggungjawab bersama.

Peran calon guru penggerak sangat dibutuhkan dalam hal ini sehubungan dengan nilai-nilai guru penggerak yang harus diterapkan. Budaya positif perlu dibangun dalam suatu kelas. Untuk mewujudkan budaya positif harus dimulai dari diri, diterapkan dikelas , selanjutnya mengajak teman sejawat secara bersama menerapkan dikelas masing-masing hingga tercipta budaya positif sekolah.

Keyakinan kelas berperan penting dalam pembelajaran, jika guru dan murid melaksanakan dengan penuh kesadaran dan menjadi kebiasaan maka akan menjadi budaya positif yang berdampak bukan hany perilaku dikelas melainkan akan terbawa juga pada kehidupan sehari-hari dilingkungannya.

Dengan demikian, membangun budaya positif di sekolah dimulai dari disiplin positif dari masing-masing individu, membudaya di kelas dan akhirnya menjadi budaya positif sekolah, tentu dimulai dari komunikasi yang efektif dengan murid, Kepala sekolah dan rekan sejawat. 


b. Tujuan

  1. Mendorong murid untuk mempunyaikeyakinan baik
  2. Menyampaikan materi budaya positif dengan rekan guru di sekolah
  3. Berkomunikasi dengan guru sekolah lain pada forum KKG
  4. Murid memiliki semangat kolaborasi serta tanggung jawab
  5. Meningkatan komunikasi guru dengan murid
  6. Mewujudkan budaya positif sekolah.

c. Tolok Ukur

  1. Murid mampu berperilaku baik dengan kesadaran sendiri
  2. Murid mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman dan guru kearah positif
  3. Murid mampu memberikan umpan balik dalam kegiatan pembelajaran.
  4. Murid mampu berinovasi dengan materi pelajaran yang diberikan.
  5. Murid mampu menjaga kedamaian di kelas
  6. Tumbuhnya motivasi dari dalam diri murid untuk berperilaku baik

D. Kesimpulan

Melaksanakan aksinyata pada modul 1.4 ini mempunyai tantangan tersendiri karena bisa direalisasikan secara nyata bekerjasama dengan murid dan berdampak langsung pada perilaku murid dalam keseharian di kelas. Dibutuhkan nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. 
Sebagai calon guru Penggerak semoga kedepannya bisa memberikan kontribusi nyata lebih banyak lagi untuk sekolah dan terutama untuk murid. Semoga aporan ini semakin menambah semangat bagi penulis sebagai refleksi diri untuk semakin berperan dalam perubahan yang semakin baik demi terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.

Dibuat untuk pemenuhan tugas :
Modul 1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Modul 1.4
Calon Guru Penggerak Angkatan 6

Kamis, 20 Oktober 2022

Segitiga Restitusi Untuk Mewujudkan Budaya Positif

 


Setiap sekolah mempunyai peraturan dan tata tertib yang tujuannya adalah menegakkan disiplin supaya anggota sekolah menaati tata tertib yang telah dibuat. Tata tertib dibuat dalam rangka sebagai fungsi control warga sekolah dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga sekolah agar tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya.

Upaya penegakan disiplin di sekolah selalu berujung pada hukuman dan konsekwensi

Dr. William Glasser dalam Control Theory meluruskan pemahaman tentang  konsep Kontrol diantaranya adalah bahwa guru sebenarnya tidak bisa mengontrol perilaku murid, dan jika pada saat tertentu murid berbuat sesuatu atas perintah guru karena pada saat itu murid sedang mengijinkan dirinya untuk dikontrol

 Mengontrol murid dengan penguatan positif berupa bujukan, membuat kritik sehingga murid merasa bersalah, dan guru memiliki hak untuk memaksa adalah keberhasilan jangka pendek dan berakibat buruk pada jangka panjang karena kontrol yang dilakukan guru bertentangan dengan kebutuhan dasar manusia,yang akan membentuk sebuah hubungan permusuhan dan identitas gagal bagi murid.

Nilai kedisiplinan positip yang diterapkan disekolah adalah bentuk kontrol diri agar mencapai tujuan mulia yang memuat nilai-nilai kebajikan universal, yang diyakini bersama dalam rangka mencapai profil pelajar pancasila.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh guru penggerak akan memperkuat peran  guru penggerak (modul1.2) dalam mewujudkan budaya positif disekolah. Filosofi dasar pemikiran KHD (1.1) digunakan sebagai kontrol perilaku murid, karena murid pada dasarnya sudah mempunyai keyakinan sendiri yang memerlukan pendampingan guru agar keyakinan diri tersebut  menjadi keyakinan yang universal sebagai dasar pencapaian visi guru penggerak(1.3)

Penerapan disiplin positif (1.4) dengan segitiga restitusi menguji seorang guru untuk betul-betul mampu menerapkan peran dan fungsi guru penggerak. 

Segitiga restitusi menjadikan siswa sebagai pribadi yang dihargai jati dirinya karena murid berkesempatan untuk memperbaiki kesalahan  yang dilakukannya dengan keyakinan yang dimiliki dan sesuai dengan kebajikan universal.

Untuk mencapai visi mewujudkan profil pelajar Pancasila harus dibarengi dengan lingkungan yang berbudaya positif. Menciptakan budaya positif dengan mendorong motivasi dari dalam diri murid akan lebih baik walaupun memerlukan proses panjang dari pada memberi motivasi dengan hadiah atau hukuman.

Modul 1.4 ini membawa pemahaman yang berlaku selama ini bahwa untuk menciptakan budaya positif diperlukan dorongan berupa pujian, hadiah, bahkan kritik agar murid lebih termotivasi lebih baik, dan pemberian hukuman sebagai konsekuensi dari  sebuah pelangaran. Ternyata hal tersebut dalam jangka panjang akan menjadikan murid ketergantungan dan membentuk pribadi yang gagal.

 Segitiga restitusi membuat saya menyadari bahwa sesuai dengan filosofi KHD setiap murid mempunyai keyakinan dan disinilah peran guru untuk menuntun murid menuju keyakinan universal agar murid benar-benar menemukan jatidirinya menjadi pribadi yang benar-benar utuh.

Sebuah contoh kasus ketika seorang murid laki-laki dengan sengaja memegang pipi guru perempuan didepan teman-temannya. Tentu hal yang seharusnya tidak dilakukan. Murid melakukan ini mungkin tidak menyadari bahwa hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan.

Mengetahui hal yang demikian tentu saya harus mengambil tindakan agar murid menyadari hal tersebut. Saya mencoba menerapkan tahapan-tahapan yang ada dalam segitiga restitusi. Memang membutuhkan waktu yang lama untuk menggali keyakinan murid tersebut. Menuntun dalam sistem among sangat tepat, dorongan dan alasan apa yang membuat murid melakukan perbuatannya, selanjutnya diarahkan kepada tindakan yang mengacu pada kebenaran umum, dan akhirnya murid menyadari bahwa tindakannya tidak seharusnya dilakukan dan ada keinginan untuk memperbaiki kesalahan.

Dari pengalaman ini ternyata kesalahan tidak harus diakhiri dengan hukuman seperti yang selama ini saya lakukan. Pada kasus-kasus tertentu tanpa sadar dalam penanganan kasus sampai pada validasi tindakan yang salah namun ketika murid menyadari kesalahannya masih berakhir pada hukuman atau konsekuensi dengan tujuan murid tidak lagi mengulangi kesalahannya.

Penerapan budaya positif pada modul 1.4 ini memberi perubahan cara berfikir yang segnifikan, disiplin tidak harus dengan pujian atau hukuman karena akan menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Lima posisi kontrol dari Diane Gossen menjadi referensi penting dalam penerapan disiplin positif dan diakhiri dengan segitiga restitusi.

Semoga kedepan semua warga sekolah nyaman dalam iklim pembelajaran dengan nilai kebajikan yang diyakini Bersama menuju terwujudnya merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila.

Sudadi

Calon Guru Penggerak Angakatan 6 

Kabupaten Rembang

Dalam pemenuhan tugas 1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Modul 1.4.


Senin, 19 September 2022

Nilai-Nilai Guru Penggerak

 


Kehadiran  nilai -nilai  positif  dalam  diri  seseorang  akan  membantu  mereka mengambil  posisi  ketika  berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak

Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan mengelola perubahan. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan  dalam  konteks  lain  atau  sistem  lain  yang  lebih  besar.

Setiap perubahan  berarti  datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang  harus  dipahami,  didamaikan.  Guru  Penggerak  perlu  “membangun  keselarasan  atau  koherensi”  secara  efektif  untuk  menuntun  yang  lain  melampaui  perbedaan  dan  menerima perbedaan yang muncul ke permukaan



1. Berpihak pada Murid

 Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan  kepentingan murid. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan  yang ada untuk  menyediakan  suasana  belajar dan  proses  pembelajaran  yang  positif  serta berkualitas bagi muridnya.

Segala hal yang Guru Penggerak lakukan, harus mengesampingkan  kepentingan  diri  sendiri,  maupun  pihak  lain,    Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  ini,  akan  selalu  berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan muridnya, seperti:

  •  “apa yang murid butuhkan?”,
  •  “apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?”, 
  • “bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?”, 



2. Mandiri

Guru Penggerak harus terus belajar dan belajar untuk meningkatkan kompetensi dirinya..  Ini  juga  berarti  seorang  Guru  Penggerak  harus senantiasa  memampukan  dirinya  sendiri  dalam  melakukan  aksi  serta  berkenan mengambil  tanggung  jawab  dan  turun  tangan  untuk  memulai  perubahan.  Guru Penggerak  yang  mandiri  termotivasi  untuk  mengembangkan  dirinya  tanpa  harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. 

Seyogyanya,  dalam  membawakan  perubahan  yang  positif,  pendidik  perlu memahami  psikis-fisik-etis-estetis  manusia  dan  pedagogis  (pendidikan  anak).  Hal  itu selaras  dengan  Ki  Hadjar  Dewantara  yang  menyatakan  bahwa  seorang  guru  harus menguasai lima ilmu yaitu:

  •  ilmu hidup batin (psikologis), 
  • ilmu hidup jasmani (fisiologis),
  •  ilmu  kesopanan  (etika), 
  •  ilmu  keindahan  (estetika),  dan 
  •  ilmu  pendidikan  (pedagogis) . 

Dengan demikian, Guru Penggerak harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga  makin menguasai dan makin ahli  dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki  daya lenting  dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil  kerja  mereka.  Mereka  beranjak  dari  “kekaburan  dan  ketidaktepatan”  menuju  “keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka

3. Reflektif

Selalu memaknai  pengalaman  yang  terjadi  di sekelilingnya,  baik  yang  terjadi  pada  diri  sendiri  maupun  pihak  lain  secara  positifapresiatif-produktif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman sebagai  pembelajaran  untuk  menuntun  dirinya,  murid,  dan  sesama  dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu  ke waktu.

Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  reflektif,  memiliki  daya  saing  yang  tinggi karena mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan potensi dan  upaya  diri  mereka  sendiri.  Dengan  begitu,  mereka  terus  mengupayakan peningkatan  efikasi  dirinya,  bagaimana  mendorong  dirinya  untuk  membuat  pilihan-pilihan masuk akal dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta  bergeser dari  dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri yang bersifat internal.

Refleksi  yang  baik  dapat  membantu  mengubah  pengalaman  menjadi  proses  pembelajaran  yang  memberdayakan  baik  individu  maupun  kelompok  dalam meningkatkan  dan  mengungkap  potensi  mereka. model refleksi yang dapat diadopsi dan mulai dibiasakan untuk dilakukan.

Model Refleksi

Model refleksi 5M
Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan (2013)). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut:
  1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
  2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
  3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
  4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
  5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang
4. Kolaboratif

 Guru  Penggerak  mampu  senantiasa membangun  daya sanding, memperhatikan pentingnya  salingtergantung yang positif terhadap seluruh pihak  yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai  tujuan  pembelajaran.  Guru  Penggerak  diharapkan  mampu mengomunikasikan  kepada  semua  pihak  mengenai  pentingnya  keberpihakan  pada murid.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya  dan  saling  menghargai,  serta  mengakui  dan  mengelola  kekuatan  serta perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat  pembelajaran tim. 

 5. Inovatif

Guru  Penggerak  mampu  senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga mengisyaratkan  penguatan  semangat  ko-kreasi  (gotong-royong)  dan  pemberdayaan aset/kekuatan  yang  ada  di  sekolah  untuk  mewujudkan  visi  bersama.  

Agar nilai inovatif muncul, maka diperlukan fleksibilitas  (daya lentur) dari seorang Guru Penggerak. Mereka berkenan mengadopsi multiperspektif,  mencari  dan  membuat  alternatif,  mengubahsuaikan  gaya  dan kecenderungan lama, untuk mewujudkan perubahan dan bergeser dari  pandangan yang ego-sentris serta sempit menuju pandangan-pandangan alternatif dan luas. Guru  Penggerak  yang  mempunyai  nilai  inovatif  juga  pantang  menyerah  (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Tehnologi
Program pendidikan Guru Penggerak
Aditya Dharma, S.Si, M.B.A.

Sabtu, 17 September 2022

Membentuk Kepemimpinan Murid (Student Agency) dalam Pembelajaran





Salah satu peran Guru Penggerak adalah membentuk kepemimpinan murid ( student Agency). Diperlukan strategi khusus dalam hal ini, guru harus menguasai karakter murid-muridnya, membentuk lingkungan belajar yang berpihak pada murid.

UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum  Pasal  1,  No.1,  menyatakan:  “Pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”  

Pernyataan  tersebut merupakan  penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam.

Murid hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam merancang sebuah program atau kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, sebagai guru kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran sehingga potensi murid dapat dikembangkan secara maksimal. Konsep kepemimpinan murid berakar pada bahwa setiap murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid, guru berupaya mendorong murid-murid untuk mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka sendiri.

 Dalam pembentukan kepemimpinan murid peran guru  lebih sebagai pendamping siswa dalam mengembangkan potensi kepemimpinan murid. Guru harus mampu untuk mengurangi dominasi terhadap murid, dan mendorong murid untuk memiliki kebebasan yang terkontrol atas diri mereka sendiri.

Saat murid sudah dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran, hubungan guru dengan murid tentu saja akan mengalami perubahan. Hubungan yang terjalin akan lebih bersifat kemitraan. Guru dapat membangun suasana yang menghargai murid, mendengarkan murid dengan tulus dan perhatian, membangun pemahaman lewat dialog atau komunikasi dengan murid dan menempatkan murid pada posisi kemudi dalam proses pembuatan keputusan.

 Tiga aspek pada murid yang harus digali dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid meliputi :

  1.  suara (voice),
  2.  pilihan (choice) dan
  3.  kepemilikan (ownership). Suara (choice)

Dapat digambarkan sebuah kondisi dimana guru tidak hanya memberikan kesempatan kepada murid untuk mengomunikasikan ide atau pendapat tetapi bagaimana seorang guru dapat memberdayakan murid-muridnya agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sebuah perubahan. Pilihan murid (choice) merupakan sebuah upaya mendorong murid-murid untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.

Menurut Bandura (1997) memberikan murid pilihan dapat meningkatkan motivasi dan otonomi murid yang memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid. Kepemilikan dalam belajar (ownership) mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, minat pribadi seseorang dalam sebuah proses pembelajaran. Saat murid terhubung secara fisik, kognitif, sosial emosional dengan apa yang dipelajari terlibat aktif dan menunjukkan minat yang tinggi dalam proses pembelajaran kita dapat menyimpulkan bahwa kepemilikan dalam belajarnya (ownership) tinggi. 

Selain suara pilihan dan kepemilikan murid ada hal yang tidak kalah penting untuk kita perhatikan yaitu tentang karakteristik lingkungan yang mendukung terciptanya kepemimpinan murid. Ada beberapa karakterisktik lingkungan yang dapat kita siapkan dalam upaya pengembangan kepemimpinan murid. Seperti lingkungan yang dapat menyediakan kesempatan untuk murid mengembangkan pola pikir positif dan merasakan emosi positif. Lingkungan yang mengembangkan ketrampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik dan non-akademiknya.

Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri sesama serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu kelompok maupun golongan. Lingkungan yang berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. Dan lingkungan yang dapat menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit ditengah kesempatan dan kesulitan.

Salam Perubahan.

Tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Perbaikan dan masukan silakan tulis dikolom komentar.

Salam Guru Penggerak


Referansi Materi : 

Jumat, 09 September 2022

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 - Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 


Prinsip dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi dasar pelaksanaan pendidikan di  Indonesia, dimana pendidikan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang merdeka, leluasa dalam mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya.

Pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan budi pekerti, menempatkan guru menjadi pribadi yang Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Pendidik berperan sebagai sosok dewasa yang menuntun dan mengarahkan agar peserta didik dapat menemukan jati diri peserta didiknya.

Ing Ngarsa Sung Tuladha , artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam kutipan dan perbuatannya.

 Ing Madya Mangun Karsa , artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

Tut Wuri Handayani , artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus membimbing, menopang dan menunjuk arah yang benar-benar bagi hidup dan karya anak didiknya.

Pendidikan adalah dasar fundamental yang menjadi arah kemana pribadi siswa kedepan akan terbentuk. Dan guru memegang peran penting dalam hal ini.
Guru adalah sosok inspirator bagi siswa dan siswinya di mata murid guru adalah pribadi yang sempurna karena apa yang dilakukan guru akan dicontoh oleh muridnya. Menjadi inspirator, Fasilitator dan motivator untuk murid-muridnya.

Ki  Hadjar  Dewantara  (KHD)  membedakan  kata  Pendidikan  dan  Pengajaran  dalam memahami arti dan  tujuan Pendidikan.

a.  a.  Pengajaran  (onderwijs) adalah  bagian dari Pendidikan.

Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu  atau  berfaedah  untuk  kecakapan  hidup  anak  secara  lahir  dan  batin. 

b.  Pendidikan  (opvoeding)  memberi  tuntunan  terhadap  segala  kekuatan  kodrat  yang  dimiliki  anak  agar  ia  mampu  mencapai  keselamatan  dan  kebahagiaan  yang  setinggi-tingginya  baik  sebagai  seorang  manusia  maupun  sebagai  anggota  masyarakat.

Jadi menurut  KHD  (2009),  “pendidikan  dan  pengajaran  merupakan  usaha  persiapan  dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat  maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD  memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka  pendidikan  menjadi  salah  satu  kunci  utama  untuk  mencapainya.  Pendidikan  dapat  menjadi  ruang  berlatih  dan  bertumbuhnya  nilai-nilai  kemanusiaan  yang  dapat diteruskan atau diwariskan.

Pembelajaran tidak lepas juga dari asas Tri-Kon Ki Hajar Dewantara, yang terdiri dari tiga asas yang berawalan  – kon. Yaitu yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris Kontinyu berarti belajar dilakukan secara terus menerus, konvergen berarti materi pembelajaran dari berbagai sumber dan konsentris berarti  pengembangan pendidikan yang dilakukan harus berdasarkan kepribadian kita sendiri

 Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk  bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin)  dan  menjadi  mandiri  (merdeka  lahir).  Kekuatan  diri  (kodrat)  yang  dimiliki,  menuntun  murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.




1.   Pendidikan Yang Menuntun

Pendidikan yang menuntun dapat dianalogikan sebagai seorng petani yang menanam bibit jagung. Jagung akan tumbuh subur apabila disemai pada lahan yang subur, dengan pengairan yang cukup, serta perawatan yang  baik dari pak tani, walaupun jagung tersebut berasal dari bibit yang kurang baik.

Sebaliknya sebaik apapun bibit jagung jika ditanan dilahan yang gersang, tanpa sinar matahari, tidak ada perawatan dari pak tani, maka jagung tersebut tidak akan tumbuh dengan baik.

Petani adalah guru, dan bibit jagung adalah murid. Petani tidak bisa merubah jagung menjadi padi. Petani hanya bisa merawat agar jagung tumbuh dengan baik.

2.     Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan  kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana  anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

Pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Pendidikan sat ini menuntut anak untuk tanggap dengan perkembangan tehnologi yang begitu cepat, tetapi dengan kodrat alam anak harus mampu menyesuaikan diri dan berpegang teguh terhadap kultur budaya lingkungan yang mereka miliki.

 

3.     Budi Pekerti

Budi  pekerti,  atau  watak  atau  karakter  merupakan  perpaduan  antara  gerak  pikiran,  perasaan  dan  kehendak  atau  kemauan  sehingga  menimbulkan  tenaga. Budi  pekerti  juga  dapat  diartikan  sebagai  perpaduan  antara  Cipta  (kognitif),  Karsa  (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).

Lebih  lanjut  KHD  menjelaskan,  keluarga  menjadi  tempat  yang  utama  dan  paling  baik  untuk  melatih  pendidikan  sosial  dan  karakter  baik  bagi  seorang  anak.  Keluarga  merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih  kecerdasan  budi-pekerti  (pembentukan  watak  individual).  Keluarga  juga  merupakan  sebuah  ekosistem  kecil  untuk  mempersiapkan  hidup  anak  dalam  bermasyarakat  dibanding dengan institusi pendidikan lainnya

Penerapan filosofi Pemikiran KHD di sekolah

Merdeka Belajar adalah cara belajar yang memberi kebebasan terhadap siswa untuk mengembangkan potensinya dengan tuntunan guru. Momong, Among, Ngemong, berdasarkan fase-fase tertentu yang menuntut peran pendidik denga nisi dan peran yang berbeda.

Beberapa penerapan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara diantaranya adalah :

a.     1. Kesepakatan Kelas

Peraturan kelas harus bersifat luas dan luwes. Peraturan harus dibuat dengan kesepakatan. Anak diberi keleluasaan dengan membuat peraturan kelas yang disepakti bersama. Apa yang mereka sampaikan adalah cerminan pemikiran yang pada akhirnya nanti bisa mereka lakukan tanpa ada paksaan.

b.    2.  Bermain peran

Sifat anak-anak adalah bermain. Permainan yang ada dilingkungan mereka salah satunya adalah gobag sodor. Ada nilai-nilai karakter di dalamnya, diantaranya adalah tanggungjawab, disiplin, Kerjasama. Pada pelajaran PJOK permainan ini bisa kita berikan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bermain sesuai dengan model yang berlaku dilingkungganya.

Kesimpulan dan Refleksi

1. Murid dan pembelajaran di kelas sebelum   mempelajari modul 1.1

Sebelum mempelajari modul 1.1. saya beranggapan bahwa murid seperti botol kosong yang bisa kita isi dengan apapun tanpa memperhatikan bentuk dan ukuran botol tersebut. Sesudah mempelajarimodul 1.1. saya sadar bahwa isi botol tidak akan bisa merubah bentuk dan ukuran botol. Botol sudah mempunya bentuk dan ukuran (kodrat alam) saya hanya bisa membuat tampilan botol tersebut lebih baik dan menarik. Sedangkan barang yang kitaisikan ke botol adalah materi yang sesuai dengan bentuk dan ukuran botol (kodrat jaman). Demikian juga dengan memperlakukan murid. Mereka sudah mempunyai potensi yang bisa kita bina sehingga potensi bisa tumbuh dengan maksimal.

2. Perubahan perilaku setelah mempelajari modul 1.1. Saya harus meninggalkan kegiatan menghukum siswa dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik, dan saya harus melakukan pendekatan yang lebih humanis dan holistik, untuk membangun kesadaran dan karakter mereka.

 3. Penerapan tindakan dalam kelas yang  mencerminkan pemikiran KHD.

Saya akan mulai menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan melakukan refleksi pada setiap selesai kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Demikian semoga bermanfaat, saran dan masukan silakan tulis di kolom komentar,


Sumber Materi :
 Simon Petrus Rafael, M.Pd
Bahan Ajar 
Pendidikan Program Guru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak

I Made Sukarda
CGP Denpasar
Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara




Senin, 29 Agustus 2022

Program Pendidikan Guru Penggerak

 Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024 salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta. Visi tersebut terkait langsung dengan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.

Sebagai rangkaian kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud telah mengeluarkan empat paket kebijakan, yang pada tahap pertama meliputi: 

  1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada guru dan satuan pendidikanlebih merdeka dalam menilai belajar peserta didik.
  2. Ujian Nasional tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang meniscayakan penyesuaian tata kelola penilaian pembelajaran di level satuan pendidikan maupun pada level nasional.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berimplikasi pada kebebasan guru untuk dapat memilih, membuat, dan menggunakan format RPP secara efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mengelola pembelajaran.
  4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan.

Guru Indonesia yang diharapkan tersebut mencirikan lima karakter yaitu berjiwa nasionalisme Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, dan berorientasi pada peserta didik. Berbagai kebijakan dan program sedang diupayakan untuk hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak menjadi satu ekosistem pendidikan yang bergerak dan bersinergi dalam satu pola pikir yang sama antara masyarakat, satuan pendidikan, dan pemangku kebijakan.

Program tersebut dinamakan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang sejatinya mengembangkan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan guru sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar melalui pendidikan guru. Pedoman ini disusun sebagai acuan implementasi agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Kerangka Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP merupakankegiatan pengembangan profesi melalui pelatihandan pendampingan yang berfokus pada kepemimpinan pembelajaranagar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud adalah peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan tunggal, bernalar kritis, dan mandiri.

Program ini bertujuan memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru sehingga mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan serta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikannya masing-masing. Rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ditunjukkan melalui sikap dan emosi positif terhadap satuan pendidikan, bersikap positif terhadap proses akademik, merasa senang mengikuti kegiatan di satuan pendidikan, terbebas dari perasaan cemas, terbebas dari keluhan kondisi fisik satuan pendidikan, dan tidak memiliki masalah sosial di satuan pendidikannya.     

Kemampuan menggerakkan komunitas belajar merupakankemampuan guru memotivasidan terlibat aktif bersama anggota komunitasnya untuk bersikap reflektif, kolaboratif serta berbagi pengetahuan yang merekamiliki dan saling belajar dalam rangka mencapai tujuan bersama. Komunitas pembelajar guru di antaranya Pusat Kegiatan Gugus (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) serta komunitas praktis (Community of Practice) lainnya baik di dalam satuan pendidikan atau dalam wilayah yang sama.

Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP didesain untuk mendukung hasil belajar yang implementatif berbasis lapangan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan blended learningselama 6 (enam) bulan. Kegiatan PGP dilaksanakan menggunakan metode pelatihan dalam jaringan (daring), lokakarya, dan pendampingan individu. Proporsi kegiatan terdiri atas 70% belajar di tempat bekerja (on-the-job training), 20% belajar bersama rekan sejawat, dan 10% belajar bersama narasumber, fasilitator, dan pendamping. 

Asesmen dilakukan pada tahap pelatihan dan pendampingan dengan mendapatkan data hasil penugasan, praktik dan observasi fasilitator dan pendamping. Umpan balik dari rekan sejawat, kepala sekolah dan peserta didik digunakan sebagai bagian dari proses refleksi dan pengembangan diri Guru Penggerak. Asesmen pada hasil belajar peserta didik dilakukan saat proses evaluasi dampak (impact evaluation).

PGP menerapkan andragogi, pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif, dan reflektif sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut.

Tujuan Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan pedagogi guru sehingga dapat menghasilkan profil guru penggerak sebagai berikut:

  1. mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi;
  2. memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;
  3. merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan melibatkan orang tua;
  4. mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang berpihak pada peserta didik dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan
  5. berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.
Manfaat Program Pendidikan Guru Penggerak

Manfaat Pendidikan Guru Penggerak adalah sebagai berikut: 
  1. bergeraknya komunitas belajar secara berkelanjutan sebagai tempat diskusi dan simulasi agar guru dapat menerapkan pembelajaran aktif yang sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan peserta didik;
  2. diterapkannya pembelajaran aktif oleh guru lain di lingkungan satuan pendidikannya dan lingkungan sekitar sebagai dampak bergeraknya komunitas guru secara berkelanjutan; 
  3. terbangunnya rasa nyaman dan bahagia peserta didik berada di lingkungan satuan pendidikan;
  4. meningkatnya sikap positif peserta didik terhadap proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan hasil belajar;
  5. terwujudnya lingkungan fisik dan budaya satuan pendidikan yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik; dan
  6. terbukanya kesempatan bagi guru penggerak untuk menjadi pemimpin satuan Pendidikan
Perjalanan Program Pendidikan Guru Penggerak



 Sumber Materi : Program Guru Penggerak ; https://lms23-gp.simpkb.id/course/view.php?id=488


Sabtu, 23 Juli 2022

Pemutakhiran Data Sistem Belajar.id bagi Pendidik, Peserta Didik & Tenaga Kependidikan


 Per bulan Juli 2022, dilakukan pemutakhiran data pada sistem Belajar.id. Pemutakhiran data ini dimaksudkan agar akun Belajar.id dapat tersinkronisasi secara otomatis dengan data yang ada di Dapodik, sehingga detail nama akun, data profil, dan lainnya akan terus diperbarui tanpa harus mengubah secara manual.

Apa tujuan dari pemutakhiran data itu sendiri?

Sinkronisasi data pada sistem Belajar.id dengan data yang tersedia di Dapodik secara berkala.

Dengan adanya email notifikasi yang akan Anda terima setiap terdapat perubahan data, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi lebih mengetahui apabila ada pembaruan yang harus segera dilakukan.

Bagaimana bentuk notifikasi yang Anda terima ketika ada pemutakhiran data?

  1. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan dinonaktifkan
  2. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Menjadi Admin atau Sebaliknya
  3. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Berubah Karena Mutasi
  4. Akun Peserta Didik Pindah Jenjang
  5. Akun Peserta Didik Dinonaktifkan

Siapa saja yang terkena dampak dari pemutakhiran data tersebut?

No

Pengguna/Peran

Kondisi

1

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Data sekolah di Dapodik tidak ada, misalnya: sekolah ditutup

2

Pendidik

Berpindah peran menjadi admin di sekolah yang sama. Misal: diangkat menjadi kepala sekolah

3

Tenaga Kependidikan (Admin)

Berpindah peran menjadi Pendidik di sekolah yang sama

4

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Mutasi di jenjang yang sama atau jenjang yang berbeda

5

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Berhenti kerja (pensiun, mengundurkan diri, pemecatan, atau meninggal dunia)

6

Peserta Didik

Pindah jenjang, misalnya: SD ke SMP, SMP ke SMA, SMP ke SMK












Bagi Anda yang termasuk dalam kategori di atas, tidak perlu khawatir! Pastikan Anda melakukan pengecekan pada email akun Belajar.id Anda secara berkala. Hal ini agar Anda lebih mengetahui langkah-langkah selanjutnya apabila Anda mendapatkan email notifikasi.


Sumber : 

 https://belajar.id/