Sabtu, 17 September 2022

Membentuk Kepemimpinan Murid (Student Agency) dalam Pembelajaran





Salah satu peran Guru Penggerak adalah membentuk kepemimpinan murid ( student Agency). Diperlukan strategi khusus dalam hal ini, guru harus menguasai karakter murid-muridnya, membentuk lingkungan belajar yang berpihak pada murid.

UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum  Pasal  1,  No.1,  menyatakan:  “Pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”  

Pernyataan  tersebut merupakan  penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam.

Murid hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam merancang sebuah program atau kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, sebagai guru kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran sehingga potensi murid dapat dikembangkan secara maksimal. Konsep kepemimpinan murid berakar pada bahwa setiap murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid, guru berupaya mendorong murid-murid untuk mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka sendiri.

 Dalam pembentukan kepemimpinan murid peran guru  lebih sebagai pendamping siswa dalam mengembangkan potensi kepemimpinan murid. Guru harus mampu untuk mengurangi dominasi terhadap murid, dan mendorong murid untuk memiliki kebebasan yang terkontrol atas diri mereka sendiri.

Saat murid sudah dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran, hubungan guru dengan murid tentu saja akan mengalami perubahan. Hubungan yang terjalin akan lebih bersifat kemitraan. Guru dapat membangun suasana yang menghargai murid, mendengarkan murid dengan tulus dan perhatian, membangun pemahaman lewat dialog atau komunikasi dengan murid dan menempatkan murid pada posisi kemudi dalam proses pembuatan keputusan.

 Tiga aspek pada murid yang harus digali dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid meliputi :

  1.  suara (voice),
  2.  pilihan (choice) dan
  3.  kepemilikan (ownership). Suara (choice)

Dapat digambarkan sebuah kondisi dimana guru tidak hanya memberikan kesempatan kepada murid untuk mengomunikasikan ide atau pendapat tetapi bagaimana seorang guru dapat memberdayakan murid-muridnya agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sebuah perubahan. Pilihan murid (choice) merupakan sebuah upaya mendorong murid-murid untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.

Menurut Bandura (1997) memberikan murid pilihan dapat meningkatkan motivasi dan otonomi murid yang memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid. Kepemilikan dalam belajar (ownership) mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, minat pribadi seseorang dalam sebuah proses pembelajaran. Saat murid terhubung secara fisik, kognitif, sosial emosional dengan apa yang dipelajari terlibat aktif dan menunjukkan minat yang tinggi dalam proses pembelajaran kita dapat menyimpulkan bahwa kepemilikan dalam belajarnya (ownership) tinggi. 

Selain suara pilihan dan kepemilikan murid ada hal yang tidak kalah penting untuk kita perhatikan yaitu tentang karakteristik lingkungan yang mendukung terciptanya kepemimpinan murid. Ada beberapa karakterisktik lingkungan yang dapat kita siapkan dalam upaya pengembangan kepemimpinan murid. Seperti lingkungan yang dapat menyediakan kesempatan untuk murid mengembangkan pola pikir positif dan merasakan emosi positif. Lingkungan yang mengembangkan ketrampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik dan non-akademiknya.

Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri sesama serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu kelompok maupun golongan. Lingkungan yang berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. Dan lingkungan yang dapat menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit ditengah kesempatan dan kesulitan.

Salam Perubahan.

Tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Perbaikan dan masukan silakan tulis dikolom komentar.

Salam Guru Penggerak


Referansi Materi : 

Jumat, 09 September 2022

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 - Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 


Prinsip dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi dasar pelaksanaan pendidikan di  Indonesia, dimana pendidikan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang merdeka, leluasa dalam mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya.

Pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan budi pekerti, menempatkan guru menjadi pribadi yang Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Pendidik berperan sebagai sosok dewasa yang menuntun dan mengarahkan agar peserta didik dapat menemukan jati diri peserta didiknya.

Ing Ngarsa Sung Tuladha , artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam kutipan dan perbuatannya.

 Ing Madya Mangun Karsa , artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

Tut Wuri Handayani , artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus membimbing, menopang dan menunjuk arah yang benar-benar bagi hidup dan karya anak didiknya.

Pendidikan adalah dasar fundamental yang menjadi arah kemana pribadi siswa kedepan akan terbentuk. Dan guru memegang peran penting dalam hal ini.
Guru adalah sosok inspirator bagi siswa dan siswinya di mata murid guru adalah pribadi yang sempurna karena apa yang dilakukan guru akan dicontoh oleh muridnya. Menjadi inspirator, Fasilitator dan motivator untuk murid-muridnya.

Ki  Hadjar  Dewantara  (KHD)  membedakan  kata  Pendidikan  dan  Pengajaran  dalam memahami arti dan  tujuan Pendidikan.

a.  a.  Pengajaran  (onderwijs) adalah  bagian dari Pendidikan.

Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu  atau  berfaedah  untuk  kecakapan  hidup  anak  secara  lahir  dan  batin. 

b.  Pendidikan  (opvoeding)  memberi  tuntunan  terhadap  segala  kekuatan  kodrat  yang  dimiliki  anak  agar  ia  mampu  mencapai  keselamatan  dan  kebahagiaan  yang  setinggi-tingginya  baik  sebagai  seorang  manusia  maupun  sebagai  anggota  masyarakat.

Jadi menurut  KHD  (2009),  “pendidikan  dan  pengajaran  merupakan  usaha  persiapan  dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat  maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD  memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka  pendidikan  menjadi  salah  satu  kunci  utama  untuk  mencapainya.  Pendidikan  dapat  menjadi  ruang  berlatih  dan  bertumbuhnya  nilai-nilai  kemanusiaan  yang  dapat diteruskan atau diwariskan.

Pembelajaran tidak lepas juga dari asas Tri-Kon Ki Hajar Dewantara, yang terdiri dari tiga asas yang berawalan  – kon. Yaitu yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris Kontinyu berarti belajar dilakukan secara terus menerus, konvergen berarti materi pembelajaran dari berbagai sumber dan konsentris berarti  pengembangan pendidikan yang dilakukan harus berdasarkan kepribadian kita sendiri

 Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk  bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin)  dan  menjadi  mandiri  (merdeka  lahir).  Kekuatan  diri  (kodrat)  yang  dimiliki,  menuntun  murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.




1.   Pendidikan Yang Menuntun

Pendidikan yang menuntun dapat dianalogikan sebagai seorng petani yang menanam bibit jagung. Jagung akan tumbuh subur apabila disemai pada lahan yang subur, dengan pengairan yang cukup, serta perawatan yang  baik dari pak tani, walaupun jagung tersebut berasal dari bibit yang kurang baik.

Sebaliknya sebaik apapun bibit jagung jika ditanan dilahan yang gersang, tanpa sinar matahari, tidak ada perawatan dari pak tani, maka jagung tersebut tidak akan tumbuh dengan baik.

Petani adalah guru, dan bibit jagung adalah murid. Petani tidak bisa merubah jagung menjadi padi. Petani hanya bisa merawat agar jagung tumbuh dengan baik.

2.     Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan  kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana  anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

Pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Pendidikan sat ini menuntut anak untuk tanggap dengan perkembangan tehnologi yang begitu cepat, tetapi dengan kodrat alam anak harus mampu menyesuaikan diri dan berpegang teguh terhadap kultur budaya lingkungan yang mereka miliki.

 

3.     Budi Pekerti

Budi  pekerti,  atau  watak  atau  karakter  merupakan  perpaduan  antara  gerak  pikiran,  perasaan  dan  kehendak  atau  kemauan  sehingga  menimbulkan  tenaga. Budi  pekerti  juga  dapat  diartikan  sebagai  perpaduan  antara  Cipta  (kognitif),  Karsa  (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).

Lebih  lanjut  KHD  menjelaskan,  keluarga  menjadi  tempat  yang  utama  dan  paling  baik  untuk  melatih  pendidikan  sosial  dan  karakter  baik  bagi  seorang  anak.  Keluarga  merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih  kecerdasan  budi-pekerti  (pembentukan  watak  individual).  Keluarga  juga  merupakan  sebuah  ekosistem  kecil  untuk  mempersiapkan  hidup  anak  dalam  bermasyarakat  dibanding dengan institusi pendidikan lainnya

Penerapan filosofi Pemikiran KHD di sekolah

Merdeka Belajar adalah cara belajar yang memberi kebebasan terhadap siswa untuk mengembangkan potensinya dengan tuntunan guru. Momong, Among, Ngemong, berdasarkan fase-fase tertentu yang menuntut peran pendidik denga nisi dan peran yang berbeda.

Beberapa penerapan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara diantaranya adalah :

a.     1. Kesepakatan Kelas

Peraturan kelas harus bersifat luas dan luwes. Peraturan harus dibuat dengan kesepakatan. Anak diberi keleluasaan dengan membuat peraturan kelas yang disepakti bersama. Apa yang mereka sampaikan adalah cerminan pemikiran yang pada akhirnya nanti bisa mereka lakukan tanpa ada paksaan.

b.    2.  Bermain peran

Sifat anak-anak adalah bermain. Permainan yang ada dilingkungan mereka salah satunya adalah gobag sodor. Ada nilai-nilai karakter di dalamnya, diantaranya adalah tanggungjawab, disiplin, Kerjasama. Pada pelajaran PJOK permainan ini bisa kita berikan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bermain sesuai dengan model yang berlaku dilingkungganya.

Kesimpulan dan Refleksi

1. Murid dan pembelajaran di kelas sebelum   mempelajari modul 1.1

Sebelum mempelajari modul 1.1. saya beranggapan bahwa murid seperti botol kosong yang bisa kita isi dengan apapun tanpa memperhatikan bentuk dan ukuran botol tersebut. Sesudah mempelajarimodul 1.1. saya sadar bahwa isi botol tidak akan bisa merubah bentuk dan ukuran botol. Botol sudah mempunya bentuk dan ukuran (kodrat alam) saya hanya bisa membuat tampilan botol tersebut lebih baik dan menarik. Sedangkan barang yang kitaisikan ke botol adalah materi yang sesuai dengan bentuk dan ukuran botol (kodrat jaman). Demikian juga dengan memperlakukan murid. Mereka sudah mempunyai potensi yang bisa kita bina sehingga potensi bisa tumbuh dengan maksimal.

2. Perubahan perilaku setelah mempelajari modul 1.1. Saya harus meninggalkan kegiatan menghukum siswa dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik, dan saya harus melakukan pendekatan yang lebih humanis dan holistik, untuk membangun kesadaran dan karakter mereka.

 3. Penerapan tindakan dalam kelas yang  mencerminkan pemikiran KHD.

Saya akan mulai menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan melakukan refleksi pada setiap selesai kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Demikian semoga bermanfaat, saran dan masukan silakan tulis di kolom komentar,


Sumber Materi :
 Simon Petrus Rafael, M.Pd
Bahan Ajar 
Pendidikan Program Guru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak

I Made Sukarda
CGP Denpasar
Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara




Senin, 29 Agustus 2022

Program Pendidikan Guru Penggerak

 Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024 salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta. Visi tersebut terkait langsung dengan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.

Sebagai rangkaian kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud telah mengeluarkan empat paket kebijakan, yang pada tahap pertama meliputi: 

  1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada guru dan satuan pendidikanlebih merdeka dalam menilai belajar peserta didik.
  2. Ujian Nasional tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang meniscayakan penyesuaian tata kelola penilaian pembelajaran di level satuan pendidikan maupun pada level nasional.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berimplikasi pada kebebasan guru untuk dapat memilih, membuat, dan menggunakan format RPP secara efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mengelola pembelajaran.
  4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan.

Guru Indonesia yang diharapkan tersebut mencirikan lima karakter yaitu berjiwa nasionalisme Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, dan berorientasi pada peserta didik. Berbagai kebijakan dan program sedang diupayakan untuk hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak menjadi satu ekosistem pendidikan yang bergerak dan bersinergi dalam satu pola pikir yang sama antara masyarakat, satuan pendidikan, dan pemangku kebijakan.

Program tersebut dinamakan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang sejatinya mengembangkan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan guru sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar melalui pendidikan guru. Pedoman ini disusun sebagai acuan implementasi agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Kerangka Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP merupakankegiatan pengembangan profesi melalui pelatihandan pendampingan yang berfokus pada kepemimpinan pembelajaranagar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud adalah peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan tunggal, bernalar kritis, dan mandiri.

Program ini bertujuan memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru sehingga mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan serta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikannya masing-masing. Rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ditunjukkan melalui sikap dan emosi positif terhadap satuan pendidikan, bersikap positif terhadap proses akademik, merasa senang mengikuti kegiatan di satuan pendidikan, terbebas dari perasaan cemas, terbebas dari keluhan kondisi fisik satuan pendidikan, dan tidak memiliki masalah sosial di satuan pendidikannya.     

Kemampuan menggerakkan komunitas belajar merupakankemampuan guru memotivasidan terlibat aktif bersama anggota komunitasnya untuk bersikap reflektif, kolaboratif serta berbagi pengetahuan yang merekamiliki dan saling belajar dalam rangka mencapai tujuan bersama. Komunitas pembelajar guru di antaranya Pusat Kegiatan Gugus (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) serta komunitas praktis (Community of Practice) lainnya baik di dalam satuan pendidikan atau dalam wilayah yang sama.

Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP didesain untuk mendukung hasil belajar yang implementatif berbasis lapangan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan blended learningselama 6 (enam) bulan. Kegiatan PGP dilaksanakan menggunakan metode pelatihan dalam jaringan (daring), lokakarya, dan pendampingan individu. Proporsi kegiatan terdiri atas 70% belajar di tempat bekerja (on-the-job training), 20% belajar bersama rekan sejawat, dan 10% belajar bersama narasumber, fasilitator, dan pendamping. 

Asesmen dilakukan pada tahap pelatihan dan pendampingan dengan mendapatkan data hasil penugasan, praktik dan observasi fasilitator dan pendamping. Umpan balik dari rekan sejawat, kepala sekolah dan peserta didik digunakan sebagai bagian dari proses refleksi dan pengembangan diri Guru Penggerak. Asesmen pada hasil belajar peserta didik dilakukan saat proses evaluasi dampak (impact evaluation).

PGP menerapkan andragogi, pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif, dan reflektif sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut.

Tujuan Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan pedagogi guru sehingga dapat menghasilkan profil guru penggerak sebagai berikut:

  1. mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi;
  2. memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;
  3. merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan melibatkan orang tua;
  4. mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang berpihak pada peserta didik dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan
  5. berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.
Manfaat Program Pendidikan Guru Penggerak

Manfaat Pendidikan Guru Penggerak adalah sebagai berikut: 
  1. bergeraknya komunitas belajar secara berkelanjutan sebagai tempat diskusi dan simulasi agar guru dapat menerapkan pembelajaran aktif yang sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan peserta didik;
  2. diterapkannya pembelajaran aktif oleh guru lain di lingkungan satuan pendidikannya dan lingkungan sekitar sebagai dampak bergeraknya komunitas guru secara berkelanjutan; 
  3. terbangunnya rasa nyaman dan bahagia peserta didik berada di lingkungan satuan pendidikan;
  4. meningkatnya sikap positif peserta didik terhadap proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan hasil belajar;
  5. terwujudnya lingkungan fisik dan budaya satuan pendidikan yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik; dan
  6. terbukanya kesempatan bagi guru penggerak untuk menjadi pemimpin satuan Pendidikan
Perjalanan Program Pendidikan Guru Penggerak



 Sumber Materi : Program Guru Penggerak ; https://lms23-gp.simpkb.id/course/view.php?id=488


Sabtu, 23 Juli 2022

Pemutakhiran Data Sistem Belajar.id bagi Pendidik, Peserta Didik & Tenaga Kependidikan


 Per bulan Juli 2022, dilakukan pemutakhiran data pada sistem Belajar.id. Pemutakhiran data ini dimaksudkan agar akun Belajar.id dapat tersinkronisasi secara otomatis dengan data yang ada di Dapodik, sehingga detail nama akun, data profil, dan lainnya akan terus diperbarui tanpa harus mengubah secara manual.

Apa tujuan dari pemutakhiran data itu sendiri?

Sinkronisasi data pada sistem Belajar.id dengan data yang tersedia di Dapodik secara berkala.

Dengan adanya email notifikasi yang akan Anda terima setiap terdapat perubahan data, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi lebih mengetahui apabila ada pembaruan yang harus segera dilakukan.

Bagaimana bentuk notifikasi yang Anda terima ketika ada pemutakhiran data?

  1. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan dinonaktifkan
  2. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Menjadi Admin atau Sebaliknya
  3. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Berubah Karena Mutasi
  4. Akun Peserta Didik Pindah Jenjang
  5. Akun Peserta Didik Dinonaktifkan

Siapa saja yang terkena dampak dari pemutakhiran data tersebut?

No

Pengguna/Peran

Kondisi

1

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Data sekolah di Dapodik tidak ada, misalnya: sekolah ditutup

2

Pendidik

Berpindah peran menjadi admin di sekolah yang sama. Misal: diangkat menjadi kepala sekolah

3

Tenaga Kependidikan (Admin)

Berpindah peran menjadi Pendidik di sekolah yang sama

4

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Mutasi di jenjang yang sama atau jenjang yang berbeda

5

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Berhenti kerja (pensiun, mengundurkan diri, pemecatan, atau meninggal dunia)

6

Peserta Didik

Pindah jenjang, misalnya: SD ke SMP, SMP ke SMA, SMP ke SMK












Bagi Anda yang termasuk dalam kategori di atas, tidak perlu khawatir! Pastikan Anda melakukan pengecekan pada email akun Belajar.id Anda secara berkala. Hal ini agar Anda lebih mengetahui langkah-langkah selanjutnya apabila Anda mendapatkan email notifikasi.


Sumber : 

 https://belajar.id/





Kamis, 07 April 2022

Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022

 Pers Release Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022  - Kementerian RI 

Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  2. Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.
  3. Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain:

Minggu, 20 Maret 2022

Improving Student Learning Outcomes With DORA

Various learning models are used in the delivery of learning materials in schools. The teacher's teaching pattern is closely related to the choice of method, if the lesson material is presented in an attractive way, it is likely that student learning motivation will increase.

Learning by doing (Learning by doing) is the initial cycle in experiential learning. The application model is designed to allow students to learn to actually do things

Learning by doing is essentially useful for the following:

a. Cultivate learning motivation

Students will be more motivated if in learning they do it directly to complete the practical task until they can because they are challenged by the completion target. Even if they start from a mistake in practice, they will continue to be motivated to do what is considered right.

 b. Encouraging students to be active

Learning while doing, of course, can trigger students to be active through various artificial and natural activities.

 c. Respect individual differences.

Learning by doing is very useful for appreciating the individual differences that appear when students carry out practical activities. If students are silent, the teacher will find it difficult to know individual differences.

 d. Teach with feedback.

The teacher will be able to immediately provide feedback on the actions of students because they immediately recognize it. Feedback can be done in terms of student behavior and absorption.

e. Facilitate absorption of concepts.

 When students practice directly, error after mistake will appear by itself and without realizing it. That's when the teacher can convey the correct concept. the teacher can observe carefully the actions of students. The results of these observations are used as provisions for improvement.

Learning by doing must involve a connection between action and thought. Kolb (2006:35) provides a cycle involving four successive stages that can simply be developed into DORA (Do, Observation, Reflective, Application) in every learning activity while doing which forms a learning cycle that must be followed sequentially without interruption in order to get results. the maximum.

The DORA pattern in question is:

(a) DO ;

 First, the teacher gives an introduction in the form of instructions for carrying out activities for students. Furthermore, students carry out activities according to the introductory content in the form of practice, exploration, simulation, testing and application of something. When students carry out activities, the teacher provides broad opportunities for students to actualize their abilities without teacher intervention. The student's work is an initial fact of the ability limit shown to get perfection.

 (b) Observation ;

The second stage, the teacher observes in depth both the behavior and content of the material shown by students when carrying out Do. It is better if the teacher uses an instrument when making observations, the teacher records information that is deemed necessary as material for the next stage.

 (c) Reflevtive ;

In this third stage, the teacher provides an evaluation of the competencies shown by the students. The teacher shows the results of student performance that are good and need to be improved. Then the teacher presents the right material according to basic competencies through power points, flip carts, material cards or others according to the subject matter.

(d) Application ;

In the fourth stage, students try again, practice, simulate, or apply according to the results of reflection in the third stage. The implementation is done in order to show more perfect results than the results in the first order (DO). This Do, Observation, Reflevtive, Application stage is also the second DO to be observed, reflected, and applied for the next stage.


Daftar Pustaka : 

Kemendikbud. 2010. Pendidikan Kepramukaan di Sekolah Dasar. Jakarta

Mulyono, Luwes Traviari Agusta, dkk. 2021. Kursus Pembina Pelatih Pramuka. Semarang


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan DORA

 


Berbagai model pembelajaran digunakan dalam penyampaian materi pembelajaran disekolah. Pola pengajaran guru berkaitan erat dengan pilihan metode, jika bahan pelajaran disajikan secara menarik besar kemungkinan motivasi belajar siswa akan meningkat. 

Belajar sambil melakukan (Learning by doing ) merupakan siklus awal dalam pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning). Model penerapan dirancang untuk memungkinkan peserta didik agar belajar benar-benar melakukan. 

Belajar sambil melakukan pada hakekatnya bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut : 

a. Menumbuhkan motivasi belajar 

Peserta didik akan lebih termotivasi jika dalam belajar mereka melakukan secara langsung untuk menyelesaikan tugas praktiknya sampai bisa karena tertantang oleh target penyelesaian. Meskipun berangkat dari sebuah kesalahan saat praktik, mereka akan terus termotivasi untuk melakukan hal yang dianggap benar.

 b. Memantik peserta didik untuk beraktifitas

Belajar sambil melakukan tentu dapat memantik peserta didik untuk beraktifitas melalui berbagai kegiatan buatan maupun alami.

 c. Menghargai perbedaan individual. 

Belajar sambil melakukan sangat bermanfaat untuk menghargai perbedaan individual yang tampak saat peserta didik melangsungkan aktivitas praktik. Jika peserta didik berdiam diri saja, guru akan sulit mengetahui perbedaan individual.

 d. Mengajar dengan umpan balik. 

Guru akan dapat segera melakukan umpan balik terhadap tindakan peserta didik karena langsung mengenali. Umpan balik dapat dilakukan dalam hal perilaku dan daya serap peserta didik. 

e. Memudahkan penyerapan konsep.

 Saat peserta didik praktik langsung, kesalahan demi kesalahan akan muncul dengan sendirinya dan tanpa disadari. Saat itulah, guru dapat menyampaikan konsep yang benar. guru dapat mengamati dengan seksama tindakan peserta didik. Hasil amatan itu digunakan sebagai bekal untuk perbaikan.

Belajar sambil melakukan harus melibatkan hubungan antara perbuatan dan pemikiran. Kolb (2006:35) memberikan siklus yang melibatkan empat tahap yang berurutan secara sederhana dapat dikembangkan menjadi D-O-R-A (Do, Observation, Reflective, Application) dalam setiap melakukan kegiatan belajar sambil melakukan yang membentuk siklus belajar yang harus diikuti secara berurutan tanpa terputus agar mendapatkan hasil yang maksimal. 

Pola DORA yang dimaksud adalah : 

(a) DO (Lakukan); 

 Pertama guru memberikan pengantar berupa petunjuk untuk melakukan kegiatan bagi peserta didik. Selanjutnya peserta didik melakukan kegiatan sesuai dengan isi pengantar berupa praktik, eksplorasi, simulasi, ujicoba dan penerapan sesuatu. Saat peserta didik melakukan kegiatan, guru memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya tanpa campur tangan guru. Hal kerja peserta didik merupaka fakta awal batas kemampuan yang ditunjukkan untuk mendapatkan penyempurnaan.

 (b) Observation (Observasi); 

Tahap kedua, guru mengamati secara mendalam baik tingkah laku maupun isi materi yang ditunjukkan peserta didik saat menjalankan Do. Sebaiknya guru menggunakan instrumen saat melakukan observasi, guru mencatat informasi yang dipandang perlu sebagai bahan untuk tahap selanjutnya.

 (c) Reflevtive (Refleksi); 

Pada tahap tiga ini, guru memberikan evaluasi atas kompetensi yang ditunjukan siswa. Guru menunjukkan hasil kinerja siswa yang baik dan yang perlu diperbaiki. Kemudian guru menyajikan materi yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar melalui power point, flip cart, kartu materi atau yang lain sesuai dengan materi pelajaran. 

(d) Aplication (Penerapan); 

Pada tahap keempat peserta didik mencoba ulang, mempraktikkan, menyimulasikan, atau menerapkan sesuai dengan hasil refeksi pada tahap ketiga. Penerapan dilakukan agar menunjukkan hasil yang lebih sempurna dibandingkan hasil diurutan pertama (DO). Tahap Do, Observation, Reflevtive, Aplication ini juga merupakan DO yang kedua untuk diobservasi, direfleksi, dan diaplikasikan untuk tahap berikutnya.


Daftar Pustaka : 

Kemendikbud. 2010. Pendidikan Kepramukaan di Sekolah Dasar. Jakarta

Mulyono, Luwes Traviari Agusta, dkk. 2021. Kursus Pembina Pelatih Pramuka. Semarang