1. Pengertian Identifikasi
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, guru di sekolah reguler perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus. Diantaranya mengetahui siapa dan bagaimana anak berkebutuhan khusus serta karakteristiknya. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan guru mampu melakukan identifikasi, peserta didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar sekolah.
Istilah identifikasi erat hubungannya dengan kata mengenali, menandai, dan menemukan. Kegiatan mengidentifikasi adalah kegiatan untuk mengenal dan menandai sesuatu. Dalam pendidikan khusus, identifikasi merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menandai anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus.
Menemukan dan mengenali anak-anak berkebutuhan khusus sudah barang tentu membutuhkan perhatian serius. Ada anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali sebagai anak berkebutuhan khusus, tetapi ada juga yang membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk menentukan, bahwa anak tersebut tergolong anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang mengalami gangguan/hambatan fisik misalnya, dapat dikenali dengan keberadaan fisiknya, sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami hambatan dalam segi intelektual maupun emosional memerlukan instrumen dan alasan yang rasional untuk dapat menentukan keberadaannya.
Pengamatan yang seksama mengenai kondisi dan perkembangan anak sangat diperlukan dalam melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru pada awal siswa masuk sekolah. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka usaha identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orang tua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menemukenali dan menentukan anak-anak mengalami kesulitan/hambatan yang dialami, sehingga dapat diketahui apakah anak tergolong: (1) tunanetra, (2), tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa (5) anak tunalaras, (6) anak dengan gangguan spektrum autistik, dan (7) anak berbakat (gifted dan talented), atau anak dengan gangguan/hambatan lainnya.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak termasuk berkebutuhan khusus. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang dekat dengannya. Langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih mendalam yang sering disebut assesmen yang apabila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, orthopedagog, terapis, dan lain-lain (Gunwan, 2011).
Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada sesorang anak, yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, komunikasi, maupun sosial emosional (Dudi Gunawan, 2011).
2. Tujuan Identifikasi
Dalam konteks pendidikan inklusif, proses identifikasi anak berkebutuhan khusus memiliki tujuan sebagai berikut: (1) penjaringan (screening); (2) pengalihtanganan (referal); (3) klasifikasi; (4) perencanaan pembelajaran; dan (5) pemantauan kemajuan belajar. Secara rinci, kelima hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Penjaringan (screening)
Proses penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas. Pada tahap ini, identifikasi berfungsi untuk menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, lalu kemudian diambil kesimpulan mengenai anak mana yang mengalami hambatan dan kebutuhan tertentu.
b. Pengalihtanganan (referal)
Setelah melalui proses penjaringan, maka diperoleh informasi mengenai anak-anak mana yang tidak perlu dirujuk ke tenaga ahli lain sehingga dapat ditangani sendiri oleh guru dengan memberikan layanan pembelajaran yang sesuai, dan anak-anak mana yang perlu dirujuk atau dikonsultasikan terlebih dahulu kepada tenaga ahli yang profesional (psikolog, dokter, ortopedagog, terapis), baru kemudian dapat ditangani guru. Proses perujukan inilah yang disebut pengalihtanganan atau referal.
c. Klasifikasi
Proses berikutnya yaitu klasifikasi. Pada tahap ini dilihat apakah anak-anak yang dirujuk ke tenaga profesional tadi memerlukan penanganan lebih lanjut atau apakah mereka dapat langsung diserahkan kembali kepada guru untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus.
Jika menurut hasil konsultasi dengan tenaga ahli didapati bahwa anak perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut, misalnya berupa pengobatan, terapi, latihan-latihan tertentu, maka guru mengkomunikasikan hal tersebut kepada orangtua peserta didik yang bersangkutan.
Sebaliknya, apabila tidak ditemukan indikasi yang cukup kuat bahwa anak tersebut memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke kalas semula untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus di sekolah reguler.
Peran guru di sini hanya memfasilitasi dan meneruskan informasi kepada orang tua mengenai kondisi anak. Guru tidak memberikan pengobatan atau melakukan terapi kepada anak. Tugas guru adalah memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak.
d. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap perencanaan pembelajaran, identifikasi memiliki tujuan untuk membantu penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan. Dasarnya adalah dari hasil klasifikasi. Setiap jenis dan tingkat (gradasi) hambatan yang dialami anak harus diakomodasi oleh program pembelajaran yang berbeda sesuai kebutuhan dan kemampuan anak.
e. Pemantauan kemajuan belajar
Pemantauan kemajuan belajar diperlukan untuk menentukan apakah program pembelajaran yang diberikan kepada anak dapat dikatakan berhasil atau tidak. Jika anak tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam kurun waktu tertentu, maka perlu ditinjau kembali apakah diagnosis awal sudah tepat dan apakah program pembelajaran individual serta metode pembelajaran yang diterapkan sudah sesuai.
Demikian juga apabila pembelajaran yang dilakukan menunjukkan kemajuan yang signifikan maka pemberian layanan atau program pembelajaran tersebut dapat dilanjutkan dan dikembangkan.
Baca juga :
Sumber Belajar : Guru Belajar dan Berbagi seri Pendidikan Inklusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar