KONGGRES PEMUDA (Tempo.CO.) |
Hari ini Minggu, 28 Oktober 2012, adalah Hari Sumpah Pemuda. Pada 84
tahun silam Para pemuda kita berkumpul, menyatakan tekadnya bersatu, menjadi
bangsa yang satu, Bangsa Indonesia yang merdeka. Kala itu Konggres yang
diketuai Sugondo Djoyopuspito menyamakan visi dan misi pemuda untukIndonesia
yang satu. Lagu Indonesia, Bahasa Indonesia, serta tanah air yang satu, tanah
Indonesia.
Delapan dasawarsa bukanlah waktu yang pendek, semangat nafas
konggres pemuda pun sedikit demi sedikit terkikis oleh jaman. Bahkan hari
inipun diantara kita sama sekali tidak
terlintas moment sumpah pemuda ini. Tak ada yang salah dan yang perlu
disalahkan. Akan tetapi jika para pemuda waktu itu jika masih hidup sampai
sekarang mungkin mereka akan menangis sejadi-jadinya melihat, dan mendengar apa
yang dilakukan generasinya yang tak peduli lagi dengan semangat kebangsaan.
1. W.R. Supratman
Menciptakan lagu Indonesia Raya. Yang gaungkan untuk
pertama kalinya pada konggres Pemuda II , walaupuin dalam tekanan Politieke Inlichtingen Dienst yang mengintai konggres.
Wage Rudolf Supratman ini meninggal pada 17 Agustus 1938
pada usia sekitar 35 tahun, akibat kesehatannta yang menurun setelah diinterograsi
Politieke Inlichtingen Dienst.
2.
Amir Sjarifoeddin Harahap.
Lahir di Medan 27 April 1907, menempuh bangku sekolah
dasardimedan kemudian melanjutykan sekolahnya di Leiden Belanda, kembalinya
ketanah air melanjutkan Pendidikan di sekolah Hukum di Jakarta berasrtama di
Clubgebouw, jalan kramat Raya 106 Jakarta Pusat.
Pada konggres Pemuda II, Amir datang sebagai wakil dari
Jong Bataks Bond, dan berperan sebagai bendahara.
Kehidupan
politik Amir tak berhenti di Kongres Pemuda II. Pada 1938, ia juga terlibat di
Kongres Bahasa. Dan ketika Jepang datang, Amir memilih beroposisi. Ia memimpin
gerakan bawah tanah yang dibiayai Van der Plass Karena sikap politiknya itu,
Jepang membekuk Amir. Ia pun dijatuhi hukuman mati pada Januari 1943. Untung,
berkat campur tangan Soekarno dan Hatta, hukuman itu tak terlaksana
3.
Mohammad Hatta
bersekolah
di Sekolah Dagang Rotterdam, atau Rotterdamse Handelshogeschool. Pada 1921
Hatta bergabung dengan organisasi Indische yang kemudian berubah menjadi
Indonesische Vereniging. Seperti dikutip Majalah Tempo,
Hatta ke Belanda dan bertemu seniornya Nazir Pamuntjak. Ketika itu Nazir baru
lulus ujian negara untuk mata kuliah bahasa Yunani dan Latin, dan menjadi mahasiswa di fakultas Hukum di Leiden. Hatta memimpin organisasi
Indonesische Vereniging periode 1926-1930, periode terlama karena sebelumnya
setiap ketua hanya menjabat setahun sekali. Ada empat pokok perjuangan yang
melandasi mereka: persatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan swadaya.
Demi Indonesia mereka semua berkorban,
berjuang, bangga dengan bangsanya.
Sedikit mengenang, dan jika kita
korelasikan dengan keadaan sekarang, apa yang musti kita banggakan?
a.
Cukupkah kita bangga dengan kegiatan ‘nyangkruk’
, ngopi, dengan penjual yang kemayu?
b.
Mungkin kita akan dengan bangga ketika
bercerita habis menekik si Miras sekian botol dengan ditunggui ‘peka’ yang menggoda?
c.
Barangkali kita juga ‘dipaksa’ untuk
bangga melihat para pemuda (pejabat?) yang dengan lihainya menyembunyikan uang
rakyat untuk pribadinya.
d.
Bahkan kita juga musti berbangga hati dan
rela ketika mengetahui para penegak hukum di negeri ini yang saling tuntut
untuk mencari kemenangan yang sebenarnya sama sekali tidak perlu. (sama-sama orangnya Negara kok minta ganti
rugi yang berasal dari uang Negara juga, lucu to?)
Rupanya nafas kebangsaan kita semakin parau, kecil,
tersengal-sengal. kemerdekaan Indonesia masih jauh, kita terlalu sibuk dengan
diri sendiri, sementara bangsa lain
masuk mencari keuntungan dengan ‘ menjajah’ kita dengan hasil industrinya. Jika
sekarang kita bangga memakai merk luiar negeri, mungkin anak-anak kita akan lebih bangga dengan
mengakui diri sebagai warga Negara lain. Jika ini terjadi akan kemanakah
INDONESIA???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar