Jumat, 03 Mei 2013

UN: Sebuah Barometer atau Hantu?

Sudah menjadi rutinitas tahunan, di lembaga pendidikan selalu disita dengan kegiatan Ujian Nasional ( UN). Ujian Nasional nyatanya banyak menyita perhatian, Baik menmjelang, saat berlangsung, dan sesudah pelaksanaan. UN Seolah menjadi sebuah  daerah berhantu yang harus dilalui. begitu menyita perhatian, Mulai dengan penambahan jam sebelum jam effektif atau sesudah jam effektif, bahkan tidak menutup kemungkinan pemberian materi pelajaran hanya pada mata pelajaran UN saja.

Pelaksanaan UN pun tidak kalah heboh. Pendistribusian soal harus melalui pengawalan aparat. Selalu ada tim pemantau, baik bentukan pemerintah ataupun partikelir. Sebegitu penting dan rahasiakah? 
Kenapa keamanan dan kerahasiaan soal UN ini begitu penting? 

Pada tingkat satua pendidikanpun tidak kalah mencekam. Begitu masuk halaman, kita sudah disambut dengan tulisan besar,"HARAP TENANG ADA UJIAN NASIONAL".Ruang ujian dibuat 'steril". Semua bentuk tulisan dan gambar disingkirkan. Tempat duduk anak dibuat lebih jarang minimal satu meter antar peserta  dengan jumlah peserta maksimal 20 dalam satu ruangan. Pengawas setiap ruangan musti dua orang yang berasal dari sekolah lain. Ada potokopi dan data peserta di meja pengawas dan depan ruangan. Tak kalah penting didepan ada tulisan besar," SELAIN PESERTA UJIAN DILARANG MASUK".
Segala sesuatunya dibuat khusus, lain dengan hari-hari biasa.

Ada apa sebenarnya?

Mungkin kita terlalu terbiasa dengan perilaku yang instan dan curang, sehingga merasa wajib untuk 'menyelamatkan' kemurnian soal UN ini. Kita tiba-tiba menjadi manusia penakut. Ketakutan yang menasional. Dari menteri, Kepala Dinas pendidikan, guru, orang tua murid, dan siswa sendiri. Takut gagal dengan hasil Ujian.
Pak Pejabat begitu wanti-wanti, Dalam memantau belajar anak,orang tua musti lebih jeli, guru mesti lebih berhati-hati dan lihai dalam berstrategi, siswapun harus lebih teliti dalam mengerjakan soal. 

Kita mendadak menjadi seolah menjadi manusia yang banyak dosa, yang  harus minta ampun dengan mengadakan doa istiqosah. Kenapa doa bersama hanya kita lakukan menjelang ujian Nasional?
Apakah dengan Istiqosah bersama siswa bisa mengerjakan soal dengan jawaban benar tanpa belajar?
Siswapun mendadak menjadi manusia yang santun, mereka kemudian meminta ' pangestu' kepada semua guru. Apakah dengan pangestu ini mereka mendadak menjadi manusia yang pintar tanpa belajar? Kenapa ini hanya dilakukan ketika menghadapi Ujian Nasional?

Sesungguhnya 'ketakutan Naional' tidak perlu terjadi jika dari awal kita berada pada porsi tugas dan kewajiban masing-masing. Ujian Nasional adalah sebuah proses biasa yang musti dilalui dengan biasa pula. UN mustinya hanya dijadikan sebuah indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran yang tidak harus dijadikan penentu kelulusan, karena setiap sekolah bisa menentukan kriteria kelulusan sendiri. Sehingga tidak perlu terjadi berita kebocoran soal yang heboh, siswa yang pingsan dam mengerjakan soal, dan berbagai berita lain seputar pelaksanaan UN.

Dari segi plus dan minusnya masih perlukah Ujian Naional ini diberlakukan?
Sebagai bentuk perhatian bapak/ibu dan saudara silakan tinggalkan komentar dibawah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar