Jumat, 24 Oktober 2025

Membangun Pembelajaran Mendalam Melalui Inkuiri Kolaboratif

Inkuiri Kolaboratif adalah pendekatan berbasis tim yang memungkinkan guru untuk bekerja bersama dalam mengidentifikasi tantangan di kelas, merancang strategi pembelajaran, dan secara berkelanjutan merefleksikan serta menyempurnakan praktik pengajaran. Pendekatan ini bersifat reflektif dan berbasis data, berfokus pada proses kolaboratif yang tidak hanya bertujuan meningkatkan hasil belajar, tetapi juga mengembangkan profesionalisme guru melalui analisis data dan perbaikan strategi pembelajaran secara bersama-sama.

Menurut Quinn dkk. (2020), Inkuiri Kolaboratif adalah suatu proses terstruktur yang memungkinkan guru untuk bekerja bersama dalam rangka:

  1. Mengidentifikasi tantangan nyata di kelas, baik yang bersifat akademis maupun non-akademis.
  2. Mendesain strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan murid.
  3. Menerapkan strategi tersebut, sambil melakukan refleksi terhadap penerapannya untuk kemudian menyempurnakan praktik pengajaran yang ada.

Inkuiri Kolaboratif adalah sebuah siklus yang berfokus pada empat komponen utama: assess, design, implement, measure, reflect, and change. Dalam siklus ini, guru tidak hanya mengandalkan pengalaman pribadi, tetapi juga bekerja dengan pemimpin sekolah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menghasilkan tindakan yang lebih berbasis data dan bukti.

Prinsip-Prinsip Inkuiri Kolaboratif

Berikut adalah prinsip-prinsip utama yang menjadi dasar implementasi inkuiri kolaboratif:

1. Berbasis Data dan Bukti

Setiap keputusan dalam inkuiri kolaboratif didasarkan pada data nyata yang diambil dari hasil pengamatan kelas dan data hasil belajar murid, sehingga perbaikan yang dilakukan relevan dan efektif. Hal ini membedakan inkuiri kolaboratif dari praktik refleksi biasa, karena semua langkah yang diambil adalah respons terhadap kebutuhan nyata yang terungkap melalui analisis data, bukan hanya berdasarkan asumsi atau dugaan.

2. Kolaborasi yang Setara dan Bermakna

Dalam inkuiri kolaboratif, semua peserta—guru, kepala sekolah, orang tua murid, murid, dan/atau mitra pendidikan lainnya—berpartisipasi secara setara tanpa hierarki, sehingga setiap suara dihargai sebagai kontribusi penting untuk meningkatkan praktik pembelajaran. Pendekatan ini menciptakan suasana terbuka dan inklusif yang mendorong setiap individu memberikan masukan berharga. Kolaborasi menjadi inti proses inkuiri, melibatkan kerjasama aktif dalam merancang pembelajaran yang responsif terhadap kebutuhan dan kemajuan murid.

Guru bekerja dalam tim yang terorganisir dengan tujuan jelas mengembangkan dan memperbaiki prinsip dan pengalaman belajar murid agar adanya peningkatan kualitas pembelajaran secara bersama-sama. Kolaborasi ini harus dilakukan secara sengaja dan terarah, bukan sekadar pertemuan rutin tanpa fokus, agar proses inkuiri kolaboratif berjalan efektif dan berdampak positif bagi pembelajaran.

3. Budaya Profesional yang Terbuka dan Reflektif

Inkuiri kolaboratif mendorong guru untuk terus melakukan refleksi mendalam terhadap praktik pengajaran mereka. Setiap fase dalam siklus inkuiri melibatkan pertanyaan-pertanyaan reflektif yang kritis, seperti: Apa yang berhasil? Mengapa hal itu berhasil? Apa yang perlu diperbaiki? Bagaimana cara memperbaikinya? Proses ini tidak hanya membantu guru mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, tetapi juga meningkatkan kesadaran profesional dan mendorong pembelajaran yang berkelanjutan. Agar proses ini berjalan efektif, lingkungan kerja harus mendukung keterbukaan, kepercayaan, dan refleksi kritis antara guru, sehingga mereka merasa aman dan berani berbagi tantangan, kegagalan, maupun keberhasilan untuk belajar bersama.

4. Terstruktur tetapi Fleksibel

Meskipun mengikuti siklus yang sistematis, yaitu Assess–Design–Implement–Measure/Reflect/Change, inkuiri kolaboratif tetap fleksibel. Hal ini memberikan ruang bagi guru untuk menyesuaikan pendekatan berdasarkan dinamika kelas dan hasil temuan. Siklus ini bersifat berkembang, artinya proses kolaborasi dan refleksi tidak hanya dilakukan sekali, tetapi berkelanjutan dalam upaya perbaikan berkesinambungan.

5. Fokus pada Pembelajaran dan Hasil Murid

Semua kegiatan inkuiri diarahkan untuk memastikan bahwa murid benar-benar belajar secara mendalam, bukan hanya diajar. Hal ini menuntut adanya fokus yang jelas pada tujuan pembelajaran dan hasil yang terukur.
 
6. Pembelajaran Berkelanjutan di Tempat Kerja

Quinn dkk. (2020) menegaskan bahwa pembelajaran profesional paling efektif terjadi melalui kerja sama dan refleksi yang berlangsung secara terus-menerus dalam konteks pekerjaan sehari-hari, bukan hanya melalui pelatihan formal, melainkan pembelajaran berkelanjutan yang dilakukan bersama-sama.

7. Kontekstual dan Responsif

Inkuiri kolaboratif tidak hanya berfokus pada perubahan permukaan, tetapi juga pada transformasi yang bermakna. Ini termasuk penerapan empat kerangka pembelajaran: praktik pedagogis, lingkungan belajar, kemitraan pembelajaran, dan pendekatan digital, yang semuanya harus relevan dengan konteks lokal sekolah dan responsif terhadap kebutuhan murid. Dengan prinsip pembelajaran yang bermakna—yaitu yang berkesadaran, menyenangkan, dan relevan—guru dapat memastikan bahwa pembelajaran di kelas menjadi lebih berfokus pada murid dan berkembang secara alami sesuai kebutuhan mereka.

Nilai-Nilai dalam Melakukan Inkuiri Kolaboratif

1. Kepercayaan, Hormat, dan Memuliakan antar Anggota Tim

Kepercayaan menjadi pondasi utama dalam inkuiri kolaboratif, di mana setiap anggota tim merasa yakin bahwa pendapat dan kontribusinya akan diterima dengan baik tanpa penilaian negatif. Hormat terhadap perbedaan pendapat dan latar belakang masing-masing anggota menciptakan suasana yang kondusif untuk berdiskusi secara terbuka dan produktif. Memuliakan antar anggota tim berarti menghargai setiap peran, kontribusi, dan keunikan yang dimiliki oleh masing-masing anggota tim. Dengan kepercayaan, rasa hormat, dan rasa saling memuliakan, para anggota tim dapat bekerja sama secara efektif dan saling mendukung dalam menghadapi tantangan pembelajaran.

2. Keterbukaan dan Kejujuran dalam Berbagi Pengalaman dan Tantangan

Keterbukaan dan kejujuran menjadi kunci agar proses inkuiri berjalan dengan baik. Anggota tim didorong untuk berbagi pengalaman, baik keberhasilan maupun kegagalan, serta tantangan yang dihadapi dalam praktik pembelajaran. Sikap jujur ini memungkinkan tim untuk memahami kondisi nyata di lapangan dan bersama-sama mencari solusi yang tepat. Lingkungan yang mendukung keterbukaan juga menghilangkan rasa takut atau malu untuk mengakui kelemahan, sehingga pembelajaran profesional dapat berlangsung secara autentik.
 
3. Komitmen untuk Perbaikan Berkelanjutan

Inkuiri kolaboratif bukanlah kegiatan sekali jadi, melainkan proses yang berkelanjutan. Setiap anggota tim harus memiliki komitmen kuat untuk terus memperbaiki praktik pembelajaran berdasarkan data kondisi murid, hasil refleksi dan evaluasi bersama. Komitmen ini mendorong semangat inovasi dan adaptasi, sehingga pembelajaran di kelas selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan murid dan perkembangan ilmu pengetahuan.

4. Kesetaraan dan Keterlibatan Semua Pihak

Nilai kesetaraan memastikan bahwa setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam diskusi dan pengambilan keputusan. Tidak ada hierarki yang menghambat partisipasi aktif, sehingga suara guru, kepala sekolah, dan pemangku kepentingan lainnya dapat didengar dan dihargai. Keterlibatan semua pihak ini memperkaya perspektif dan memperkuat rasa tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan pembelajaran.

Siklus Inkuiri Kolaboratif



Proses berkelanjutan yang terdiri dari empat tahap utama  yaitu Assess (Identifikasi), Design (Perancangan), Implementation (Pelaksanaan), dan Measure/Reflect/Chang (Pengukuran Keberhasilan/Refleksi/Perbaikan). 


1. Assess (Identifikasi)

Proses memahami secara mendalam siapa murid yang ada di hadapan kita dan apa fokus yang ingin disasar. Tahap ini menjadi pondasi utama bagi keseluruhan siklus pembelajaran dan perbaikan praktik, karena keputusan pedagogis yang bermakna harus berakar pada pemahaman utuh tentang murid.
Dalam tahap ini, guru tidak bekerja sendiri, melainkan secara kolaboratif bersama tim sejawat untuk menggali informasi yang komprehensif mengenai murid, antara lain:

  • Minat, kekuatan, dan kebutuhan belajar murid.
  • Gaya belajar dan kecepatan berpikir masing-masing murid.
  • Bakat dan ketercapaian murid terhadap materi prasyarat.
  • Cara murid bekerja sama, menyikapi tantangan, menghadapi kegagalan, serta proses belajar secara keseluruhan.
  • Apa yang perlu dan ingin dipelajari murid, dengan mempertimbangkan kerangka pembelajaran, prinsip dan pengalaman belajar, serta delapan dimensi profil lulusan.

Pengumpulan data ini dilakukan melalui berbagai sumber dan metode, seperti:
  • Asesmen awal untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal murid.
  • Hasil asesmen dan evaluasi sebelumnya, seperti nilai ulangan, tugas, dan portofolio.
  • Observasi langsung proses pembelajaran di kelas, termasuk interaksi dan keterlibatan murid.
  • Feedback dari murid, orang tua, dan pemangku kepentingan lain.
  • Data lingkungan belajar dan sumber daya yang tersedia di sekolah.

Beberapa pertanyaan kunci yang menjadi panduan dalam tahap ini adalah:
  • Data atau informasi apa yang sudah kita miliki tentang murid kita?
  • Apa kekuatan yang sudah dimiliki murid?
  • Apa tantangan atau kebutuhan murid yang perlu kita tanggapi?
  • Apakah pembelajaran yang dilakukan di kelas sudah menggambarkan pengalaman belajar dan prinsip pembelajaran?
  • Apakah pembelajaran yang dilakukan di kelas sudah membangun murid agar memiliki dimensi profil lulusan?
2. Design (Perancangan)

 Guru bersama tim kolaboratif mulai bertanya dan berdiskusi mengenai strategi dan pendekatan pembelajaran yang paling relevan untuk menjawab fokus inkuiri yang sudah ditentukan agar terpenuhinya kebutuhan dan potensi murid.

Dalam merancang rencana pembelajaran, guru dan tim kolaboratif memperhatikan beberapa komponen penting, yaitu:
  • Prinsip Pembelajaran: Pembelajaran harus berkesadaran (sadar akan kebutuhan dan konteks murid), bermakna (menghubungkan materi dengan pengalaman nyata murid), dan membahagiakan (menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memotivasi).
  • Pengalaman Belajar: Rencana pembelajaran mencakup tahapan memahami konsep, mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks nyata, serta merefleksikan proses dan hasil belajar.
  • Delapan Dimensi Profil Lulusan Murid: Merancang pembelajaran yang mendukung pengembangan aspek keimanan, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi.
  • Kerangka Pembelajaran: Memperhatikan praktik pedagogis yang efektif, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, membangun kemitraan pembelajaran dengan berbagai pihak, serta memanfaatkan teknologi digital secara optimal.

Guru dan tim juga menetapkan terlebih dahulu kriteria keberhasilan tentang bagaimana inkuiri kolaboratif ini dianggap berhasil, apa saja kriterianya.
Beberapa pertanyaan penting yang menjadi panduan dalam tahap perancangan ini antara lain:
  • Strategi dan pendekatan pembelajaran apa yang paling sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan murid?
  • Bagaimana pembelajaran dapat dirancang agar murid dapat menunjukkan kompetensi dan ketercapaian pembelajaran secara mendalam?
  • Apa indikator keberhasilan inkuiri kolaboratif yang jelas dan terukur?
  • Apa peran dan tanggung jawab masing-masing guru dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut?
3. Implementation (Pelaksanaan)

Tahap Implementation adalah fase di mana guru dan tim kolaboratif secara bersama-sama menerapkan rencana tindakan yang telah disusun dalam proses inkuiri untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan ini bukan hanya soal menjalankan rencana, tetapi juga melibatkan kerja sama, pemantauan, dan refleksi secara aktif antar anggota tim.

a. Pelaksanaan Rencana Secara Kolaboratif

Guru melaksanakan strategi pembelajaran yang telah dirancang secara bersama-sama, dengan memperhatikan kebutuhan dan karakteristik murid. Pelaksanaan dilakukan secara terbuka dan transparan, sehingga memungkinkan guru lain untuk melakukan observasi dan memberikan umpan balik.

b. Monitoring dan Pengumpulan Data

Selama pelaksanaan, guru bersama tim secara aktif memantau proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan reflektif, seperti:
  • Bagaimana proses pembelajaran berjalan di kelas?
  • Apa respons dan keterlibatan murid selama pembelajaran?
  • Bukti apa yang menunjukkan bahwa murid benar-benar belajar?
  • Penyesuaian apa yang perlu dilakukan agar pembelajaran lebih efektif?
Data dikumpulkan melalui observasi langsung, catatan lapangan, rekaman diskusi murid, dan hasil asesmen formatif.

Untuk memastikan pelaksanaan berjalan lancar, pembagian peran dalam tim sangat penting, misalnya:
  • Guru pengajar bertanggung jawab melaksanakan pembelajaran dan membuka kelas untuk observasi.
  • Guru pengamat melakukan observasi dan mencatat data sesuai instrumen yang telah disepakati.
  • Guru fasilitator bertanggung jawab memandu diskusi dalam melakukan perencanaan, evaluasi dan refleksi, serta perencanaan perbaikan.
  • Pengelola dokumentasi mengumpulkan dan mengorganisasi data serta hasil diskusi.

c. Pengembangan Keterlibatan Murid

Murid didorong untuk aktif dalam proses pembelajaran, termasuk mengembangkan kemampuan penilaian diri (self-assessment) dan penilaian sejawat (peer-assessment). Bahkan, murid dapat mulai memimpin pembelajaran mereka sendiri, mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas proses belajar mereka.

d. Open Class sebagai Praktik Implementasi

Open class menjadi salah satu metode efektif dalam implementasi inkuiri kolaboratif, di mana guru membuka kelasnya untuk diamati dan didiskusikan bersama. Kegiatan ini memperkuat budaya keterbukaan, kolaborasi, dan pembelajaran profesional yang berkelanjutan. Dengan pelaksanaan inkuiri kolaboratif yang terstruktur dan berkelanjutan, guru dan tim dapat secara efektif meningkatkan praktik pembelajaran dan hasil belajar murid melalui kerja sama, refleksi, dan perbaikan berkesinambungan.

4. Measurement,Reflect, and Change (Pengukuran, Refleksi, dan Perubahan)

Tahap terakhir dalam siklus inkuiri kolaboratif ini sangat penting untuk memastikan bahwa pembelajaran yang telah dilaksanakan benar-benar memberikan dampak positif bagi murid dan menjadi dasar bagi perbaikan berkelanjutan. Pada tahap ini, guru dan tim bersama-sama mengukur hasil pembelajaran, merefleksikan proses dan dampaknya, serta merencanakan perubahan yang diperlukan untuk siklus berikutnya.

a. Mengukur Indikator Keberhasilan

Langkah awal adalah mengumpulkan dan menganalisis data yang menunjukkan sejauh mana pembelajaran berdampak pada murid. Data ini dapat berupa produk belajar murid, hasil asesmen formatif, catatan observasi guru, maupun refleksi murid sendiri. Misalnya, membandingkan hasil pre-test dan post-test, atau melihat perkembangan kemampuan murid melalui jurnal reflektif mereka. Dengan data tersebut, tim dapat menilai apakah murid telah mencapai target pembelajaran dan apakah mereka sudah siap untuk melanjutkan ke level kompetensi berikutnya.

b. Merefleksikan Proses dan Hasil

Setelah mengukur hasil, guru dan tim melakukan refleksi bersama secara terbuka dan jujur. Diskusi reflektif ini bertujuan untuk menggali apa yang sudah berjalan dengan baik, tantangan yang dihadapi, serta aspek yang perlu diperbaiki. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa bukti nyata keberhasilan pembelajaran?”, “Bagaimana respons murid terhadap strategi yang digunakan?”, dan “Apa yang perlu diperkuat atau diubah?” menjadi panduan dalam diskusi ini. Contoh refleksi yang muncul bisa seperti, “Dari jurnal murid, banyak yang sudah mampu menulis pendapat dengan runtut, tetapi kemampuan menyimpulkan masih perlu diasah.”

 c. Melakukan Perubahan Berdasarkan Refleksi

Hasil refleksi menjadi dasar untuk merancang perubahan yang lebih efektif. Tim mengidentifikasi strategi pembelajaran yang kurang berhasil dan merencanakan revisi dengan memilih pendekatan atau alat baru yang lebih sesuai. Perubahan ini kemudian dituangkan dalam rencana tindak lanjut untuk siklus inkuiri berikutnya, sehingga proses pembelajaran terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan murid.

Tahap Measure, Reflect & Change merupakan inti dari siklus inkuiri kolaboratif yang memastikan proses pembelajaran tidak berhenti pada satu titik, melainkan terus berkembang secara berkelanjutan. Melalui pengukuran yang akurat, refleksi mendalam, dan dialog terbuka yang produktif dalam suasana aman, guru dan tim bersama-sama mengidentifikasi kekuatan serta area yang perlu diperbaiki, lalu merancang dan mengimplementasikan tindakan nyata untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalisme secara konsisten. Perubahan ini kemudian diimplementasikan pada siklus inkuiri selanjutnya, sehingga proses pembelajaran terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan nyata di lapangan


Daftar Pustaka  :
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Pembelajaran Mendalam, Inkuiri Kolaboratif





Rabu, 22 Oktober 2025

Membangun Pembelajaran Mendalam Melalui Inkuiri Kolaboratif

Dalam dunia pendidikan yang terus berubah, kemampuan guru dan kepala sekolah untuk beradaptasi dengan kebutuhan pembelajaran abad ke-21 menjadi sangat penting. Proses pendampingan terhadap pendidik tidak lagi cukup hanya dengan memberikan pelatihan teknis atau instruksi satu arah. Kini, dibutuhkan pendekatan yang lebih reflektif, partisipatif, dan berbasis data nyata dari pengalaman belajar murid. Di sinilah inkuiri kolaboratif berperan penting sebagai strategi utama dalam mengembangkan pembelajaran mendalam.

Memahami Konsep Inkuiri Kolaboratif

IInkuiri kolaboratif merupakan pendekatan reflektif dan berbasis bukti yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan pendamping pendidikan secara bersama-sama. Tujuannya adalah untuk menelaah praktik pembelajaran, menguji asumsi yang ada, dan menemukan strategi baru berdasarkan data nyata.

Menurut berbagai studi (Comber, 2013; Timperley, 2011; Ontario Ministry of Education, 2014b), inkuiri kolaboratif telah terbukti menjadi strategi perubahan yang efektif karena mampu mendorong pembelajaran profesional sekaligus meningkatkan hasil belajar murid

Menariknya, dalam praktik terbaru, murid juga mulai dilibatkan sebagai mitra aktif dalam proses inkuiri. Mereka berpartisipasi dalam mengidentifikasi area pembelajaran yang perlu ditingkatkan, menilai hasil belajar sendiri, dan memberikan umpan balik terhadap pembelajaran. Dengan cara ini, murid menjadi subjek aktif dalam proses belajar mereka sendiri.

Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada peningkatan kinerja individu, tetapi juga membangun budaya kolaboratif di lingkungan sekolah. Setiap anggota kelompok kerja pendamping satuan pendidikan didorong untuk berkontribusi, berbagi pengalaman, dan saling memberikan umpan balik. Dengan demikian, proses pendampingan menjadi lebih bermakna dan berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran murid.

Empat Tahap Utama Inkuiri Kolaboratif

Inkuiri kolaboratif dalam konteks pendampingan pendidikan terdiri atas empat tahapan yang saling berkesinambungan:



1. Asses (Penilaian Awal)

Tahap ini dilakukan untuk menilai kekuatan, tantangan, dan kebutuhan pembelajaran mendalam. Pendamping dan pendidik menggunakan data seperti rapor pendidikan, hasil wawancara, dan observasi kelas untuk menentukan prioritas peningkatan mutu pembelajaran.

2. Perencanaan (Disign)

Setelah analisis kebutuhan, pendamping satuan pendidikan menyusun strategi pendampingan. Jika kepala sekolah dan guru sudah memahami konsep pembelajaran mendalam, metode seperti coaching dan facilitating dapat digunakan. Namun, bagi mereka yang masih perlu memahami konsep dasar, metode training dan mentoring lebih tepat diterapkan.

3. Implementasi (Implement)

Pada tahap ini, rencana pendampingan dilaksanakan sesuai konteks masing-masing sekolah. Fokusnya mencakup penyelarasan visi dan misi sekolah, kepemimpinan pembelajaran, kemitraan belajar, serta integrasi teknologi digital dalam pembelajaran.

4. Evaluasi, Refleksi, dan Perubahan (Measure, Reflect, and Change)

Tahap ini menjadi momen penting untuk menilai hasil pelaksanaan, merefleksikan apa yang berhasil dan belum, serta menetapkan langkah perbaikan untuk siklus berikutnya. Proses ini memastikan bahwa pembelajaran terus berkembang secara berkelanjutan

Membangun Budaya Kolaborasi di Sekolah

Kolaborasi bukan sekadar bekerja bersama, melainkan membangun hubungan profesional yang saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kelompok kerja pendamping satuan pendidikan, budaya kolaborasi menciptakan ruang belajar bersama yang terbuka dan saling menghargai. Setiap anggota merasa memiliki tanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendampingan, bukan hanya di satuan pendidikannya sendiri, tetapi juga dalam ekosistem pendidikan yang lebih luas.

Kunci keberhasilan inkuiri kolaboratif terletak pada budaya kolaborasi yang aktif dan reflektif. Dalam kelompok kerja pendamping satuan pendidikan, setiap anggota saling memberikan umpan balik yang membangun dan berbagi pengalaman untuk memperkuat kapasitas profesional.

Kolaborasi memungkinkan pendidik:

  1. Menyelesaikan masalah dengan lebih cepat,
  2. Mengenali kekuatan dan kelemahan diri,
  3. Belajar dari pengalaman dan sudut pandang rekan sejawat,
  4. Meningkatkan produktivitas serta efektivitas kerja,
  5. Membangun suasana kerja yang positif, dan
  6. Memperkuat komunikasi antarpersonal.

Budaya kolaboratif juga mempercepat proses inovasi. Dengan saling berbagi praktik terbaik dan pengalaman lapangan, para pendidik dapat menciptakan strategi pembelajaran baru yang relevan dengan kebutuhan murid dan konteks sekolah masing-masing.

Manfaat Inkuiri Kolaboratif bagi Pembelajaran Mendalam

Pendekatan inkuiri kolaboratif memiliki dampak yang luas. Bagi guru, proses ini membantu meningkatkan keterampilan reflektif dan kemampuan mengambil keputusan berbasis bukti nyata. Guru menjadi lebih sadar terhadap proses belajar murid dan mampu menyesuaikan pembelajaran agar lebih personal dan bermakna.

Bagi kepala sekolah, inkuiri kolaboratif memperkuat kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership). Kepala sekolah didorong untuk menjadi pemimpin yang menginspirasi, fasilitator refleksi, dan penggerak kolaborasi di lingkungan sekolah.

Sementara bagi murid, manfaatnya terasa secara langsung. Ketika guru dan kepala sekolah menjalankan pembelajaran yang lebih dalam, kolaboratif, dan berorientasi pada proses berpikir kritis, murid pun terdorong menjadi lebih aktif, reflektif, dan mandiri dalam belajar. Murid tidak hanya menjadi penerima pengetahuan, tetapi juga mitra belajar dalam proses pembelajaran.

Refleksi Akhir: Membangun Ekosistem Belajar yang Berkelanjutan

Transformasi pendidikan tidak bisa dicapai secara instan. Dibutuhkan komitmen, refleksi berkelanjutan, dan kolaborasi yang tulus di antara para pendidik. Inkuiri kolaboratif menjadi kunci penting untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang dinamis, adaptif, dan berpusat pada murid.

Pendamping satuan pendidikan berperan strategis sebagai penggerak perubahan di lapangan. Melalui kelompok kerja yang solid, mereka tidak hanya mengembangkan kapasitas profesional, tetapi juga memperkuat jaringan pembelajaran antar sekolah. Dari sinilah lahir budaya belajar bersama yang sehat, di mana setiap refleksi dan tindakan menjadi langkah menuju kualitas pendidikan yang lebih baik.

Dengan mengintegrasikan inkuiri kolaboratif dalam setiap aspek pendampingan, Indonesia dapat melangkah menuju pendidikan yang lebih mendalam — di mana setiap guru, kepala sekolah, dan murid tumbuh bersama dalam semangat kolaborasi, refleksi, dan pembelajaran tanpa henti.

Daftar Pustaka :

  1. Comber, B. (2013). Critical Literacy and Social Justice in Contemporary Schooling. New York: Routledge.
  2. Ontario Ministry of Education. (2014b). Collaborative Inquiry in Ontario: What We Have Learned and Where We Are Going Next. Ontario: Queen’s Printer for Ontario.
  3. Timperley, H. (2011). Realizing the Power of Professional Learning. Maidenhead: Open University Press.
  4. Kemendikbudristek. (2022). Kerangka Pembelajaran Mendalam (Deep Learning Framework). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
  5. Kemendikbudristek. (2023). Panduan Pendampingan Kepala Sekolah dan Guru untuk Pembelajaran Berpusat pada Murid. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
  6. Fullan, M., Quinn, J., & McEachen, J. (2018). Deep Learning: Engage the World, Change the World. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Sabtu, 27 September 2025

Merancang Visi. Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan

 


Pendampingan kepala sekolah oleh pengawas sekolah merupakan salah satu kunci untuk memastikan pembelajaran di sekolah selaras dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Dalam era transformasi pendidikan, pembelajaran mendalam menjadi pendekatan penting untuk membekali siswa dengan keterampilan abad 21. Pengawas sekolah diharapkan mampu mendampingi kepala sekolah dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna serta sesuai dengan identitas sekolah.

Visi, Misi dan Tujuan

Visi satuan pendidikan merupakan kondisi yang diharapkan oleh warga satuan pendidikan yang dipimpin oleh seorang kepala satuan pendidikan yang menjalankan fungsi sebagai pemimpin pembelajaran. Kepemimpinan pembelajaran adalah suatu multidimensional construct (Heck, et.al., 1990) yang berkenaan dengan bagaimana kepala sekolah dapat mengorganisir dan mengkoordinir kehidupan kerja (the work life) di sekolah yang tidak hanya berbentuk pengalaman-pengalaman belajar dan prestasi belajar siswa, namun juga lingkungan di mana pekerjaan ini dilaksanakan, maka akan terjadi pengalihan beberapa kewenangan pengambilan keputusan ke tingkat sekolah. Dalam pada itu, pemimpin pembelajaran diharapkan memiliki kemampuan dan kemandirian dalam menentukan arah pengembangan sekolah dengan menyinergikan potensi-potensi yang dimilikinya dengan sumber-sumber yang terdapat di lingkungannya sehingga dapat menampilkan kinerja yang optimal, terutama di bidang pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pandangan tentang kepemimpinan pembelajaran di sekolah maka dapat dikembangkan kerangka berpikir teoritis tentang kepemimpinan pembelajaran dalam rangka meningkatkan pembelajaran di sekolah. Peran kepala sekolah dalam mewujudkan visi yang berpusat pada peserta didik sangatlah penting. Berikut adalah deskripsi tentang peran kepala sekolah dalam konteks tersebut: 1) Pemimpin Visi dan Strategi, 2) Manajer Pembelajaran, 3) Penggerak Kolaborasi, 4) Pemimpin Perubahan, dan 5) Pelindung dan Pendukung Peserta didik.

Apa itu Visi?

Visi adalah cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga satuan pendidikan, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
  1. Visi merupakan keadaan, yaitu gambaran masa depan yang ingin dicapai oleh satuan pendidikan.
  2. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan serta motivasi.
  3. Visi harus tampak realistis, kredibel dan atraktif. Sebaiknya mudah dipahami, relatif singkat, ideal dan berfokus pada mutu, serta memotivasi setiap pemangku kepentingan.
  4. Visi bersifat dinamis dan tidak untuk selamanya.
Cara Membuat Visi

  1. Kumpulkan informasi untuk dijadikan bahan diskusi, melalui wawancara atau survei.
  2. Dari jawaban warga satuan pendidikan, buatlah keterkaitan/benang merah dari suara peserta didik, staf/guru, dan orang tua.
  3. Letakkan jawaban-jawaban ketiga kelompok tersebut sehingga semuanya terlihat.
  4. Telisik persamaan dan perbedaannya:
  5. Mengubah kesimpulan yang didapatkan menjadi kalimat visi.
  6. Menentukan komponen utama visi yang diturunkan menjadi indikator- indikator pencapaian visi
  7. Pernyataan visi mengandung nilai-nilai yang akan dicapai di akhir satuan waktu, atau disebut juga indikator visi misalnya: beriman bertakwa, bernalar kritis, dan mandiri. Indikator visi dapat diambil dari 8 dimensi profil lulusan yang relevan dengan hasil analisis konteks satuan pendidikan, tidak mesti seluruh 8 dimensi profil lulusan dijadikan indikator visi satuan pendidikan.
  8. Penyelarasan visi dapat dilakukan dengan mereview visi satuan pendidikan yang sudah ada atau menyusun visi baru bagi satuan pendidikan yang belum memiliki visi, namun tetap dengan memperhatikan kerangka pembelajaran mendalam dengan 4 komponen.

 Contoh kalimat visi:

             “Terwujudnya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,                              bernalar  kritis dan mandiri”


Menterjemahkan Misi

Misi adalah pernyataan bagaimana satuan pendidikan mencapai visi yang ditetapkan untuk menjadi rujukan bagi penyusunan program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.

Cara menerjemahkan visi menjadi misi
  1. Pernyataan misi menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh satuan pendidikan.
  2.  Rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan tindakan, bukan kalimat yang menunjukkan keadaan sebagaimana pada rumusan visi.
  3. Antara indikator visi dengan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi.
  4. Misi menggambarkan upaya bersama yang berorientasi kepada peserta didik.

Berikut adalah rumusan misi yang selaras dengan visi di atas:

  1. Menyelenggarakan pembelajaran berbasis nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang terintegrasi dalam setiap aspek kehidupan peserta didik.
             Fokus: Mengintegrasikan nilai agama dalam proses belajar untuk membentuk karakter                             bertakwa.

    2. Mengembangkan pembelajaran yang menantang dan berorientasi pada penguatan keterampilan                berpikir kritis melalui pendekatan kontekstual dan kolaboratif.

        Fokus: Memberikan pengalaman belajar yang melatih nalar kritis melalui metode berbasis                       masalah   dan kerja sama.

  3. Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemandirian peserta didik melalui eksplorasi,            proyek mandiri, dan pemanfaatan sumber daya secara optimal.

        Fokus: Memberikan ruang dan fasilitas agar peserta didik dapat mengelola                                                pembelajaran   mereka sendiri.


Membuat Tujuan Satuan Pendidikan

Tujuan adalah gambaran hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan prinsip yang sudah ditetapkan


Cara Menyusun tujuan satuan pendidikan:
 
  • Tujuan harus serasi dan mendeskripsikan misi dan nilai-nilai satuan pendidikan.
  • Tujuan fokus pada hasil program.
  • Tujuan harus spesifik, terukur, dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu (SMART).
  • Tujuan harus terukur derajat keberhasilannya. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan, satuan pendidikan dapat melakukan
Tujuan dibuat untuk menerjemahkan kalimat tindakan dalam misi menjadi aksi-aksi spesifik dan terukur. Aksi-aksi inilah yang selanjutnya akan digunakan manajemen satuan pendidikan untuk menyusun program kerja yang akan direfleksikan dan dievaluasi dalam kurun waktu tertentu

Prinsip penting dalam membuat tujuan:

  1. Specific, tujuan haruslah sederhana dan spesifik, dapat menjadi ciri khas satuan pendidikan.
  2. Measurable, tujuan harus dapat diukur dan dapat memotivasi agar tercapai, dibutuhkan kriteria pencapaian yang jelas.
  3. Achievable/Attainable, tujuan harus dapat dicapai dan dilaksanakan oleh seluruh warga satuan pendidikan dan melibatkan pihak eksternal.
  4. Relevant, tujuan harus relevan dengan misi, masuk akal, dan menempatkan peserta didik sehingga mampu memperkuat kompetensinya.
  5. Time bound, tujuan harus memiliki alokasi waktu yang lebih fleksibel dengan linimasa yang disesuaikan dengan kebutuhan, oleh karena itu perlu melibatkan semua guru dalam pembuatan lini masa tersebut.
Selain prinsip ini, hal penting lainnya adalah:

  • Evaluated, tujuan perlu dievaluasi untuk memastikan pencapaiannya, secara berkala menyediakan waktu untuk mendiskusikan bersama warga satuan pendidikan.
  • Reviewed, tujuan juga perlu ditinjau secara berkelanjutan, direfleksikan bersama dan didiskusikan modifikasi yang perlu dilakukan

Contoh Perumusan Tujuan Satuan Pendidikan


1. Dalam waktu 1 tahun, 90% peserta didik mampu menunjukkan sikap bertakwa melalui penerapan nilai-nilai keimanan dalam interaksi sehari-hari di sekolah dan lingkungan masyarakat, yang diukur melalui observasi dan jurnal refleksi.

  • Specific: Sikap bertakwa dalam interaksi sehari-hari.
  • Measurable: 90% peserta didik, diukur dengan observasi dan jurnal.
  • Achievable: Dapat dicapai dengan integrasi nilai dalam pembelajaran.
  • Relevant: Mendukung indikator visi "bertakwa" dan misi 1.
  • Time-bound: 1 tahun.

2. Dalam waktu 6 bulan, 80% peserta didik mampu menyelesaikan tugas berbasis masalah dengan tingkat keberhasilan minimal 75% dalam analisis kritis, yang diukur melalui penilaian proyek dan tes berpikir kritis.

  • Specific: Tugas berbasis masalah untuk melatih analisis kritis.
  • Measurable: 80% peserta didik, skor minimal 75%.
  • Achievable: Realistis dengan pelatihan metode berbasis masalah.
  • Relevant: Mendukung indikator visi "bernalar kritis" dan misi 2.
  • Time-bound: 6 bulan.
3. Dalam waktu 3 bulan, 75% peserta didik mampu menyelesaikan proyek mandiri dengan bimbingan minimal, yang diukur melalui portofolio proyek dan evaluasi proses pembelajaran.

  • Specific: Proyek mandiri dengan bimbingan minimal.
  • Measurable: 75% peserta didik, diukur dengan portofolio dan evaluasi.
  • Achievable: Dapat dicapai dengan fasilitasi lingkungan belajar mandiri.
  • Relevant: Mendukung indikator visi "mandiri" dan misi 3.
  • Time-bound: 3 bulan

Sumber Bacaan :

Materi Bimtek TOT Prembelaajaran Mendalam Pengawas Untuk Pengawas satuan Pendidikan

Jumat, 28 Maret 2025

MERDEKA BELAJAR-KAMPUS MERDEKA (MB-KM)

 


A. Latar Belakang

        Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MB-KM) merupakan kebijakan yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk merespons tantangan dunia pendidikan yang terus berkembang. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memberikan kebebasan bagi mahasiswa dalam mengembangkan kompetensi mereka di luar ruang kelas tradisional, melalui berbagai bentuk kegiatan seperti magang, riset, dan pengabdian masyarakat. Implementasi program ini bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri, serta mempersiapkan mahasiswa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan global

    Pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang semakin dinamis. Dunia kerja saat ini menuntut lulusan yang tidak hanya memiliki kompetensi akademik yang kuat, tetapi juga keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan industri. Untuk menjawab tantangan ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia memperkenalkan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) sebagai upaya mendukung fleksibilitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi.

    Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang dilakukan sejak 2020 dan dituangkan dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 telah mendorong tumbuhnya program-program unggulan Kampus Merdeka. Program tersebut telah membukakan jalan untuk studi tanpa batas dan mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkontribusi sebagai talenta unggul ke pangkalan bakat (talent pool) nasional maupun internasional. Hal tersebut juga merupakan upaya guna menjawab tantangan global dan mempersiapkan pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan tinggi mempertegas hak mahasiswa untuk dapat belajar di luar program studinya selama 3 semester. Eksistensi peraturan tersebut membuka lebar kesempatan untuk menjembatani elemen pendidikan, pekerjaan, dan pengembangan pribadi mahasiswa. Melalui interaksi yang erat antara perguruan tinggi dengan mitra dunia kerja maka perguruan tinggi akan hadir sebagai mata air bagi kemajuan dan pembangunan bangsa, turut mewarnai budaya dan peradaban bangsa baik secara langsung maupun tidak langsung

        Kebijakan MBKM memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan melalui berbagai kegiatan seperti pertukaran mahasiswa, magang, proyek kemanusiaan, penelitian, kegiatan wirausaha, serta pengabdian kepada masyarakat. Dengan demikian, MBKM bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik serta meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kerja

        Implementasi MBKM di perguruan tinggi menghadirkan berbagai tantangan, baik dari segi regulasi, kesiapan institusi, hingga adaptasi mahasiswa dan dosen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan MBKM sangat bergantung pada kesiapan akademik dan administratif setiap perguruan tinggi. Selain itu, partisipasi aktif dari seluruh civitas akademika, termasuk dosen dan tenaga kependidikan, menjadi faktor kunci dalam menjalankan program ini secara optimal. Namun, di sisi lain, kendala seperti keterbatasan pendanaan, kurangnya pemahaman terhadap sistem rekognisi kredit, serta belum maksimalnya sistem informasi akademik menjadi hambatan yang perlu diatasi. 

        Banyak permasalahan ditemukan dialami perguruan tinggi antara lain penyesuaian penyesuaian kurikulum, keraguan terhadap keberlanjutan program, keterbatasan jumlah mahasiswa, kebijakan pimpinan perguruan tinggi yang belum mendukung, keterbatasan mitra diwilayah-wilayah tertentu dan kurangnya inisiatif perguruan tinggi dalam mengimplementasikan program MBKM.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pareira Meke et al. (2022) menunjukkan bahwa mahasiswa di perguruan tinggi swasta memberikan respons positif terhadap kebijakan MBKM, karena memungkinkan mereka untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, studi di Universitas Negeri Surabaya juga mengungkapkan bahwa meskipun terdapat tantangan administratif, implementasi MBKM tetap memberikan dampak positif dalam meningkatkan kualitas Pendidikan

B. Kajian Pustaka

1. Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)

        Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) adalah kebijakan pendidikan tinggi yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada mahasiswa dalam mengembangkan kompetensi mereka di luar lingkungan akademik tradisional. Menurut Pareira Meke et al. (2022), kebijakan ini mendapat respons positif dari mahasiswa perguruan tinggi swasta, yang menganggap MBKM sebagai peluang untuk meningkatkan keterampilan praktis dan kesiapan mereka dalam menghadapi dunia kerja.
Dalam Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM), ada dua hal yang perlu diketahui. Merdeka belajar berarti memberi kebebasan dan otonomimkepada Lembaga Pendidikan, dan merdeka dalam birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta siswa diberi kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.Sedangkan Kampus Merdeka merupakan konsep baru yang memungkinkan mahasiswa mendapatkan kemerdekaan belajar di Perguruan Tinggi yang merupakan lanjutan dari program sebelumnya yaitu Merdeka belajar.
Menurut Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Program Kampus Merdeka Merdeka Belajar (MBKM) merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang memberikan kesempaatan bagi mahasiswa/i untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karier masa depan. 
Dalam penerapannya, melalui Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mahasiswa mendapat kesempatan untuk 1 (satu) semester (setara dengan 20 SKS) menempuh pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama; dan paling lama 2 semester atau setara dengan 40 SKS menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi. Jadi, siswa nantinya secara tidak langsung akan diajak untuk belajar bagaimana hidup di lingkungan masyarakat. Pada dasarnya kebijakan tersebut bertujuan untuk dapat mengenalkan adanya dunia kerja pada mahasiswa sejak dini. Sehingga kemudian siswa akan jauh lebih siap kerja setelah lulus dari sebuah perguruan tinggi yang tersedia.

    Sintiawati et al. (2022) dalam penelitiannya menyoroti pentingnya partisipasi civitas akademika dalam implementasi MBKM. Dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan program ini. Namun, penelitian ini juga mengungkapkan kendala yang dihadapi, seperti kurangnya pendanaan, keterbatasan sistem informasi akademik, dan kurangnya pemahaman terhadap mekanisme rekognisi kredit.
Studi yang dilakukan oleh Ramadhan dan Megawati (2022) di Universitas Negeri Surabaya menunjukkan bahwa meskipun terdapat resistensi awal dari mahasiswa dan dosen, MBKM secara bertahap memberikan dampak positif terhadap kualitas pendidikan. Perguruan tinggi dituntut untuk menyusun kurikulum yang lebih fleksibel dan membangun kerja sama yang lebih erat dengan mitra industri untuk meningkatkan efektivitas program.

2. Tujuan kampus Merdeka.

    Tujuan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Kemendibud adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skill maupun hard skill, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian. Program-program experiential learning dengan jalur yang fleksibel diharapkan dapat memfasilitasi siswa mengembangkan potensinya sesuai dengan passion dan bakatnya. Hakikat tujuan dari penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka kemdikbud adalah agar mahasiswa kelak memiliki kemampuan untuk menguasai beragam keilmuan yang berguna di dunia kerja nantinya.
Sementara itu, penelitian Maulida et al. (2023) menegaskan bahwa MBKM berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi swasta melalui penguatan budaya akademik dan relevansi kurikulum dengan dunia industri. Studi ini menemukan bahwa institusi yang secara aktif melibatkan mahasiswa dalam program MBKM mampu meningkatkan daya saing lulusan mereka di pasar kerja.
Dalam aspek regulasi, Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 menjadi dasar utama pelaksanaan MBKM. Regulasi ini mengatur hak mahasiswa untuk belajar di luar program studi hingga tiga semester, baik di perguruan tinggi lain maupun di dunia industri. Implementasi kebijakan ini diperkuat dengan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, yang menegaskan pentingnya rekognisi pembelajaran di luar kampus sebagai bagian dari kurikulum akademik.

3. Program MBKM

    Program Kampus Merdeka kemendikbud yang telah berjalan adalah program belajar tiga semester di luar program studi. Program ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skill maupun hard skill, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman dan melahirkan lulusan yang unggul dan berkepribadian.

a. Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka.

Program ini ditujukan untuk memberikan kesempatan belajar kepada mahasiswa mengenai keanekaragaman nusantara dan memperluas jaringan akademik antar mahasiswa. Program ini bisa dikatakan sebagai sarana belajar lintas kampus. Bagi siswa yang mengikuti program ini akan menerima konversi 20 sks.
Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi untuk bisa mengikuti program ini seperti memiliki IPK minimal 2,75, terdaftar sebagai mahasiswa aktif, tidak pernah mendapatkan sanksi akademik dan non akademik, dsb.

b. Magang bersertifikat

Program magang ini bisa diikuti selama 1-3 semester. Sama seperti program sebelumnya, program magang bersertifikat memiliki bobot setara 20 sks. Pada program ini siswa bisa belajar langsung di tempat kerja mitra sehingga dapat memperluas jaringan dan hubungan dengan industri terkait. Mahasiswa akan mendapatkan ilmu yang relevan untuk diterapkan di dunia kerja nanti. Program mitra ini sangat beragam seperti Tokopedia, Gojek, Glints, Narasi dan lainnya.

c. Mobilitas Mahasiswa Internasional Indonesia (IISMA)

IISMA adalah program mobilitas internasional yang memfasilitasi pelajar untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Mahasiswa yang lolos seleksi berkesempatan untuk kuliah selama 1 semester di perguruan tinggi  terpilih. Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperkaya wawasan maupun kompetensi siswa baik yang berhubungan dengan minat maupun pemahaman melintasi budaya. Program ini juga memiliki bobot 20 sks

d. Studi Independen Bersertifikat

Program ini cocok bagi mahasiswa yang memiliki ide inovatif dan memiliki minat untuk melakukan penelitian. Durasi program studi mandiri berkisar 1-2 semester. Program studi mandiri ini memiliki bobot 20 sks. Menariknya pilihan studi tidak harus sesuai dengan bidang atau jurusan kuliah. Jadi siswa bisa melakukan lintas disiplin keilmuan selama memenuhi syarat yang ada

e. Proyek Kemanusiaan

Program ini melibatkan pelajar untuk membantu mengatasi bencana. Dengan adanya proyek kemanusiaan, mahasiswa diharapkan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Selain itu siswa diharapkan juga dapat meningkatkan kepekaan sosial dan memberikan solusi sesuai dengan keahliannya.

f. Riset atau Penelitian

Program ini cocok untuk pelajar yang memiliki minat menjadi seorang peneliti. Dalam program ini siswa bisa belajar di laboratorium pusat penelitian. Program ini bertujuan untuk meningkatkan saling penelitian mahasiswa serta ekosistem dan kualitas penelitian di Indonesia

g. Membangun Desa (KKN Tematik)

Program ini akan memberikan pengalaman untuk hidup di tengah masyarakat di luar kampus. Bersama dengan masyarakat setempat, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi potensi dan memberikan solusi sehingga siswa yang datang akan dapat mengembangkan potensi desa atau daerah tersebut. KKN juga diharapkan dapat mengasah ilmu, softskill dan kepemimpinan mahasiswa terkait.

h. Program Kampus Mengajar

Program ini memberi kesempatan untuk melatih keterampilan mengajar sekaligus mengembangkan diri. Dalam program ini siswa akan menjadi mitra guru dalam pembelajaran literasi, numerasi dan adaptasi teknologi untuk jenjang SD dan SMP. Program Kampus Mengajar berlangsung selama 1 semester dan akan mendapat pengakuan hingga 20 sks

i. Program Wirausaha

Selama program ini berlangsung, mahasiswa akan mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi kewirausahaan, menyusun proposal wirausaha, menjalankan kegiatan wirausaha di bawah bimbingan dosen atau mentor kewirausahaan. Program ini memiliki tujuan utama untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional dan mendukung percepatan ekonomi digital.

Adapun mekanisme pelaksanaan MBKM mencakup beberapa tahapan penting. Menurut penelitian Susilawati (2021), tahap pertama adalah perencanaan program oleh perguruan tinggi, yang mencakup penyusunan kurikulum berbasis MBKM dan penetapan skema rekognisi kredit. Tahap kedua melibatkan seleksi mahasiswa yang akan mengikuti program, diikuti dengan implementasi di lapangan, seperti magang, proyek wirausaha, atau pertukaran pelajar. Tahap terakhir adalah evaluasi dan rekognisi kredit, di mana mahasiswa harus menyusun laporan hasil kegiatan yang dinilai oleh perguruan tinggi dan mitra industri.


DAFTAR PUSTAKA

Maulida, A. F., Wijaya, L., & Fikron, M. (2023). Pengaruh Program Kampus Merdeka dalam                                         Meningkatkan Mutu Perguruan Tinggi Swasta. Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan,                         16(2), 145-160.
Meke, P., et al. (2022). Respons Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta terhadap Implementasi MBKM.                        Jurnal Pendidikan Tinggi Indonesia, 10(3), 78-90.
Ramadhan, R., & Megawati, D. (2022). Implementasi Kebijakan MBKM di Universitas Negeri                                  Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan, 8(1), 55-70.
Sintiawati, N., et al. (2022). Partisipasi Civitas Akademika dalam Implementasi MBKM. Jurnal                                 BasicEdu, 6(1), 902-915.
Susilawati, R. (2021). Tantangan Implementasi MBKM dalam Perguruan Tinggi. Jurnal Manajemen                       Pendidikan, 12(2), 33-48.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan                     Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2023). Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023                             tentang Rekognisi Pembelajaran di Luar Kampus.


Sekolah Rakyat: Syarat Menjadi Guru Sekolah Rakyat

 Sekolah Rakyat merupakan program yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Program ini dirancang untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berkualitas dan akan mulai beroperasi pada tahun ajaran 2025-2026. (Liputan6.com)

Dikutip dari laman Kemensos, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan bahwa per hari ini ( 11 Maret 2025)  sudah ada lebih dari 50 lokasi, 53 lokasi tepatnya, yang siap untuk menyelenggarakan Sekolah Rakyat ini. Namun demikian, data terus akan berkembang karena 2-3 hari ke depan pihaknya  akan koordinasi dengan gubernur, dengan bupati, walikota, di mana persiapan-persiapan yang dilakukan itu paralel. Secara sarana dan prasarana, sudah siap di 41 Sentra dan Balai milik Kemensos. Kemudian di Jatim ada 9, terus ada 2 universitas dan 1 di Sumatera Barat. Total 53 lokasi yang sudah siap.

Beberapa keunggulan dari Sekolah Rakyat antara lain:

  1. Pendidikan Gratis: Siswa tidak dikenakan biaya pendidikan, sehingga meringankan beban ekonomi keluarga kurang mampu.
  2. Fasilitas Lengkap: Setiap siswa akan mendapatkan seragam dan makanan bergizi untuk mendukung proses belajar.
  3. Sistem Asrama: Sekolah menerapkan sistem asrama, memungkinkan siswa tinggal di lingkungan yang kondusif dengan dukungan penuh terhadap kebutuhan dasar mereka. (Merdeka.com)
Kurikulum Komprehensif

Menggunakan Kurikulum Merdeka dan kurikulum unggul lainnya, dengan penekanan pada penguatan karakter, kepemimpinan, nasionalisme, serta keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Sebelum pembelajaran reguler dimulai, siswa akan mengikuti program matrikulasi selama satu tahun untuk mempersiapkan diri secara akademis dan keterampilan dasar.
Pendaftaran untuk Sekolah Rakyat akan dibuka pada 1 April 2025, dengan target awal 50 lokasi dan diharapkan mencapai 200 lokasi sepanjang tahun tersebut. (Merdeka.com)


Melalui Sekolah Rakyat, pemerintah berharap dapat menciptakan agen-agen perubahan dari kalangan anak-anak kurang mampu, memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045

Syarat Menjadi Guru di Sekolah Rakyat


Kementerian Sosial (Kemensos) telah mengkonfirmasi akan segera melaksanakan seleksi mulai awal April 2025.
Tentu akan sangat menarik, Mensos Saifulloh Yusuf mengabarkan akan ada insentif tambahan yang didapatkan selain gaji dan tunjangan sebagai pegawai ASN


Guru di Sekolah Rakyat sendiri tentunya akan berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rencana rekrutmen akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Pihak Kemendikdasmen melalui Ditjen GTKPG sendiri mengungkap siap menyediakan tenaga Guru. Dirjen GTKPG Nunuk Suryani mengatakan bahwa akan menyediakan para lulusan PPG Prajabatan untuk direkrut dan diseleksi menjadi Guru di Sekolah Rakyat.
"Gurunya nanti kami yang menyediakan dari para guru lulusan PPG Prajabatan," kata Nunuk Suryani dikutip dari Antaranews pada Jumat, 28 Maret 2025.

 

Terkait dengan status lulusan PPG Prajabatan yang belum diangkat ASN, maka setelah lolos seleksi akan diangkat menjadi ASN.
"Jadi mereka belum berstatus ASN sehingga nanti akan di-ASN-kan," terang Dirjen GTKPG.
Selain itu, untuk menjadi Guru di Sekolah Rakyat juga akan mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan tersendiri.
Lebih rinci, Kemensos meminta beberapa syarat untuk menjadi Guru di Sekolah Rakyat seperti berikut ini.

 Kualifikasi dan Syarat Guru di Sekolah Rakyat

Berdasarkan isi draf Juknis penyelenggaraan Sekolah Rakyat dari Kemensos, terdapat beberapa syarat untuk menjadi Guru di sana.

Standar kualifikasi yang diinginkan harus memenuhi syarat berikut:

  1. WNI yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Surat Sehat Jasmani dan Rohani dibuktikan dengan surat keterangan sehat
  3. Berpendidikan serendah-serendahnya Lulusan program S1/D-IV yang terverifikasi pada laman https://info.gtk.kemdikbud.go.id/info
  4. Memiliki kualifikasi akademik dengan IPK minimal 3,00
  5. Disiplin ilmu sesuai dengan kebutuhan Mata Pelajaran
  6. Bersedia memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Kementerian Sosial
  7. Telah mengikuti program pemerolehan sertifikat pendidik atau PPG
  8. Kemampuan Bahasa Inggris secara aktif (lisan dan tulisan) yang dibuktikan dengan sertifikat kemampuan bahasa
Insentif Tambahan Guru di Sekolah Rakyat

Selanjutnya yang lebih menarik adalah adanya insentif tambahan bagi Guru yang bertugas mengajar di Sekolah Rakya
Mensos Saifulloh Yusuf sendiri yang mengatakan bahwa telah menyiapkan insentif tambahan tersebut.

"Yang pasti ada insentif tambahan," kata pria yang akrab dipanggil Gus Ipul. Akan tetapi besaran insentif tambahan itu belum dapat disampaikan. Semua masih dalam proses dan pembahasan untuk dipastikan pelaksanaannya. Yang pasti, menjadi Guru di Sekolah Rakyat akan mendapat Gaji dan Tunjangan selayaknya pegawai ASN.

Kemudian juga berpeluang besar mendapat Tunjangan Profesi Guru (TPG) karena Guru di Sekolah Rakyat akan diambil dari lulusan PPG Prajabatan yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Akan sangat luar biasa, Guru di Sekolah Rakyat akan mendapat Gaji, Tunajngan, dan insentif tambahan asalkan memenuhi syarat dan lolos seleksi.(klikpendidikan.id)