Kamis, 20 Oktober 2022

Segitiga Restitusi Untuk Mewujudkan Budaya Positif

 


Setiap sekolah mempunyai peraturan dan tata tertib yang tujuannya adalah menegakkan disiplin supaya anggota sekolah menaati tata tertib yang telah dibuat. Tata tertib dibuat dalam rangka sebagai fungsi control warga sekolah dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga sekolah agar tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya.

Upaya penegakan disiplin di sekolah selalu berujung pada hukuman dan konsekwensi

Dr. William Glasser dalam Control Theory meluruskan pemahaman tentang  konsep Kontrol diantaranya adalah bahwa guru sebenarnya tidak bisa mengontrol perilaku murid, dan jika pada saat tertentu murid berbuat sesuatu atas perintah guru karena pada saat itu murid sedang mengijinkan dirinya untuk dikontrol

 Mengontrol murid dengan penguatan positif berupa bujukan, membuat kritik sehingga murid merasa bersalah, dan guru memiliki hak untuk memaksa adalah keberhasilan jangka pendek dan berakibat buruk pada jangka panjang karena kontrol yang dilakukan guru bertentangan dengan kebutuhan dasar manusia,yang akan membentuk sebuah hubungan permusuhan dan identitas gagal bagi murid.

Nilai kedisiplinan positip yang diterapkan disekolah adalah bentuk kontrol diri agar mencapai tujuan mulia yang memuat nilai-nilai kebajikan universal, yang diyakini bersama dalam rangka mencapai profil pelajar pancasila.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh guru penggerak akan memperkuat peran  guru penggerak (modul1.2) dalam mewujudkan budaya positif disekolah. Filosofi dasar pemikiran KHD (1.1) digunakan sebagai kontrol perilaku murid, karena murid pada dasarnya sudah mempunyai keyakinan sendiri yang memerlukan pendampingan guru agar keyakinan diri tersebut  menjadi keyakinan yang universal sebagai dasar pencapaian visi guru penggerak(1.3)

Penerapan disiplin positif (1.4) dengan segitiga restitusi menguji seorang guru untuk betul-betul mampu menerapkan peran dan fungsi guru penggerak. 

Segitiga restitusi menjadikan siswa sebagai pribadi yang dihargai jati dirinya karena murid berkesempatan untuk memperbaiki kesalahan  yang dilakukannya dengan keyakinan yang dimiliki dan sesuai dengan kebajikan universal.

Untuk mencapai visi mewujudkan profil pelajar Pancasila harus dibarengi dengan lingkungan yang berbudaya positif. Menciptakan budaya positif dengan mendorong motivasi dari dalam diri murid akan lebih baik walaupun memerlukan proses panjang dari pada memberi motivasi dengan hadiah atau hukuman.

Modul 1.4 ini membawa pemahaman yang berlaku selama ini bahwa untuk menciptakan budaya positif diperlukan dorongan berupa pujian, hadiah, bahkan kritik agar murid lebih termotivasi lebih baik, dan pemberian hukuman sebagai konsekuensi dari  sebuah pelangaran. Ternyata hal tersebut dalam jangka panjang akan menjadikan murid ketergantungan dan membentuk pribadi yang gagal.

 Segitiga restitusi membuat saya menyadari bahwa sesuai dengan filosofi KHD setiap murid mempunyai keyakinan dan disinilah peran guru untuk menuntun murid menuju keyakinan universal agar murid benar-benar menemukan jatidirinya menjadi pribadi yang benar-benar utuh.

Sebuah contoh kasus ketika seorang murid laki-laki dengan sengaja memegang pipi guru perempuan didepan teman-temannya. Tentu hal yang seharusnya tidak dilakukan. Murid melakukan ini mungkin tidak menyadari bahwa hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan.

Mengetahui hal yang demikian tentu saya harus mengambil tindakan agar murid menyadari hal tersebut. Saya mencoba menerapkan tahapan-tahapan yang ada dalam segitiga restitusi. Memang membutuhkan waktu yang lama untuk menggali keyakinan murid tersebut. Menuntun dalam sistem among sangat tepat, dorongan dan alasan apa yang membuat murid melakukan perbuatannya, selanjutnya diarahkan kepada tindakan yang mengacu pada kebenaran umum, dan akhirnya murid menyadari bahwa tindakannya tidak seharusnya dilakukan dan ada keinginan untuk memperbaiki kesalahan.

Dari pengalaman ini ternyata kesalahan tidak harus diakhiri dengan hukuman seperti yang selama ini saya lakukan. Pada kasus-kasus tertentu tanpa sadar dalam penanganan kasus sampai pada validasi tindakan yang salah namun ketika murid menyadari kesalahannya masih berakhir pada hukuman atau konsekuensi dengan tujuan murid tidak lagi mengulangi kesalahannya.

Penerapan budaya positif pada modul 1.4 ini memberi perubahan cara berfikir yang segnifikan, disiplin tidak harus dengan pujian atau hukuman karena akan menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Lima posisi kontrol dari Diane Gossen menjadi referensi penting dalam penerapan disiplin positif dan diakhiri dengan segitiga restitusi.

Semoga kedepan semua warga sekolah nyaman dalam iklim pembelajaran dengan nilai kebajikan yang diyakini Bersama menuju terwujudnya merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila.

Sudadi

Calon Guru Penggerak Angakatan 6 

Kabupaten Rembang

Dalam pemenuhan tugas 1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Modul 1.4.


Senin, 19 September 2022

Nilai-Nilai Guru Penggerak

 


Kehadiran  nilai -nilai  positif  dalam  diri  seseorang  akan  membantu  mereka mengambil  posisi  ketika  berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak

Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan mengelola perubahan. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan  dalam  konteks  lain  atau  sistem  lain  yang  lebih  besar.

Setiap perubahan  berarti  datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang  harus  dipahami,  didamaikan.  Guru  Penggerak  perlu  “membangun  keselarasan  atau  koherensi”  secara  efektif  untuk  menuntun  yang  lain  melampaui  perbedaan  dan  menerima perbedaan yang muncul ke permukaan



1. Berpihak pada Murid

 Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan  kepentingan murid. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan  yang ada untuk  menyediakan  suasana  belajar dan  proses  pembelajaran  yang  positif  serta berkualitas bagi muridnya.

Segala hal yang Guru Penggerak lakukan, harus mengesampingkan  kepentingan  diri  sendiri,  maupun  pihak  lain,    Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  ini,  akan  selalu  berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan muridnya, seperti:

  •  “apa yang murid butuhkan?”,
  •  “apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?”, 
  • “bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?”, 



2. Mandiri

Guru Penggerak harus terus belajar dan belajar untuk meningkatkan kompetensi dirinya..  Ini  juga  berarti  seorang  Guru  Penggerak  harus senantiasa  memampukan  dirinya  sendiri  dalam  melakukan  aksi  serta  berkenan mengambil  tanggung  jawab  dan  turun  tangan  untuk  memulai  perubahan.  Guru Penggerak  yang  mandiri  termotivasi  untuk  mengembangkan  dirinya  tanpa  harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. 

Seyogyanya,  dalam  membawakan  perubahan  yang  positif,  pendidik  perlu memahami  psikis-fisik-etis-estetis  manusia  dan  pedagogis  (pendidikan  anak).  Hal  itu selaras  dengan  Ki  Hadjar  Dewantara  yang  menyatakan  bahwa  seorang  guru  harus menguasai lima ilmu yaitu:

  •  ilmu hidup batin (psikologis), 
  • ilmu hidup jasmani (fisiologis),
  •  ilmu  kesopanan  (etika), 
  •  ilmu  keindahan  (estetika),  dan 
  •  ilmu  pendidikan  (pedagogis) . 

Dengan demikian, Guru Penggerak harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga  makin menguasai dan makin ahli  dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki  daya lenting  dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil  kerja  mereka.  Mereka  beranjak  dari  “kekaburan  dan  ketidaktepatan”  menuju  “keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka

3. Reflektif

Selalu memaknai  pengalaman  yang  terjadi  di sekelilingnya,  baik  yang  terjadi  pada  diri  sendiri  maupun  pihak  lain  secara  positifapresiatif-produktif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman sebagai  pembelajaran  untuk  menuntun  dirinya,  murid,  dan  sesama  dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu  ke waktu.

Guru  Penggerak  yang  memiliki  nilai  reflektif,  memiliki  daya  saing  yang  tinggi karena mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan potensi dan  upaya  diri  mereka  sendiri.  Dengan  begitu,  mereka  terus  mengupayakan peningkatan  efikasi  dirinya,  bagaimana  mendorong  dirinya  untuk  membuat  pilihan-pilihan masuk akal dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta  bergeser dari  dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri yang bersifat internal.

Refleksi  yang  baik  dapat  membantu  mengubah  pengalaman  menjadi  proses  pembelajaran  yang  memberdayakan  baik  individu  maupun  kelompok  dalam meningkatkan  dan  mengungkap  potensi  mereka. model refleksi yang dapat diadopsi dan mulai dibiasakan untuk dilakukan.

Model Refleksi

Model refleksi 5M
Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan (2013)). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut:
  1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
  2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
  3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
  4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
  5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang
4. Kolaboratif

 Guru  Penggerak  mampu  senantiasa membangun  daya sanding, memperhatikan pentingnya  salingtergantung yang positif terhadap seluruh pihak  yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai  tujuan  pembelajaran.  Guru  Penggerak  diharapkan  mampu mengomunikasikan  kepada  semua  pihak  mengenai  pentingnya  keberpihakan  pada murid.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya  dan  saling  menghargai,  serta  mengakui  dan  mengelola  kekuatan  serta perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat  pembelajaran tim. 

 5. Inovatif

Guru  Penggerak  mampu  senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga mengisyaratkan  penguatan  semangat  ko-kreasi  (gotong-royong)  dan  pemberdayaan aset/kekuatan  yang  ada  di  sekolah  untuk  mewujudkan  visi  bersama.  

Agar nilai inovatif muncul, maka diperlukan fleksibilitas  (daya lentur) dari seorang Guru Penggerak. Mereka berkenan mengadopsi multiperspektif,  mencari  dan  membuat  alternatif,  mengubahsuaikan  gaya  dan kecenderungan lama, untuk mewujudkan perubahan dan bergeser dari  pandangan yang ego-sentris serta sempit menuju pandangan-pandangan alternatif dan luas. Guru  Penggerak  yang  mempunyai  nilai  inovatif  juga  pantang  menyerah  (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Tehnologi
Program pendidikan Guru Penggerak
Aditya Dharma, S.Si, M.B.A.

Sabtu, 17 September 2022

Membentuk Kepemimpinan Murid (Student Agency) dalam Pembelajaran





Salah satu peran Guru Penggerak adalah membentuk kepemimpinan murid ( student Agency). Diperlukan strategi khusus dalam hal ini, guru harus menguasai karakter murid-muridnya, membentuk lingkungan belajar yang berpihak pada murid.

UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum  Pasal  1,  No.1,  menyatakan:  “Pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”  

Pernyataan  tersebut merupakan  penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam.

Murid hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam merancang sebuah program atau kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, sebagai guru kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran sehingga potensi murid dapat dikembangkan secara maksimal. Konsep kepemimpinan murid berakar pada bahwa setiap murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid, guru berupaya mendorong murid-murid untuk mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka sendiri.

 Dalam pembentukan kepemimpinan murid peran guru  lebih sebagai pendamping siswa dalam mengembangkan potensi kepemimpinan murid. Guru harus mampu untuk mengurangi dominasi terhadap murid, dan mendorong murid untuk memiliki kebebasan yang terkontrol atas diri mereka sendiri.

Saat murid sudah dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran, hubungan guru dengan murid tentu saja akan mengalami perubahan. Hubungan yang terjalin akan lebih bersifat kemitraan. Guru dapat membangun suasana yang menghargai murid, mendengarkan murid dengan tulus dan perhatian, membangun pemahaman lewat dialog atau komunikasi dengan murid dan menempatkan murid pada posisi kemudi dalam proses pembuatan keputusan.

 Tiga aspek pada murid yang harus digali dalam upaya pembentukan kepemimpinan murid meliputi :

  1.  suara (voice),
  2.  pilihan (choice) dan
  3.  kepemilikan (ownership). Suara (choice)

Dapat digambarkan sebuah kondisi dimana guru tidak hanya memberikan kesempatan kepada murid untuk mengomunikasikan ide atau pendapat tetapi bagaimana seorang guru dapat memberdayakan murid-muridnya agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sebuah perubahan. Pilihan murid (choice) merupakan sebuah upaya mendorong murid-murid untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.

Menurut Bandura (1997) memberikan murid pilihan dapat meningkatkan motivasi dan otonomi murid yang memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid. Kepemilikan dalam belajar (ownership) mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, minat pribadi seseorang dalam sebuah proses pembelajaran. Saat murid terhubung secara fisik, kognitif, sosial emosional dengan apa yang dipelajari terlibat aktif dan menunjukkan minat yang tinggi dalam proses pembelajaran kita dapat menyimpulkan bahwa kepemilikan dalam belajarnya (ownership) tinggi. 

Selain suara pilihan dan kepemilikan murid ada hal yang tidak kalah penting untuk kita perhatikan yaitu tentang karakteristik lingkungan yang mendukung terciptanya kepemimpinan murid. Ada beberapa karakterisktik lingkungan yang dapat kita siapkan dalam upaya pengembangan kepemimpinan murid. Seperti lingkungan yang dapat menyediakan kesempatan untuk murid mengembangkan pola pikir positif dan merasakan emosi positif. Lingkungan yang mengembangkan ketrampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik dan non-akademiknya.

Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri sesama serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu kelompok maupun golongan. Lingkungan yang berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. Dan lingkungan yang dapat menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit ditengah kesempatan dan kesulitan.

Salam Perubahan.

Tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Perbaikan dan masukan silakan tulis dikolom komentar.

Salam Guru Penggerak


Referansi Materi : 

Jumat, 09 September 2022

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 - Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 


Prinsip dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi dasar pelaksanaan pendidikan di  Indonesia, dimana pendidikan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang merdeka, leluasa dalam mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya.

Pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan budi pekerti, menempatkan guru menjadi pribadi yang Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Pendidik berperan sebagai sosok dewasa yang menuntun dan mengarahkan agar peserta didik dapat menemukan jati diri peserta didiknya.

Ing Ngarsa Sung Tuladha , artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam kutipan dan perbuatannya.

 Ing Madya Mangun Karsa , artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

Tut Wuri Handayani , artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus membimbing, menopang dan menunjuk arah yang benar-benar bagi hidup dan karya anak didiknya.

Pendidikan adalah dasar fundamental yang menjadi arah kemana pribadi siswa kedepan akan terbentuk. Dan guru memegang peran penting dalam hal ini.
Guru adalah sosok inspirator bagi siswa dan siswinya di mata murid guru adalah pribadi yang sempurna karena apa yang dilakukan guru akan dicontoh oleh muridnya. Menjadi inspirator, Fasilitator dan motivator untuk murid-muridnya.

Ki  Hadjar  Dewantara  (KHD)  membedakan  kata  Pendidikan  dan  Pengajaran  dalam memahami arti dan  tujuan Pendidikan.

a.  a.  Pengajaran  (onderwijs) adalah  bagian dari Pendidikan.

Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu  atau  berfaedah  untuk  kecakapan  hidup  anak  secara  lahir  dan  batin. 

b.  Pendidikan  (opvoeding)  memberi  tuntunan  terhadap  segala  kekuatan  kodrat  yang  dimiliki  anak  agar  ia  mampu  mencapai  keselamatan  dan  kebahagiaan  yang  setinggi-tingginya  baik  sebagai  seorang  manusia  maupun  sebagai  anggota  masyarakat.

Jadi menurut  KHD  (2009),  “pendidikan  dan  pengajaran  merupakan  usaha  persiapan  dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat  maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD  memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka  pendidikan  menjadi  salah  satu  kunci  utama  untuk  mencapainya.  Pendidikan  dapat  menjadi  ruang  berlatih  dan  bertumbuhnya  nilai-nilai  kemanusiaan  yang  dapat diteruskan atau diwariskan.

Pembelajaran tidak lepas juga dari asas Tri-Kon Ki Hajar Dewantara, yang terdiri dari tiga asas yang berawalan  – kon. Yaitu yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris Kontinyu berarti belajar dilakukan secara terus menerus, konvergen berarti materi pembelajaran dari berbagai sumber dan konsentris berarti  pengembangan pendidikan yang dilakukan harus berdasarkan kepribadian kita sendiri

 Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk  bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin)  dan  menjadi  mandiri  (merdeka  lahir).  Kekuatan  diri  (kodrat)  yang  dimiliki,  menuntun  murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.




1.   Pendidikan Yang Menuntun

Pendidikan yang menuntun dapat dianalogikan sebagai seorng petani yang menanam bibit jagung. Jagung akan tumbuh subur apabila disemai pada lahan yang subur, dengan pengairan yang cukup, serta perawatan yang  baik dari pak tani, walaupun jagung tersebut berasal dari bibit yang kurang baik.

Sebaliknya sebaik apapun bibit jagung jika ditanan dilahan yang gersang, tanpa sinar matahari, tidak ada perawatan dari pak tani, maka jagung tersebut tidak akan tumbuh dengan baik.

Petani adalah guru, dan bibit jagung adalah murid. Petani tidak bisa merubah jagung menjadi padi. Petani hanya bisa merawat agar jagung tumbuh dengan baik.

2.     Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan  kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana  anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

Pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Pendidikan sat ini menuntut anak untuk tanggap dengan perkembangan tehnologi yang begitu cepat, tetapi dengan kodrat alam anak harus mampu menyesuaikan diri dan berpegang teguh terhadap kultur budaya lingkungan yang mereka miliki.

 

3.     Budi Pekerti

Budi  pekerti,  atau  watak  atau  karakter  merupakan  perpaduan  antara  gerak  pikiran,  perasaan  dan  kehendak  atau  kemauan  sehingga  menimbulkan  tenaga. Budi  pekerti  juga  dapat  diartikan  sebagai  perpaduan  antara  Cipta  (kognitif),  Karsa  (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).

Lebih  lanjut  KHD  menjelaskan,  keluarga  menjadi  tempat  yang  utama  dan  paling  baik  untuk  melatih  pendidikan  sosial  dan  karakter  baik  bagi  seorang  anak.  Keluarga  merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih  kecerdasan  budi-pekerti  (pembentukan  watak  individual).  Keluarga  juga  merupakan  sebuah  ekosistem  kecil  untuk  mempersiapkan  hidup  anak  dalam  bermasyarakat  dibanding dengan institusi pendidikan lainnya

Penerapan filosofi Pemikiran KHD di sekolah

Merdeka Belajar adalah cara belajar yang memberi kebebasan terhadap siswa untuk mengembangkan potensinya dengan tuntunan guru. Momong, Among, Ngemong, berdasarkan fase-fase tertentu yang menuntut peran pendidik denga nisi dan peran yang berbeda.

Beberapa penerapan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara diantaranya adalah :

a.     1. Kesepakatan Kelas

Peraturan kelas harus bersifat luas dan luwes. Peraturan harus dibuat dengan kesepakatan. Anak diberi keleluasaan dengan membuat peraturan kelas yang disepakti bersama. Apa yang mereka sampaikan adalah cerminan pemikiran yang pada akhirnya nanti bisa mereka lakukan tanpa ada paksaan.

b.    2.  Bermain peran

Sifat anak-anak adalah bermain. Permainan yang ada dilingkungan mereka salah satunya adalah gobag sodor. Ada nilai-nilai karakter di dalamnya, diantaranya adalah tanggungjawab, disiplin, Kerjasama. Pada pelajaran PJOK permainan ini bisa kita berikan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bermain sesuai dengan model yang berlaku dilingkungganya.

Kesimpulan dan Refleksi

1. Murid dan pembelajaran di kelas sebelum   mempelajari modul 1.1

Sebelum mempelajari modul 1.1. saya beranggapan bahwa murid seperti botol kosong yang bisa kita isi dengan apapun tanpa memperhatikan bentuk dan ukuran botol tersebut. Sesudah mempelajarimodul 1.1. saya sadar bahwa isi botol tidak akan bisa merubah bentuk dan ukuran botol. Botol sudah mempunya bentuk dan ukuran (kodrat alam) saya hanya bisa membuat tampilan botol tersebut lebih baik dan menarik. Sedangkan barang yang kitaisikan ke botol adalah materi yang sesuai dengan bentuk dan ukuran botol (kodrat jaman). Demikian juga dengan memperlakukan murid. Mereka sudah mempunyai potensi yang bisa kita bina sehingga potensi bisa tumbuh dengan maksimal.

2. Perubahan perilaku setelah mempelajari modul 1.1. Saya harus meninggalkan kegiatan menghukum siswa dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik, dan saya harus melakukan pendekatan yang lebih humanis dan holistik, untuk membangun kesadaran dan karakter mereka.

 3. Penerapan tindakan dalam kelas yang  mencerminkan pemikiran KHD.

Saya akan mulai menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan melakukan refleksi pada setiap selesai kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Demikian semoga bermanfaat, saran dan masukan silakan tulis di kolom komentar,


Sumber Materi :
 Simon Petrus Rafael, M.Pd
Bahan Ajar 
Pendidikan Program Guru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak

I Made Sukarda
CGP Denpasar
Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara




Senin, 29 Agustus 2022

Program Pendidikan Guru Penggerak

 Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024 salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta. Visi tersebut terkait langsung dengan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.

Sebagai rangkaian kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud telah mengeluarkan empat paket kebijakan, yang pada tahap pertama meliputi: 

  1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada guru dan satuan pendidikanlebih merdeka dalam menilai belajar peserta didik.
  2. Ujian Nasional tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang meniscayakan penyesuaian tata kelola penilaian pembelajaran di level satuan pendidikan maupun pada level nasional.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berimplikasi pada kebebasan guru untuk dapat memilih, membuat, dan menggunakan format RPP secara efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mengelola pembelajaran.
  4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan.

Guru Indonesia yang diharapkan tersebut mencirikan lima karakter yaitu berjiwa nasionalisme Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, dan berorientasi pada peserta didik. Berbagai kebijakan dan program sedang diupayakan untuk hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak menjadi satu ekosistem pendidikan yang bergerak dan bersinergi dalam satu pola pikir yang sama antara masyarakat, satuan pendidikan, dan pemangku kebijakan.

Program tersebut dinamakan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang sejatinya mengembangkan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan guru sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar melalui pendidikan guru. Pedoman ini disusun sebagai acuan implementasi agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Kerangka Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP merupakankegiatan pengembangan profesi melalui pelatihandan pendampingan yang berfokus pada kepemimpinan pembelajaranagar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud adalah peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan tunggal, bernalar kritis, dan mandiri.

Program ini bertujuan memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru sehingga mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan serta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikannya masing-masing. Rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ditunjukkan melalui sikap dan emosi positif terhadap satuan pendidikan, bersikap positif terhadap proses akademik, merasa senang mengikuti kegiatan di satuan pendidikan, terbebas dari perasaan cemas, terbebas dari keluhan kondisi fisik satuan pendidikan, dan tidak memiliki masalah sosial di satuan pendidikannya.     

Kemampuan menggerakkan komunitas belajar merupakankemampuan guru memotivasidan terlibat aktif bersama anggota komunitasnya untuk bersikap reflektif, kolaboratif serta berbagi pengetahuan yang merekamiliki dan saling belajar dalam rangka mencapai tujuan bersama. Komunitas pembelajar guru di antaranya Pusat Kegiatan Gugus (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) serta komunitas praktis (Community of Practice) lainnya baik di dalam satuan pendidikan atau dalam wilayah yang sama.

Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP didesain untuk mendukung hasil belajar yang implementatif berbasis lapangan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan blended learningselama 6 (enam) bulan. Kegiatan PGP dilaksanakan menggunakan metode pelatihan dalam jaringan (daring), lokakarya, dan pendampingan individu. Proporsi kegiatan terdiri atas 70% belajar di tempat bekerja (on-the-job training), 20% belajar bersama rekan sejawat, dan 10% belajar bersama narasumber, fasilitator, dan pendamping. 

Asesmen dilakukan pada tahap pelatihan dan pendampingan dengan mendapatkan data hasil penugasan, praktik dan observasi fasilitator dan pendamping. Umpan balik dari rekan sejawat, kepala sekolah dan peserta didik digunakan sebagai bagian dari proses refleksi dan pengembangan diri Guru Penggerak. Asesmen pada hasil belajar peserta didik dilakukan saat proses evaluasi dampak (impact evaluation).

PGP menerapkan andragogi, pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif, dan reflektif sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut.

Tujuan Program Pendidikan Guru Penggerak

PGP bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan pedagogi guru sehingga dapat menghasilkan profil guru penggerak sebagai berikut:

  1. mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi;
  2. memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;
  3. merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan melibatkan orang tua;
  4. mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang berpihak pada peserta didik dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan
  5. berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.
Manfaat Program Pendidikan Guru Penggerak

Manfaat Pendidikan Guru Penggerak adalah sebagai berikut: 
  1. bergeraknya komunitas belajar secara berkelanjutan sebagai tempat diskusi dan simulasi agar guru dapat menerapkan pembelajaran aktif yang sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan peserta didik;
  2. diterapkannya pembelajaran aktif oleh guru lain di lingkungan satuan pendidikannya dan lingkungan sekitar sebagai dampak bergeraknya komunitas guru secara berkelanjutan; 
  3. terbangunnya rasa nyaman dan bahagia peserta didik berada di lingkungan satuan pendidikan;
  4. meningkatnya sikap positif peserta didik terhadap proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan hasil belajar;
  5. terwujudnya lingkungan fisik dan budaya satuan pendidikan yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik; dan
  6. terbukanya kesempatan bagi guru penggerak untuk menjadi pemimpin satuan Pendidikan
Perjalanan Program Pendidikan Guru Penggerak



 Sumber Materi : Program Guru Penggerak ; https://lms23-gp.simpkb.id/course/view.php?id=488


Sabtu, 23 Juli 2022

Pemutakhiran Data Sistem Belajar.id bagi Pendidik, Peserta Didik & Tenaga Kependidikan


 Per bulan Juli 2022, dilakukan pemutakhiran data pada sistem Belajar.id. Pemutakhiran data ini dimaksudkan agar akun Belajar.id dapat tersinkronisasi secara otomatis dengan data yang ada di Dapodik, sehingga detail nama akun, data profil, dan lainnya akan terus diperbarui tanpa harus mengubah secara manual.

Apa tujuan dari pemutakhiran data itu sendiri?

Sinkronisasi data pada sistem Belajar.id dengan data yang tersedia di Dapodik secara berkala.

Dengan adanya email notifikasi yang akan Anda terima setiap terdapat perubahan data, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi lebih mengetahui apabila ada pembaruan yang harus segera dilakukan.

Bagaimana bentuk notifikasi yang Anda terima ketika ada pemutakhiran data?

  1. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan dinonaktifkan
  2. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Menjadi Admin atau Sebaliknya
  3. Akun Pendidik & Tenaga Kependidikan Berubah Karena Mutasi
  4. Akun Peserta Didik Pindah Jenjang
  5. Akun Peserta Didik Dinonaktifkan

Siapa saja yang terkena dampak dari pemutakhiran data tersebut?

No

Pengguna/Peran

Kondisi

1

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Data sekolah di Dapodik tidak ada, misalnya: sekolah ditutup

2

Pendidik

Berpindah peran menjadi admin di sekolah yang sama. Misal: diangkat menjadi kepala sekolah

3

Tenaga Kependidikan (Admin)

Berpindah peran menjadi Pendidik di sekolah yang sama

4

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Mutasi di jenjang yang sama atau jenjang yang berbeda

5

Pendidik & Tenaga Kependidikan (PTK)

Berhenti kerja (pensiun, mengundurkan diri, pemecatan, atau meninggal dunia)

6

Peserta Didik

Pindah jenjang, misalnya: SD ke SMP, SMP ke SMA, SMP ke SMK












Bagi Anda yang termasuk dalam kategori di atas, tidak perlu khawatir! Pastikan Anda melakukan pengecekan pada email akun Belajar.id Anda secara berkala. Hal ini agar Anda lebih mengetahui langkah-langkah selanjutnya apabila Anda mendapatkan email notifikasi.


Sumber : 

 https://belajar.id/





Kamis, 07 April 2022

Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022

 Pers Release Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022  - Kementerian RI 

Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  2. Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.
  3. Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain: