Senin, 16 April 2012

POTRET


Hidup adalah sebuah perjalanan.
 Perjalanan panjang yang yang mesti dilalui oleh setiap makluk. Tentu makluk satu dengan yang lain mempunyai warna tersendiri ,satu dengan yang lain tak akan sama.  Bagi yang beruntung akan menjalaninya dengan lancar seperti berjalan pada jalan yang lurus tanpa lubang. Sehingga hidup bisa dimaknai dengan sesuatu yang sederhana. Berbeda denngan mereka yang penuh dengan kesulitan, tentu yang belakang ini mengartikan hidup sebagai sesuatu yang penuh dengan warna yang memerlukan terjemahan yang begitu rumit dan membosankan, perlu strategi,kerja keras dengan upaya yang maksimal yang barang tentu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Pemikiran sederhananya adalah keberadaan kita hanyalah sekedar bertahan hidup. Mempertahaankan hidup diantara sesama manusia dan makluk-makluk ciptaan Tuhan yang lain. Tentu karena manusia dikarunia akan yang lebih cerdik dari makluk lain, timbullah keinginan yang lebih dari sekedar bertahan hidup. Timbul keinginan  lebih dari yang lain, sehingga seringkali berbenturan antara satu dengan yang lain, ada yang dengan kekuatannya mereka memaksakan kehendaknya dengan orang lain, ada yang pasrah, ada yang mempertahankan hak-haknya sehingga terjadi perselisihan bahkan peperangan. Ada yang dengan kepintarannya dengan tega mengambil hak-hak orang lain seperti halnya para koruptor yang bangga dengan apa yang telah mereka perbuat, tanpa merasa bersalah melihat kehidupan sesamaanya yang penuh dengan kekurangan. Jika si miskin berfikir apa yang besok dimakan, maka berbeda dengan yang mereka rencanakan,” Besok kira-kira siapa ya, yang bisa kumakan!” Jelas, sangat berbeda bukan?
Sifat dan tabiat mewarnai perjalanan kita. Pada dasarnya kita akan bangga jika disebut sebagai orang kaya, ada sebagian dari kita yang bangga dengan kekayaan yang di miliki, akan tetapi keadaan akan berbanding terbalik ketika ada sesuatu yang gratis, dengan sukarela pula kita disebut miskin, demi mendapatkan sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi haknya.
Jika kita mau sedikit meluangkan waktu untuk  melihat dan mendengar potret perjalanan. Beberapa diantaranya mungkin ada disekitar kita :
a.       Sebuah keluarga kecil Ayu dan Budi telah beberapa tahun berumah tangga. Karena keberuntungan yang belum berfihak mereka merasakan kesulitan. Merasa rejeki dirumah tidak cukup Budipun mencoba keberuntungan dengan bekerja diluar daerah. Malangpun tak bisa ditolaknya, sudah beberapa bulan ini Budipun tidak mengirimkan nafkah untuk anak dan istrinya. Merasa terlantar Ayupun mencari penghasilan dengan caranya sendiri. Pergi pagi hingga larut malam, Ayu belum juga pulang. Sungguh kasihan anak-anak mereka. Ternyata Budi tidak sendiri, masih banyak Budi-Budi yang lain, yang nasibnya tak jauh beda.
b.      Lain pula dengan Cici dan Dundit. Dengan bekal keterampilan yang pas-pasan Dundit mencari nafkah sebagai kuli bangunan di jalan. Yang kadang ada, dan seringkali mangganggur karena sepi order. Mereka dikaruniai dua orang putera yang lagi senang-senangnya jajan dan bermain. Untuk membeli beras saja mereka susah. Tak tahan memikul beban hidup,  suatu ketika Cici berteriak histeris, dan sekarang masih ‘lupa’ dengan dirinya sendiri. – para tetangga menyebutnya stess ---- dan akhirnya dirumahsakitkan dengan keluarganya.
Budi dan Dudit kalau boleh penulis menilai adalah potret pribadi yang ‘kalah’ dalam mempertahankan hidup. Mungkin hal ini tidak akan terjadi jika mereka mempunya bekal keterampilan yang cukup, atau untuk kita yang sekarang ini sedang ‘berkuasa’ atau ‘mempunyai kekuasaan’ rela berbagi, peduli, dengan teman-teman disekitar yang masih teramat sangat membutuhkan bantuan. Cukup mengambil apa yang menjadi hak, memberikan apa yang menjadi hak orang lain. Jika boleh berandai-andai, apabila ini berjalan maka tidak ada yang merasa diperlakukan tidak adil. Hidup-pun terasa nyaman karena masing-masing akan mendapat ‘keadilan’ menurut porsinya masing-masing.
 
Semoga saja kita tidak termasuk orang yang ‘miskin’atau senang ‘ dimiskinkan’…………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar